KAMBOJA akhirnya menyerang Thailand pada Kamis (24/7) dengan roket-roket. Serangan itu pun dibalas Thailand dengan tembakan jet-jet tempur.
Akibat serangan Kamboja, sekitar 100 ribu warga Thailand di empat propinsi yang berbatasan diungsikan ke 300 titik penampungan.
Sebanyak 14 orang tewas akibat serangan roket Kamboja yang menyasar pom bensin, warung, dan perkampungan di Thailand.
Pertanyaannya sederhana: kenapa Kamboja menyerang Thailand? Jawaban yang bisa disimpulkan banyak pihak adalah karena adanya konflik perbatasan dua negara tersebut. Konflik itu memanas sejak bulan Mei 2025.
Namun, rasanya pilihan perang karena konflik perbatasan terasa janggal. Hal ini karena Kamboja sedang mengalami krisis ekonomi parah. Padahal, biaya perang begitu mahal. Darimana modalnya dan apa untungnya?
Thailand dan Kebijakan Tarif Trump
Thailand merupakan negara di Asia Tenggara yang mengalami surflus perdagangan dengan AS selama tiga tahun berturut-turut. Besarannya juga luar biasa: 70 persen.
Tidak heran jika Trump begitu membidik Thailand agar tidak terus defisit dengan Thailand.
Pada tanggal 2 April 2025, Trump mengumumkan bahwa tarif ekspor produk Thailand ke AS hampir sebesar 40 persen. Besaran tarif ini tentu akan memukul Thailand begitu berat.
Negosiasi pun dilakukan. Trump menjanjikan tarif untuk Thailand akan diturunkan menjadi sekitar 20 persen asal Thailand memberikan nol persen untuk produk AS ke Thailand.
Thailand menolak keras. Alasannya, jika Thailand menolkan tarif produk AS, maka hal yang sama juga akan dituntut oleh negara-negara lain terhadap Thailand. Istilah pejabat Thailand hal ini sebagai tanggul bendungan yang jebol.
Selain itu, Thailand sangat melindungi produk pertanian dalam negeri. Hal ini karena produk impor dari AS sebagian besarnya di bidang pertanian.
Selain itu, pejabat Thailand menyampaikan hitungan matematis. Kalau pun Thailand menurunkan tarif AS menjadi 0 persen, maka penurunan tarif produk Thailand ke AS akan mentok di 20 persen. Tidak nol seperti produk AS ke Thailand.
Tekanan Tarif AS dan ‘Teror’ dari Kamboja
Ketika pada awal April Trump menekan Thailand dengan tarif 36 persen, pada bulan berikutnya, Mei, tiba-tiba Kamboja mengancam Thailand tentang konflik perbatasan. Padahal, kasus ini sudah ‘terlupakan’ sejak 12 tahun lalu.
Kenapa Kamboja seolah menjadi alat tekan AS untuk Thailand? Hal ini kemungkinan karena AS memainkan kompensasi tarif untuk Kamboja dengan harga ‘teror’ Kamboja untuk Thailand yang dinilai AS sebagai ‘perlawanan’.
Menariknya, Thailand tetap pada keputusan awal bahwa negeri gajah ini tidak akan memberikan tarif nol persen untuk produk AS.
Bahkan, gedung putih sudah mengumumkan hasil negosiasi tarif sejumlah negara dengan AS. Dan Thailand diumumkan pada tarif tetap seperti pada bulan April sebesar 36 persen. Sementara, Thailand juga menetapkan tarif produk AS yang masuk ke Thailand sebesar 36 persen juga.
Lalu, akankah serangan Kamboja akan menggoyahkan ‘keberanian’ Thailand untuk tetap tidak menolkan tarif masuk produk AS? Rasanya, hari-hari berikutnya akan menjadi jawaban. Hal ini karena perang juga akan menguras biaya besar.
Bravo Thailand! Siap menerima risiko apa pun demi kelangsungan produk lokalnya. Tidak seperti negara-negara yang lain. [Mh]