PADA 17 Desember tahun 1963, seorang Presiden Korea Selatan bernama Park Chung Hee dilantik. Ia mengawali lawatan luar negerinya ke Malaysia.
Park Chung Hee ke Malaysia bukan tanpa maksud. Ia ingin belajar rahasia di balik kesuksesan ekonomi Malaysia yang jauh melampaui Korsel saat itu.
Di Malaysia, Presiden Korsel itu diterima oleh Wakil Perdana Menteri, Tun Abdul Razak. Tun Abdul Razak menerima tamunya di ruang kerjanya.
Sebuah tulisan kaligrafi indah yang terpampang di ruang kerja Tun Abdul Razak begitu menarik perhatian Park Chung Hee. Sejenak ia mengamati makna di balik tulisan indah itu, tapi tak kunjung mengerti.
“Apa gerangan arti dari tulisan indah ini?” ujarnya dalam bahasa Inggris.
“Oh itu penggalan dari ayat suci Al-Qur’an, Surah Ar-Ra’d ayat 11. Artinya, Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mengubah keadaan jiwanya sendiri,” ungkap Tun Abdul Razak.
Ternyata, penggalan pendek ayat itu menjadi sesuatu yang sangat berarti untuk Park Chung Hee. Ia seperti mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi rakyat Korsel saat itu.
Terinspirasi dari ayat itu, Park Chung Hee langsung menerapkannya dalam sebuah program besar pemerintahannya. Program itu dinamakan Saemul Undong. Maknanya semacam semangat untuk berswadaya.
Dari program Saemul Undong itu, Park Chung Hee tidak lagi mengalokasikan anggaran belanja negaranya untuk para perusahaan infra struktur, dan perusahaan-perusahaan lain. Melainkan, anggaran diberikan langsung untuk rakyat.
Anggaran itu ditawarkan ke seluruh rakyat di daerah-daerah untuk membangun jalan, gedung, jembatan, dan lainnya. Tentu saja, hal itu disambut aneh oleh rakyat Korsel waktu itu.
“Bagaimana mungkin kami bisa melakukan semua itu?” ungkap rakyat.
Tapi karena dorongan dan stimulus pendanaan yang kuat dari sang presiden, dalam kurun waktu sembilan tahun, Korsel akhirnya mampu membangun semua yang awalnya tidak mungkin itu.
Dan saat ini, karena terobosan dari Park Chung Hee yang terinspirasi dari penggalan ayat Surah Ar-Ra’d itu, Korsel telah melakukan lompatan luar biasa. Bahkan, negeri ginseng itu sudah lebih maju dari gurunya, Malaysia.
**
Sekitar sepuluh persen isi Al-Qur’an tentang ibadah. Lima belas persennya tentang balasan surga dan neraka. Dan, sekitar tujuh puluh lima persennya berisikan kisah.
Kisah-kisah itu diulang-ulang dalam sudut pandang yang berbeda. Dan hal itu menjadikan kisah penuh hikmah itu menjadi utuh sebagai pedoman yang begitu mudah dipahami dan diamalkan.
Sehingga, kita menyimak Al-Qur’an bukan sebagai sebuah kitab hukum yang sarat dengan kalimat-kalimat baku yang membosankan. Melainkan seperti sebuah kumpulan kisah yang enak dicerna dan selalu hidup untuk dimaknai di sepanjang zaman.
Kalau hanya dari penggalan ayat saja, Korea Selatan bisa mengambil pelajaran yang begitu berharga, apatah lagi kita yang satu kitab penuh ada di lemari-lemari buku rumah kita.
Atau boleh jadi, ada yang salah bagaimana kita memperlakukan Al-Qur’an. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)…” (QS. Al-Baqarah: 185) [Mh]