BANYAK istri kini jadi tulang punggung bukan tulang rusuk, tulisan ini banyak beredar di media sosial dengan berbagai judul, di antaranya: Tanggung Jawab Pria atau Beban Wanita?
“Mau pinjem lagi, Mbak?” Tanyaku pada perempuan paruh baya di depanku.
Perempuan yang sudah setahun ini bekerja di rumah kami untuk bantu beberes urusan rumah, cucian, dan kawan kawannya.
Ia mengangguk.
“Buat apa kalau boleh tahu?” Selidikku.
Bukan apa apa, seingatku pekan ini adalah pekan terakhir di mana ia baru saja melunasi utangnya lewat mekanisme potong gaji setiap minggunya. Masa udah mau pinjem lagi?
“Maaf bu.. saya butuh banget buat bayar uang masuk sekolah bungsu saya, Bu..”
Kulihat ada pendar sedih di matanya. Mungkin antara rasa nekat, khawatir, dan malu jadi satu.
Lalu teringat beberapa hari kemarin. Saat Mbak ART kami ini keceplosan bercerita bahwa semua beban kebutuhan rumah, termasuk bayar kontrakan dan sekolah anak anak, ada di pundaknya.
Upah suaminya sebagai buruh kasar sehari hari, konon hanya berubah menjadi beberapa kotak rokok.
Menguap hilang dengan cepat dalam beberapa hari saja. Lalu menyisakan semua pemenuhan kebutuhan berada penuh di panggul sang istri.
Ah, Allah..
baca juga: Jangan Salah Memahami Istri
Banyak Istri Kini Jadi Tulang Punggung bukan Tulang Rusuk
“Bibi besok dateng?” tanyaku pada asisten rumah tangga di rumah ibuku.
Saat itu, kami sekeluarga sedang menginap beberapa hari dan butuh bantuan untuk menyelesaikan tumpukan cucian dan setrikaan.
Wanita muda sederhana itu mengangguk riang.
“Insyaallah masuk, Neng. Bibi lagi ngejar setoran. Jadi hari libur juga masuk. Biar cepet kekumpul uangnya..”
“Uang buat apa, Bi?” tanyaku iseng. Penasaran.
“Buat bayar sekolah, Neng. Itu.. anak sulung istri pertama suami Bibi mau kuliah. Bibi disuruh cari buat uang pangkalnya..”
Jawabannya membuatku diam.
“Dia yang kawin berkali kali, kenapa Bibi yang harus nanggung duit sana sini?” Ceplosku tak tertahan.
Ia cuma menggeleng sambil tersenyum. Beranjak pamit meneruskan pekerjaannya merapikan baju.
Ah, Allah.. tiba tiba saja ada sakit yang menyesak-nyesak naik ke ulu hatiku..
baca juga: Belajar Jadi Istri
Kukira menghindarnya lelaki dari soal nafkah menafkahi ini hanya ada dalam kisah keluarga di bawah garis sejahtera. Cuma ada di lingkungan ekonomi menengah ke bawah.
Sampai kutemui sendiri mereka. Keluarga dengan suami yang berlatar pendidikan di atas rata rata.
Istrinya pontang panting bekerja, dari pagi sampai malam. Mencoba memenuhi semua kebutuhan yang ada. Mulai dari cicilan rumah, urusan dapur, sampai sekolah anak anak.
Suaminya -si lelaki dengan pendidikan di atas rata rata itu- memilih menganggur dengan alasan “belum ketemu pekerjaan yang pas”.
Pas dengan apa? Entahlah. Mungkin yang pas dengan standar gengsinya..
Lelaki yang bahkan ketika sang istri mengajukan keinginan untuk resign demi bisa mengasuh anak-anak di rumah dengan tangannya sendiri, malah justru balik menghardik.
Menyebut-nyebut kasar, jika resign itu dilakukan, lalu bagaimana semua kebutuhan rumah tangga ini akan dibayar?!
Aku cuma bisa bengong mendengar curhatan semacam itu ditumpahkan. Semua kata penghiburan sok bijak yang sudah kusiapkan, menghambur pergi entah ke mana..
baca juga: Istri Bertindak Semaunya, Tidak Taat kepada Suami
Mas Bro, bukankah memberi nafkah adalah tugas inti dari seorang suami? Bukankah itu adalah bagian dari perbuatan yang akan kau pertanggung jawabkan di akhirat nanti?
Hey Mas Bro, tidakkah kau tahu bahwa meski istrimu menghasilkan uang, tak akan pernah sedikitpun menggugurkan kewajibanmu soal nafkah?
Jika pun dengan sukarela ia berikan gajinya untuk dikelola dalam rumah tangga, itu adalah sedekah baginya. Sedang kewajibanmu, akan tetap selalu ada.
Memberi nafkah -kata Ustaz Budi Ashari- adalah bagian dari qawwamah. Aksi nyata kepemimpinan suami. Sekaligus penjagaan atas harga diri.
Nafkah adalah pembuktian cinta seorang suami pada keluarganya. Memastikan kesejahteraan anak istri yang ada di bawah kepemimpinannya.
Nafkah adalah cara seorang lelaki bertanggung jawab, pada Ayah mertua yang dulu ia jabat semasa akad.
Bahwa anak perempuan yang sedari lahir dibesarkan dengan penuh cinta dan dipenuhi segala kebutuhannya, akan juga ia bahagiakan dengan kadar yang sama..
Nafkah adalah cara seorang Ayah memberi contoh konkrit pada anak lelakinya.
Bahwa lelaki yang berani mengajak perempuan untuk hidup bersama, adalah lelaki yang mampu memberikan kehidupan yang layak baginya.
Bahwa memberi nafkah adalah tugas paling terhormat lelaki dalam titelnya sebagai seorang suami..
Lebih dari itu,
Nafkah, Mas Bro.. adalah caramu melayakkan diri atas sebutan Qur’an pada dirimu, bahwasanya “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan..” (An Nisa: 34).
Play hard, but work harder. Karena harga dirimu terletak pada kerja kerasmu.
Engkau memperistri wanita idamanmu sebagai tulang rusukmu bukan sebagai tulang punggungmu.[ind]