• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Kamis, 11 Desember, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Pesantren 4.0: Teknologi Sudah Canggih, Tapi Pintu Masih Tertutup untuk Santri Neurodivergen

Desember 10, 2025
in Berita
Pesantren 4.0: Teknologi Sudah Canggih, Tapi Pintu Masih Tertutup untuk Santri Neurodivergen

Ilustrasi: pixabay

66
SHARES
511
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
ADVERTISEMENT

PESANTREN 4.0, teknologi canggih tapi tidak ada santri neurodivergen, ditulis oleh Nur Hidayat*.

Pertanyaan yang terus mengganggu saya ketika mengunjungi pesantren teknologi: siapa yang tidak ada di sana?

Di salah satu pesantren teknologi di Indonesia, laboratorium, kelas coding, dan platform digital untuk menghafal Al-Qur’an. Tapi ada yang aneh. Di tengah kemajuan teknologi itu, saya tidak melihat satu pun santri dengan profil neurodivergen, padahal justru merekalah yang sering memiliki bakat luar biasa di bidang yang menjadi spesialisasi pesantren ini.

Selama riset lapangan, saya melakukan wawancara mendalam dengan kepala pesantren, guru, santri, dan orang tua, sebagian via komunikasi daring ketika kepala sekolah mengirimkan pertanyaan terstruktur. Dari situ saya membangun satu skenario hipotetis untuk menguji inklusivitas mereka.

Saya menyusun pertanyaan: “Bayangkan ada calon santri spektrum autisme tingkat tinggi yang sudah menjuarai olimpiade robotika nasional. Apakah pesantren ini akan menerimanya?”

Jawaban kepala pesantren jujur sekaligus menyakitkan:
“Kami sangat mengagumi bakatnya. Tapi kami belum punya guru pendamping khusus, belum ada ruang sensory, dan sistem asrama 24 jam kami belum siap kalau ada santri yang kadang butuh waktu sendiri atau stimulasi berbeda. Kami takut malah menyusahkan anak itu.”

Dia menambahkan: “Kami terbuka kok, Bu. Tapi realitasnya belum mampu.”

Baca juga: Santri Film Festival Resmi Dibuka, Ratusan Pesantren Bergerak dalam Satu Semangat Berkarya

Ketika Viral Bukan Cuma Angka

Itu bukan satu-satunya cerita. Pada Agustus 2025, sebuah cuitan di platform X viral dengan puluhan ribu views. Isinya: seorang siswa diduga berkebutuhan khusus (seperti ADHD atau autisme) hampir dikeluarkan dari sekolah karena “mengganggu”, namun orang tua ragu memindahkannya ke pesantren karena takut hal serupa terulang. Alasan klasik: khawatir anak tersebut “mengganggu teman-temannya di asrama”.

Di kolom balasan, ratusan orang tua berbagi pengalaman serupa, penolakan dari institusi pendidikan, termasuk pesantren teknologi yang seharusnya lebih adaptif. Bukan hanya pesantren salaf, bahkan pesantren “modern” yang bangga dengan label teknologinya.

Data yang Menyakitkan

Kementerian Agama per Oktober 2025 mencatat 42.391 pesantren aktif di Indonesia. Dari jumlah itu, pesantren yang memiliki program inklusif terstruktur untuk anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, berdasarkan berbagai laporan dan riset lapangan, diperkirakan tidak lebih dari beberapa puluh pesantren dari puluhan ribu yang ada.

Pesantren teknologi, yang jumlahnya terus bertambah pesat, justru termasuk yang paling minim fasilitas pendukungnya: tidak ada GPK (guru pendamping khusus), tidak ada protokol asesmen, tidak ada quiet room, infrastruktur tidak aksesibel.

Pesantren 4.0: Teknologi Sudah Canggih, Tapi Pintu Masih Tertutup untuk Santri Neurodivergen

Ironisnya, secara ilmiah, anak neurodivergen sering kali unggul di bidang yang jadi spesialisasi pesantren teknologi.

Simon Baron-Cohen, profesor psikologi perkembangan di University of Cambridge yang meneliti autisme selama puluhan tahun, membuktikan melalui teori “empathizing-systemizing” (2003) dan “hypersystemizing” bahwa individu dengan autisme cenderung memiliki kemampuan luar biasa dalam pemikiran sistematis, logika komputasional, dan pengenalan pola, persis kompetensi inti untuk coding, robotika, dan AI. Banyak engineer Silicon Valley berada di spektrum ini.
Di Indonesia, talenta itu kita buang.

