SAAT mengikuti Rasulullah hijrah, keluarga Abu Salamah bin Abdul Asad mendapatkan ujian. Seperti diketahui, Abu Salamh termasuk orang yang pertama dan bergegas menyambut perintah Rasulullah untuk berhijrah ke Madinah.
Ia juga merupakan orang yang pertama yang berhijrah dari kekufuran menuju keislaman. Ia dan istrinya, Ummu Salam, berasal dari kabilah yang sama, dari Bani Makhzum.
Baca Juga: Kisah Ummu Salamah, Buah Manis Dari Sebuah Pengorbanan
Ujian Keluarga Abu Salamah Saat Mengikuti Rasulullah Hijrah
Dikutip dari kisahmuslim.com, dijelaskan bahwa kedudukan mereka yang mulia sebagai keluarga terhormat di Mekah, tidak menghalangi mereka untuk hijrah ke Madinah.
Mereka nafikan kelas sosial mereka demi menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Abu Salamah, istrinya, dan seorang anaknya pun berangkat menuju Madinah.
Setelah keluar dari batas Kota Mekah, mereka bertemu dengan keluarga Ummu Salamah. Mereka berkata kepada Abu Salamah, “Masalah dirimu, itu adalah urusanmu, tapi bagaimana dengan kerabat perempuan kami ini (Ummu Salamah)?
Dengan alasan apa kami membiarkanmu dengan mudah membawanya keluar dari negeri ini?”
Setelah mencoba mempertahankan istrinya, akhirnya Abu Salamah yang seorang diri pun tidak mampu melawan keluarga istrinya itu.
Mereka berhasil mereubut tali kekang onta Ummu Salamah dan mengambil istri dan anaknya. Lalu berangkatlah Abu Salamah berangkat menuju Madinah.
Melihat keadaan demikian, keluarga Abu Salamah tidak bisa menerima perlakuan keluarga Ummu Salamah terhadap kerabat mereka.
Mereka mendatangi keluarga Ummu Salamah, lalu berkata, “Kami tidak akan membiarkan anak kami (anak Abu Salamah) tinggal bersamanya (Ummu Salamah) jika kalian memisahkannya dari ayahnya.”
Lalu kedua keluarga ini memperbutkan anak kecil, buah hati Abu Salamah dan Ummu Salamah. Kedua keluarga saling tarik-menarik memperebutkan sang anak.
Sampai akhirnya anak tersebut berhasil direbut dan kemudian dibawa oleh keluarga Abu Salamah. Tinggallah Ummu Salamah radhiallahu ‘anha seorang diri di Mekah.
Setelah itu, setiap hari Ummu Salamah keluar menuju tempat perpisahannya dengan sang suami tercinta.
Di tempat tersebut, ia senantiasa menangis dari pagi hingga sore hari. Teringat akan dua orang yang ia cintai telah dipisahkan darinya secara paksa. Pada malam hari, barulah ia pulang menuju rumahnya. Keadaan demikian terus berlangsung hingga satu tahun lamanya.
Rasa sedih yang dialami Abu Salamah yang terpisah dari anak dan istrinya, hidup sendiri di negeri yang asing, duka mendalam yang dialami Ummu Salamah, dan kesedihan yang dialami sang anak yang dipisahkan dari kedua orang tuanya, tidak lain dan tidak bukan kecuali disebabkan keimanan mereka kepada Allah, Rabbul ‘alamin.
Apakah Allah tidak menyangi mereka? Demi Allah, merekalah orang-orang yang pertama memeluk Islam yang Allah puji di dalam Alquran. Allah meridhai mereka.
Namun demikianlah ujian. Demikianlah harga surga. Kalau kesuksesan itu mudah, maka semua orang pasti akan berhasil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketauhilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal dan ketauhilah bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah adalah surga.” (HR. Tirmidzi).
Setelah satu tahun berlalu, salah seorang paman Ummu Salamah mulai merasa iba terhadap keponakannya ini. Ia berkata kepada keluarga yang lain, “Tidakkah kalian merasa iba melihat keadaannya?
Kalian pisahkan ia dengan suami dan anaknya.” Setelah beberapa waktu, akhirnya ia berhasil membujuk anggota keluarga Ummu Salamah. Ummu Salamah pun diizinkan untuk menyusul suaminya.
Kemudian Ummu Salamah mendatangi keluarga Abu Salamah. Mengetahui bahwa Ummu Salamah akan pergi ke Madinah, mereka pun memberikan sang anak kepada Ummu Salamah.
Saat melihat anaknya, ia pun langsung memeluk sang anak yang sudah terpisah satu tahun lamanya.
Kemudian ibu dan anak ini pun berangkat menuju Madinah, padahal keduanya tidak tahu jalan menuju Madinah.
Ketika sampai di daerah at-Tan’im, Ummu Salamah berjumpa dengan Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah dari bani Abdu ad-Dar. Ia berkata kepada Ummu Salamah, “Hendak pergi kemana wahai putri Abu Umayyah?”
Ummu Salamah menjawab, “Aku ingin menyusul suamiku di Madinah.”
Ia pun balik bertanya, “Apakah tidak ada seorang pun yang mengantarmu?”
Maka beliau menjawab, “Demi Allah tidak ada kecuali Allah dan anakku ini.”
Suka rela Utsman bin Thalhah mengantarkan Ummu Salamah sampai di Madinah. Berangkatlah Utsman bin Thalhah dengan memegang tali kendali unta menemani Ummu Salamah ke Madinah.
Ummu Salamah radhiallahu ‘anha menyatakan, “Demi Allah Tidak pernah aku berjalan bersama seorang lelaki Arab yang aku lihat lebih memuliakan aku lebih dari yang dia lakukan.
Apabila sampai di satu tempat untuk istirahat, ia menjauh dariku hingga aku turun dari untaku. Kemudian barulah ia menyingkirkan untaku dan mengikatnya di pohon, kemudian ia menjauh ke arah satu pohon dan tidur di bawahnya.
Apabila tiba waktu berangkat, ia bersegera menuju untaku dan menuntunya kepadaku dan ia menjauh sambil berkata: Naiklah! Apabila kau telah naik dan sudah berada diatas unta, maka ia datang mengambil tali kendalinya dan menuntunnya hingga turun istirahat di satu tempat yang lain.
Ia melakukan hal demikian terus-menerus hingga sampai di Madinah. Saat Utsman melihat perkampungan Bani Amr bin Aud di Quba, dia berkata, “Suamimu berada di kampung ini. Masuklah dengan barakah dari Allah!”
Kemudian Utsman bin Thalhah pun kembali ke Makah. Akhirnya Ummu Salamah radhiallahu ‘anha bisa berkumpul lagi dengan Abu Salamah.
Lihatlah perjuangan para sahabat Nabi demi menyelamatkan agama mereka. Harta yang mereka kumpulkan mereka nafikan, kedudukan yang terhormat mereka abaikan, bahkan di antara mereka menahan duka terpisah dari orang-orang tercinta. Semoga Allah meridhai mereka. [Cms]