KISAH Ummu Salamah mengajarkan kepada kita tentang buah manis dari sebuah pengorbanan. Kesabaran dan pengorbanan yang ikhlas akan selalu membuahkan hal yang manis.
Namun, tentu hasil itu tidak diperoleh dengan mudah atau dalam waktu yang singkat. Seperti kisah pengorbanan dan kesabaran Ummu Salamah ketika peristiwa hijrah bersama Rasulullah.
Baca Juga: Belajar dari Ummu Salamah
Kisah Ummu Salamah, Buah Manis dari Pengorbanan
Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin seperti itulah yang dirasakan Ummu Salamah ketika harus terpisah dari suami dan anak semata wayangnya.
Sudahlah ia tak bisa ikut suaminya hijrah ke Madinah, buah hatinya pun dirampas dari tangannya. Isak tangis sepanjang pagi hingga sore terus membasahi wajahnya kala itu.
Ummu Salamah semula hendak hijrah dari Mekkah ke Madinah bersama suaminya Abu Salamah dan putranya, Salamah. Akan tetapi, rencana mereka kandas di tengah jalan tatkala keluarganya menghadang kepergian mereka.
Ketika itu, keluarga kecil ini hendak berangkat menuju Madinah menunggangi unta. Sang anak yang masih kecil, Salamah berada dalam gendongan ibunya di dalam sekedup.
Tiba-tiba di tengah jalan mereka dicegat Bani Mughirah, kerabat Ummu Salamah. Rupanya mereka tak rela bila ada anggota keluarganya yang pergi ke Madinah.
Keluarga Ummu Salamah ini pun merebut onta yang dikendarai Abu Salamah dan berkata, “Kami tidak mengkhawatirkan jiwamu, tetapi apa pendapatmu mengenai wanita kami ini (maksudnya Ummu Salamah)? Apa jaminannya, jika kami biarkan dia berjalan ke negeri tersebut bersamamu?”
Karena Abu Salamah tak bisa memberi jaminan apa pun, akhirnya keluarga Ummu Salamah merebut Ummu Salamah dari tangan Abu Salamah. Kejadian ini membuat keluarga besar Abu Salamah, Bani Abdul Asad marah. Mereka tak rela anggota keluarga mereka diperlakukan seperti itu.
Keluarga Abu Salamah pun berkata, “Kami tidak akan membiarkan putra kami (maksudnya anak Abu dan Ummu Salamah) pergi bersama ibunya yang telah kalian rebut dari tangan keluarga kami.”
Kedua keluarga itu lantas saling memperebutkan putra dari kedua pasangan suami istri tersebut. Perebutan itu dimenangkan keluarga Abu Salamah yang berhasil membawa Salamah dan keluarga Ummu Salamah terpaksa melepaskannya tapi tetap menahan Ummu Salamah bersama mereka.
Walau dengan berat hati, Abu Salamah tetap berusaha tegar menghadapi kejadian itu. Demi mewujudkan perintah untuk berhijrah, Abu Salamah tetap pergi seorang diri ke Madinah, tanpa anak dan istri di sisinya.
Selepas kepergian suaminya ke Madinah dan anaknya berada tangan keluarga Abu Salamah, Ummu Salamah selalu pergi ke sebuah tempat bernama Al¬Abthah. Di sana ia menangis dari pagi hingga sore hari.
Rutinitas seperti itu dijalani Ummu Salamah setiap hari hingga setahun lamanya. Hal ini mengundang rasa iba dan tak tega salah seorang kerabat dekat Ummu Salamah.
Ia lalu berkata kepada sanak keluarganya yang lain, “Mengapa kalian tidak membebaskan saja wanita yang sengsara ini? Kalian telah memisahkan dirinya dengan suami dan putranya!”
Mereka akhirnya berkata kepada Ummu Salamah, “Temuilah suamimu jika kamu mau.” Mengetahui hal itu tentu saja Ummu Salamah merasa girang bukan kepalang. Kesedihannya berganti menjadi secercah harapan. la pun meminta putranya dikembalikan dari tangan keluarga Abu Salamah dan Bani Abdul Asad memenuhi permintaan tersebut.
Dengan langkah penuh harap, Ummu Salamah berangkat ke Madinah menempuh perjalanan sejauh 500 km. Ia kemudian sampai di Tan’im. Di daerah itu ia berjumpa dengan Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah. Setelah mengetahui kondisi Ummu Salamah, dengan baik hati Utsman mengantar Ummu Salamah hingga ke Madinah.
Tatkala melihat Quba’, dia pun berkata, “Di perkampungan inilah suamimu itu. Masuklah. Semoga Allah memberkatimu.” Utsman pun meninggalkan Ummu Salamah di sana dan berbalik menuju Mekkah.
Kesabaran dan pengorbanan keluarga kecil ini berbuah manis. Setelah terpisah selama setahun, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali di Madinah. [Cms]
Sumber : Kisah Hijrah Penuh Hikmah, Majalah Aulia No.5 Tahun XII Safar – Rabiul Awal 1436