SAYA melakukan onani saat berpuasa Ramadan, setidaknya ada 75 hari saya beronani (4 tahun yang lalu) ketika puasa. Bagaimana cara mengqodhonya dan apakah ada denda? Saya masih pelajar sehingga belum berpenghasilan untuk membayar jika ada denda. Hamba Allah, Bekasi.
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa onani termasuk pembatal puasa dan wajib qadha. Ini kesepakatan para ulama, kecuali mazhab zhahiri.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
سواء، أكان سببه تقبيل الرجل لزوجته أو ضمها إليه، أو كان باليد، فهذا يبطل الصوم، ويوجب القضاء.
“Sama saja sebabnya apakah karena mencium istri, memeluknya, atau dengan tangan (istimna’- onani), maka ini membatalkan puasa dan wajib qadha.” (Fiqhus Sunnah, 1/466)
Dalam Al Mausu’ah disebutkan hal ini tidak ada perbedaan pendapat:
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي أَنَّ إِنْزَال الْمَنِيِّ بِاللَّمْسِ أَوِ الْمُعَانَقَةِ أَوِ الْقُبْلَةِ يُفْسِدُ الصَّوْمَ؛ لأِنَّهُ إِنْزَالٌ بِمُبَاشَرَةٍ فَأَشْبَهَ الإْنزَال بِالْجِمَاعِ دُونَ الْفَرْجِ
“Tidak ada perbedaan pendapat ahli fiqih bahwa keluarnya mani karena bersentuhan, atau berpelukan, atau berciuman, adalah membatalkan puasa. Sebab kelurnya mani dengan mubasyarah (cumbu) serupa dengan keluar mani karena jima’ selain kemaluan.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 26/268)
Sementara mazhab zhahiri, mengatakan itu tidak batal dan tidak qadha. (Al Muhalla, 4/335)
Baca Juga: Hukum Onani dalam Islam
Onani saat Berpuasa
Maka, wajib bagi Anda untuk bertobat kepada Allah Ta’ala, lalu meng-qadha sebanyak hari yang batal puasanya itu.
Hendaknya hal itu disegerakan, boleh dicicil dan tidak ada masalah dilakukan di hari-hari terlarang seperti Jumat, atau Sabtu, karena ini ada sebabnya.
Lalu, mayoritas ulama mengatakan jika kejadiannya sudah melewati Ramadan berikutnya, dan tertundanya itu karena malas, maka bukan hanya qadha tapi juga fidyah.
Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubeir, Malik, Al Awza’i, Ats Tsauri, Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Atha’ bin Abi Rabah, Al Qasim bin Muhammad, Az Zuhri.
Hanya saja Ats Tsauri mengatakan 2 mud untuk masing-masing hari yang ditinggalkan.
Ada pun Al Hasan Al Bashri, Ibrahim an Nakha’i, Abu Hanifah, Al Muzani, Daud Azh Zhahiri, mengatakan qadha saja, tanpa fidyah.
Jika menunda qadha-nya ada uzur syar’i, misalnya sakit yang menahun, atau hamil, dan lainnya, maka qadha saja tanpa fidyah.
(Lihat Al Mausu’ah Masaail Al Jumhur, jilid. 1, hlm. 321. Lihat juga Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid. 3, hlm. 108)
Demikian. Wallahu a’lam. Wa Shallallahu’ ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.[ind]