USTAZ, saya mau bertanya, siapa yang berhak memandikan jenazah ibu? Apakah anak laki-laki dibolehkan untuk melihat dan memandikan jenazah ibunya?
Nah, yang ingin saya tanyakan Ustaz:
1. Apakah boleh anak laki-laki (kandung) memandikan jenazah ibunya?? Apa hukumnya Ustaz? Jika dibolehkan, apakah ada batasan aurat ibunya yang harusnya dia lihat?
2. Dan apakah boleh anak perempuan memandikan jenazah ayahnya?
3. Siapa yang berhak dan wajib memandikan jenazah istri? Apakah itu suaminya, anak laki-lakinya atau anak perempuannya.
Pengurus PP Al Irsyad Al Islamiyah Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa tidak dibenarkan dan tidak dibolehkan anak laki-laki memandikan jenazah ibu kandungnya, selama masih ada kaum wanitanya.
Anak tersebut dibolehkan jika darurat, sama sekali tidak ada kaum wanita yang bisa memandikannya.
Imam Al Kharrasyi Rahimahullah mengatakan:
فإن لم يوجد من أقاربها النساء أحد فالمرأة الأجنبية ولو كتابية بحضرة مسلم، ثم المحرم من أهلها الرجال يغسلها من فوق ثوب، وصفته -على ما قال بعض- أن يعلق الثوب من السقف بينها وبين الغاسل، ليمنع النظر ويلف خرقة على يديه غليظة ولا يباشرها بيده. انتهى.
Jika mayit wanita itu tidak ada kerabat wanita, maka boleh wanita lainnya walau dia seorang wanita ahli kitab asalkan ditemani seorang muslim,
kemudian (jika tidak ada) barulah MAHRAMNYA DARI KALANGAN LAKI-LAKI dengan menutupi tubuh mayit tersebut dengan kain, agar ada batas antara dirinya dan yang memandikan agar tidak melihat langsung dan tidak bersentuhan secara langsung.
(Syarn Mukhtashar Al Khalil, 2/117)
Baca Juga: Rasulullah Berdiri ketika Melihat Iringan Jenazah
Yang Berhak Memandikan Jenazah Ibu
Imam Ibnu Qudamah mengatakan:
فإن دعت الضرورة إلى ذلك بأن لا يوجد من يغسل المرأة من النساء
Itu hanya dibolehkan jika darurat, yaitu di kala tidak ditemukannya wanita yang bisa memandikannya.
وقال الحسن ومحمد ومالك: لا بأس بغسل ذات محرم عند الضرورة
Al Hasan, Muhammad, dan Malik berkata TIDAK APA-APA dimandikan oleh MAHRAMNYA.
(Al Mughni, 2/392)
Jadi, selama masih ada kaum wanita maka anak tersebuy tidak boleh. Jika darurat dia memandikan maka hendaknya pakai sarung tangan dan tutup tubuh ibunya dengan kain.
2. Sama dengan no. 1
3. Suami memandikan istri atau kebalikannya adalah boleh, dan itu sudah terjadi sejak masa Rasulullah dan dilakukan para sahabat. Ali Radhiallahu ‘Anhu memandikan Fathimah Radhiallahu’ Anha, dan tidak ada yang mengingkari sehingga ini dianggap ijma’. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/58)
Tapi apakah suami lebih utama dibandingkan lainnya? Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ امْرَأَةً قُدِّمَ نِسَاءُ الْقَرَابَةِ، ثُمَّ النِّسَاءُ الأَْجَانِبُ، ثُمَّ الزَّوْجُ، ثُمَّ الرِّجَال الأَْقَارِبُ. وَذَوُو الْمَحَارِمِ مِنَ النِّسَاءِ الأَْقَارِبِ أَحَقُّ مِنْ غَيْرِهِمْ، وَهَل يُقَدَّمُ الزَّوْجُ عَلَى نِسَاءِ الْقَرَابَةِ؟ وَجْهَانِ: الْوَجْهُ الأَْوَّل: وَهُوَ الأَْصَحُّ الْمَنْصُوصُ يُقَدَّمْنَ عَلَيْهِ لأَِنَّهُنَّ أَلْيَقُ. وَالثَّانِي: يُقَدَّمُ
الزَّوْجُ لأَِنَّهُ كَانَ يَنْظُرُ إِلَى مَا لاَ يَنْظُرْنَ، وَظَاهِرُ كَلاَمِ الْغَزَالِيِّ تَجْوِيزُ الْغُسْل لِلرِّجَال الْمَحَارِمِ مَعَ وُجُودِ النِّسَاءِ، وَلَكِنَّ عَامَّةَ الشَّافِعِيَّةِ يَقُولُونَ: الْمَحَارِمُ بَعْدَ النِّسَاءِ أَوْلَى.
Yang utama adalah wanita yang ada hubungan kekerabatan, wanita lain non kerabat, lalu suami, dan laki-laki yang ada hubungan kekerabatan.
Ada pun kerabat kalangan wanita lebih berhak dibandingkan mereka semua.
Lalu, apakah SUAMI lebih berhak dibandingkan kerabat wanita?
Ada dua pendapat: Pertama. Kerabat wanita lebih utama dibandingkan suaminya sebab begitulah urutannya. Kedua, Suaminya lebih berhak karena dialah yang melihat pada istrinya apa-apa yang tidak dilihat oleh mereka.
Menurut ucapan Al Ghazali, dibolehkan memandikan mahramnya yang wanita jika ada wanita lainnya, tetapi menurut umumnya Syafi’iyah mahram yang wanita itu lebih utama.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/56-57)
Demikian. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.[ind]