THAWAF ifadhah termasuk salah satu rukun haji. Menurut Syafi ́i dan Ahmad waktu mengerjakannya mulai dari seperdua malam di malam nahar dan tidak ada batas waktu penghabisan selama masih dalam bulan Dzulhijah.
Tidak wajib menta ́khirkannya hingga hari-hari tasyriq. Bagi wanita melakukan thawaf ifadhah pada hari nahar itulah yang lebih afdhol, karena dikhawatirkan masa haidnya tiba.
Baca juga: Ketahui Nama Lain Thawaf Qudum dan ‘Umrah
Thawaf Ifadhah Salah Satu Rukun Haji
Datang haid sebelum thawaf ifadhah. Terkadang terjadi seorang wanita datang haid sebelum melakukan thawaf ifadhah. Jika wanita tersebut dapat tinggal di Mekkah sampai suci maka tidak ada persoalan. Tapi jika jadwal mengharuskan berangkat maka para fuqaha berbeda-beda pendapat :
Ibnu ́Umar: Karena thawaf ifadhah merupakan rukun dan tanpa melakukannya haji menjadi batal, maka tidak menjadi halangan bila wanita yang bersangkutan menggunakan obat untuk menahan agar haid tidak segara datang. Bahkan dia menunjukkan obatnya yaitu air remasan daun arak.
Ulama-ulama Syafi ́iyah, Malik dan Ahmad: Wanita dapat menahan darah haidnya satu atau dua hari, kesucian dengan cara seperti itu dapat diakui. Jadi wanita dapat mengatur menstruasinya sehingga tetap suci dan dapat melakukan thawaf.
Ulama-ulama Hanafiyah dan satu riwayat dari Ahmad: Siapa yang tidak berhenti haidnya, dia boleh thawaf dan thawafnya sah. Tetapi dia wajib membayar dam yaitu menyembelih seekor unta atau sapi yang gemuk usia lima tahun, karena masuk masjid dalam keadaan haid.
Maliki: Sekelompok pengikut Malik berpendapat, sesungguhnya thawaf qudum sudah memadai untuk menggantikan thawaf ifadhah. Pendapat ini bertentangan dengan jumhur ulama. Semua pendapat itu dasarnya adalah ijtihad.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Ibnu Taimiyah: Dalam kasus seperti ini wanita yang haid adalah orang yang uzur. Uzur tidak dapat menggugurkan kewajiban melakukan thawaf ifadhah.
Karena itu dia boleh thawaf dalam keadaan haid. Dan tidak perlu membayar dam. Karena sesuatu yang ditinggal bukan karena lalai tidak perlu membayar dam. Lain halnya karena lupa atau karena jahil (bodoh). [Din]