BAGAIMANAKAH hukum dan konsekuensi nikah beda agama dalam Islam? Ustazah Herlini Amran, M.A. menjelaskan mengenai hal ini.
Ada dua kondisi pernikahan beda agama dalam Islam yaitu sebagai berikut.
Seorang muslimah dengan laki-laki non muslim
Semua ulama sepakat keharamannya dan tidak dibenarkan di dalam Islam dalam kondisi apapun. Termasuk laki-laki non muslim yang berasal dari ahli kitab.
Allah Subhanahu wa taala berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 221:
وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.”
QS Al Mumtahanah ayat 10:
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.
Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”
Seorang muslim menikah dengan wanita musyrik dan wanita ahli kitab
Wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki muslim ada wanita musyrik, sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 221:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Ayat di atas menjelaskan perbedaan keyakinan yang mendasar antara orang yang beriman dengan orang yang musyrik.
Bagaimana bisa menyatukan rumah tangga yang berbeda keyakinan, orang musyrik mempersekutukan Allah
(sedangkan di dalam Islam mempersekutukan Allah adalah dosa yang sangat besar, bahkan dakwah Islam adalah memberantas kemusyrikan), mereka mengingkari kenabian dan tidak mempercayai akhirat.
Adapun dengan wanita ahli kitab, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Ulama.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Bella Saphira Pindah Agama
Dua Kondisi Nikah Beda Agama dalam Islam
Allah berfirman dalam QS. Al Maidah ayat 5:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”
Baca Juga: Nikah Beda Agama Akan Lahirkan Keluarga Broken Home
Sebagian ulama membolehkan menikahi wanita ahli kitab dari kalangan yahudi ataupun nasrani dengan dalil di atas, sementara sebagian yang lainnya melarang dengan dalil bahwa wanita ahli kitab itu termasuk dalam wanita musyrik.
Mereka berdalil dengan sebuah riwayat yang shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau pernah ditanya tentang hukum menikah dengan wanita-wanita Nasrani dan Yahudi.
Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagi orang-orang yang beriman menikah dengan wanita-wanita musyrik.
Dan, saya tidak mengetahui ada kemusyrikan yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengatakan Rabb-nya adalah Nabi Isa. Padahal beliau adalah salah seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dalam hal ini, MUI mengeluarkan Fatwanya No. 4/MunasVII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama. Dalam Fatwa tersebut, Memutuskan dan Menetapkan bahwa:
1- Perkawinan beda Agama adalah haram dan tidak sah.
2- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.
Tentu saja konsekuensi dari pernikahan beda agama ini sangat besar dampaknya di dunia maupun di akhirat.
Di samping hukum pernikahannya tidak sah secara syariat, secara hukum negara pun tidak diakui.
Sebab semua agama di Indonesia melarang perkawinan beda agama. Status anak dan pola asuhnya pun tidak jelas, bagaimana membentuk anak yang sholih dan sholihat jika ibunya sendiri berbeda agama dengan ayahnya.
Padahal Islam sangat menganjurkan pembentukan keturunan yang sholih dengan memilihkan pasangan yang sholih dan sholihah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut ada 4 syarat ketika memilih perempuan untuk dinikahi. Beliau menegaskan dalam sabdanya:
“Perempuan dinikahi lantaran empat hal: yakni hartanya, garis keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka dapatkanlah wanita yang memiliki agama. Rugi engkau (bila tidak melaksanakan apa yang aku perintahkan) (HR. al-Bukhari).
Sahabat Muslim, jadi jelas ya bahwa pernikahan beda agama itu haram dan tidak ada hubungannya dengan toleransi beragama. Baik dalam hukum syariah maupun hukum negara, nikah beda agama itu dilarang.
Semoga kita selalu diberikan hidayah oleh Allah subhanahu wa taala untuk membedakan yang haq dan yang batil.[ind]
sumber: tanyasyariah.com