POLDA Metro Jaya menelusuri profil pelaku penembakan di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta. Diketahui pelaku penembakan bernama Mustofa NR ini berdomisili di Lampung.
Mustofa ingin mendapatkan pengakuan atas apa yang diyakininya, ia diduga mengaku sebagai wakil nabi.
Entah benar atau tidak motif pelaku penembakan itu, karena yang bersangkutan telah tewas, sehingga tak bisa ditelusuri lebih jauh lagi.
Namun, menurut mantan ketua umum MUI Prof DR Din Syamsuddin, tindakan tersebut merupakan bentuk kebencian terhadap Islam atau MUI. “Maka jelas Islamofobia itu ada dan nyata,” tegasnya.
Din menduga tindakan berupa penyerangan atau perusakan terhadap masjid/mushala atau tokoh Islam seperti yang terjadi di beberapa tempat terakhir sebagai tindakan sistematis dan tendensius.
Menurut Din, kejadian tersebut mengingatkan pada peristiwa tahun 1965. Saat itu, sering terjadi perusakan masjid dan mushala serta penyerangan terhadap ulama dan zuama.
Baca Juga: Kontroversi Shaf Shalat di Al Zaytun, Waketum MUI Angkat Bicara
Penembakan di Kantor MUI Bukti Islamofobia itu Nyata
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam artikel berjudul “Kebencian itu Nyata”, (3/5/2023) menulis, ia teringat saat melakukan perjalanan ke salah satu museum di Uzbekistan.
Terdapat diorama bagaimana Islam coba dilenyapkan dari negeri itu kala komunis Soviet menginvasi.
Ada diorama yang menggambarkan seorang ulama yang didudukkan di sebuah kursi dengan tangan terikat ke belakang dan sedang dipersekusi aparat.
Segala yang berbau syariat dilarang. Shalat, puasa, zakat, haji, tak ada lagi sama sekali. Masjid-masjid ditutup, dialihfungsikan sebagai klab malam, tempat bilyar, hingga kandang babi.
Bayi-bayi lahir tak boleh lagi menggunakan nama-nama Islam. Sebagai gantinya harus menggunakan nama-nama Rusia.
Hingga perlahan tapi pasti, Islam yang pernah menyinari negeri di mana Imam Bukhari, Al Khawarizmi, Ulugh Beg, hingga Imam Tirmidzi dilahirkan, lenyap seakan tak berbekas.
View this post on Instagram
Islamphobia bukanlah hal baru. Ketakutan akan agama yang hanif ini telah muncul sejak awal risalah dibawa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Apa yang dilakukan orang-orang Quraish adalah bentuk Islamphobia. Mereka takut datanganya agama baru ini akan menggusur semua privilege yang mereka miliki. Hilangnya kuasa hingga harta.
Zaman berganti, namun Islamphobia tak pernah berhenti. Bentuknya pun serupa, seakan de javu yang tiada akhirnya. Intimidasi, persekusi, hingga penyerangan secara fisik maupun verbal.
Bisa jadi komunisme sudah menjadi ide usang bagi generasi sosial media. Boleh jadi mereka telah bersalin rupa. Namun kebencian pada Islam itu nyata.[ind]