Realitas di Lapangan: Antara Bakat dan Penolakan

Dalam riset ini, beberapa cerita orang tua muncul berulang kali dengan pola yang sama:
• Seorang anak ADHD di SD dianggap “bermasalah” karena tidak bisa konsentrasi, sering nyoret-nyoret buku sebagai coping mechanism, dan menangis karena lingkungan ramai, padahal unggul di pelajaran lain jika diberi penyesuaian.

• Seorang ayah (cerita viral Oktober 2025) menulis: “Anak saya autis, juara 2 lomba robotika nasional SMP. Tapi ditolak pesantren teknologi karena ‘belum siap menangani anak spesial’. Akhirnya masuk pesantren biasa, bakatnya mati.”

Di pesantren teknologi, kasus serupa bisa lebih parah karena asrama 24 jam tanpa dukungan, santri yang butuh ruang tenang, rutinitas terstruktur, atau sensory break tidak punya tempat berlindung.

Ini Bukan Soal Niat Buruk

Para pengasuh pesantren yang saya temui selama riset selalu ramah, terbuka, dan tulus ingin berbuat baik. Mereka hanya terkendala sistem: dana terbatas, guru belum terlatih, paradigma lama yang masih mengutamakan keseragaman.

Padahal solusinya sederhana dan murah:

1. Latih 2–3 Guru per Pesantren

Tentang autisme dan ADHD, bisa gratis lewat psikolog kampus setempat via program pengabdian masyarakat.

2. Buat Satu Ruang Tenang di Asrama

Gunakan teknologi yang sudah ada jadi assistive tools: visual schedule, noise-cancelling headphone, text-to-speech. Tidak perlu ruang mewah, cukup sudut yang tenang.

3. Ubah Formulir Pendaftaran

Tambahkan kolom: “Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak Anda?” bukan “Apakah anak Anda akan mengganggu?”
Satu perubahan kalimat itu mengubah perspektif dari eksklusif menjadi inklusif.

Pilihan Ada di Tangan Kita

Pesantren teknologi sedang menulis sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Mereka bisa jadi pelopor yang benar-benar merangkul semua anak, termasuk yang otaknya “berkabel berbeda” tapi bakatnya luar biasa.

Atau mereka hanya akan jadi versi modern dari institusi eksklusif: robotnya canggih, tapi pintunya masih sempit.
Pilihan ada di tangan kita sekarang.[ind]

*Penulis: Nur Hidayat (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar)

Tags: Pesantren 4.0: Teknologi Sudah CanggihTapi Pintu Masih Tertutup untuk Santri Neurodivergen
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
Previous Post

Kebakaran Gedung Terra Drone dan Korban Tewas yang Hamil Tua

  • Kebakaran Gedung Terra Drone dan Korban Tewas yang Hamil Tua

    Kebakaran Gedung Terra Drone dan Korban Tewas yang Hamil Tua

    71 shares
    Share 28 Tweet 18
  • Keragaman Modest Wear dengan Wastra dan Konsep Sustainability di Panggung SPOTLIGHT Indonesia 2023 Culture: Then and Now

    88 shares
    Share 35 Tweet 22
  • Cara Mendapatkan Syafaat di Hari Kiamat

    139 shares
    Share 56 Tweet 35
  • Doa Ibu yang Mengubah Nasib Anak

    3264 shares
    Share 1306 Tweet 816
  • Kafe Sastra Balai Pustaka, Tempat Artis Nongkrong untuk Membaca

    149 shares
    Share 60 Tweet 37
  • Muslim LifeFair 2025 Sukses Digelar di JICC, Hadirkan Ratusan Industri Halal

    67 shares
    Share 27 Tweet 17
  • Beri Bantuan Biaya Kuliah, Sultan HB X Minta Data Mahasiswa Asal Aceh, Sumbar dan Sumut ke Perguruan Tinggi di DIY

    67 shares
    Share 27 Tweet 17
  • 124 Nama Sahabiyat untuk Bayi Perempuan

    7695 shares
    Share 3078 Tweet 1924
  • 4 Macam Mad Lazim, Berikut Ini Pengertian dan Contohnya

    5199 shares
    Share 2080 Tweet 1300
  • Pesantren 4.0: Teknologi Sudah Canggih, Tapi Pintu Masih Tertutup untuk Santri Neurodivergen

    66 shares
    Share 26 Tweet 17
Chanelmuslim.com

© 1997 - 2025 ChanelMuslim - Media Online Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2025 ChanelMuslim - Media Online Pendidikan dan Keluarga