ChanelMuslim.com – Wanita yang ditinggal wafat suaminya. Ustaz, izin bertanya. Bismillah. Bagaimanakah adab ziyarah kubur? Jika seorang istri suami meninggal, terkait masalah iddah, berapa waktunya? Apakah yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat masa iddah? Kewajiban dan haknya? Jazakumullahu khairan.
Baca Juga: Macam-macam Masa Iddah Muslimah
Wanita yang Ditinggal Wafat Suaminya
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Jawaban: Bismillahirrahmanirrahim. Wanita yang ditinggal wafat suaminya, mesti melewati masa ‘iddah dan ihdad (berkabung).
Masa iddahnya itu JIKA wanita sudah Menopause seperti kasus yang ditanyakan, adalah selama 3 bulan. (Lihat Ath Thalaq ayat 4)
Kalau wanita itu belum menopause, masa iddah karena suami wafat adalah 4 bulan 10 hari. (lihat Al Baqarah ayat 234)
Wanita yang mengalami masa ‘iddah dan ihdad WAJIB berdiam di rumah sejak suaminya wafat sampai selesai masa iddahnya, dan tidak boleh bersolek atau yang semisalnya. (Al Mausu’ ah, 2/104)
NAMUN, BOLEH KELUAR jika ADA KEPERLUAN yang tidak bisa diwakili orang lain..
Jika Wanita ‘Iddah Keluar Rumah Karena Ada Keperluan
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:
وللمعتدة الخروج في حوائجها نهارا , سواء كانت مطلقة أو متوفى عنها . لما روى جابر قال : طُلقت خالتي ثلاثا , فخرجت تجذّ نخلها , فلقيها رجل , فنهاها , فذكرت ذلك للنبي صلى الله عليه وسلم فقال : (اخرجي , فجذي نخلك , لعلك أن تصدّقي منه , أو تفعلي خيرا) رواه النسائي وأبو داود
Boleh bagi wanita ‘Iddah keluar rumah di siang hari jika ada keperluan, sama saja baik karena wafat atau dicerai.
Berdasarkan riwayat dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu:
Bibiku sudah diceraikan tiga hari lamanya, dia keluar rumah untuk memotong kurmanya, dia berjumpa seorang laki-laki dan laki-laki itu melarangnya keluar. Peristiwa itu diadukan ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi bersabda:
“KELUARLAH kamu, dan potonglah kurmamu, dan sedekahlah dengannya dan berbuat baiklah.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i)
(Al Mughni, 8/130)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah menjelaskan:
المرأة في عدة الوفاة لها أن تخرج من بيتها في النهار لقضاء حوائجها ، كالذهاب للطبيب ، ومتابعة الإجراءات الحكومية إذا لم يوجد من يقوم بها بدلا عنها ، وأما الليل فلا تخرج فيه إلا لضرورة .
Seorang wanita yang ditinggal wafat, dia BOLEH keluar rumah saat masa ‘iddahnya di siang hari untuk memenuhi keperluannya, seperti ke dokter, mengikuti aktivitas yang ditetapkan pemerintah, jika memang tidak didapatkan orang lain sebagai penggantinya. Ada pun di malam hari tidak boleh dia keluar, kecuali darurat.
(Fatawa Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 95297)
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah
الأصل: أن تحد المرأة في بيت زوجها الذي مات وهي فيه، ولا تخرج منه إلا لحاجة أو ضرورة؛ كمراجعة المستشفى عند المرض، وشراء حاجتها من السوق كالخبز ونحوه، إذا لم يكن لديها من يقوم بذلك
Pada dasarnya wanita yang sedang berkabung itu di rumah suaminya yang wafat dan dia tinggal di situ. Janganlah keluar kecuali ada keperluan dan mendesak. Seperti ke rumah sakit saat sakit, membeli kebutuhannya ke pasar, roti, dan lainnya, jika tidak ada orang lain yang menjalankannya.
(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 20/440)
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan:
فقد ذهب جمهور العلماء – ومنهم أئمة المذاهب الأربعة – إلى أن للحادة الخروج من منزلها في عدة الوفاة نهاراً إذا احتاجت إلى ذلك، كما أنه يجوز في الليل أيضا للحاجة عند جمهور الفقهاء، إلا أنها لا تبيت إلا في بيتها
Mayoritas ulama berpendapat – di antaranya adalah imam yang empat- bahwa wanita berkabung boleh keluar di siang hari dari rumahnya di waktu ‘Iddah karena wafatnya suami jika memang ada kebutuhan, sebagaimana dibolehkan juga keluar malam menurut mayoritas ahli fiqih jika ada kebutuhan, selama tidak sampai bermalam kecuali di rumahnya.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 262162)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]