USTAZ saya ingin bertanya, ada seseorang wafat. Sebelum wafat, ikut arisan dan punya kewajiban atau utang arisan. Apakah arisan tersebut diteruskan oleh ahli waris? Ataukah menjadi utang yang segera harus dibayarkan lunas segera? Mohon penjelasan Ustaz.
Ustaz Dr. Oni Sahroni menjelaskan bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, kembali kepada perjanjian antar pengelola dan anggota arisan atau antara sesama anggota arisan.
Jika perjanjian tersebut berisi arisan harus dilanjutkan sampai akhir karena jika dibatalkan akan merugikan anggota arisan lainnya, maka keluarga almarhum sebagai ahli waris melanjutkan dengan membayar sisa kewajiban dari dana almarhum dan mengambil hak arisannya sesuai perjanjian dan dijadikan sebagai dana warisan.
Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
“Kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi).
Dan sebagaimana kaidah fikih:
الاِضْطِرَارُ لَا يُبْطِلُ حَقَّ الْغَيْرِ
“Kondisi darurat tidak berarti membatalkan hak orang lain.”
Kedua, tetapi jika kesepakatan atau perjanjian itu mengizinkan untuk tidak melanjutkan atau dibolehkan membatalkan karena tidak merugikan peserta arisan, maka referensinya adalah sesuai dengan maslahat keluarga (ahli waris).
1. Jika maslahatnya adalah dibatalkan, di mana pengelola dan peserta arisan setuju membatalkan, maka konsekuensinya adalah total dana yang telah dibayarkan itu diambil kembali sesuai dengan jumlah nominal yang telah dibayarkan merujuk kepada perjanjian qardh (utang piutang).
Sebagaimana pengertian dan ketentuan hukum qardh dalam fatwa DSN MUI No 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh dan Standar Syariah Internasional AAOIFI No 19 tentang Qardh.
Wafat Meninggalkan Arisan
Qardh adalah pinjaman kepada suatu pihak dengan ketentuan pihak tersebut wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada kreditur pada waktu yang telah disepakati sesuai dengan nominal pinjaman.
2. Jika tidak bisa dibatalkan, maka dilanjutkan. Selanjutnya, kewajiban arisan itu menjadi utang almarhum, sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa Sallam:
“Ruh seorang mukmin tergantung karena utangnya hingga dilunasi.” (HR. Tirmidzi).
Dan sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan. Rasulullah bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak.’
Lalu beliau menshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’
Baca juga: Jika Punya Utang Tapi Belum Bisa Bayar, Begini Cara Melunasinya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Shalatkanlah teman kalian itu!’ (beliau enggan menshalatkannya).
Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, Rasulullah.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Al-Bukhari dari Salamah bin al-Akwa’).
Sumber pembayaran arisan itu bisa dari harta almarum jika belum dibagikan sebagai warisan kepada ahli waris atau bisa dari dana lain seperti dana salah satu ahli waris dengan persetujuannya.
Kewajiban keluarga almarhum atau ahli waris adalah sebesar nominal yang akan diterima oleh almarhum dengan merujuk pada ketentuan qardh.[Sdz]