ChanelMuslim.com – Assalamualaikum, Ustaz, saya mau nanya apakah makan, minum, merokok itu tidak atau dapat membatalkan wudhu? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Oleh: Ustaz Slamet Setiawan
Jawaban: Apakah makan bisa membatalkan wudhu? Ada beberapa rincian tentang hukum ini.
Baca Juga: Tertidur Bagaimana yang Membatalkan Wudhu?
Makan, Minum, Merokok Membatalkan Wudhu?
Pertama, makan daging onta. Ada hadis yang menegaskan bahwa orang yang makan daging onta, disyariatkan untuk berwudhu.
Di antaranya hadis dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Apakah saya harus berwudhu karena makan daging kambing?” Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إن شئت فتوضأ، وإن شئت فلا تتوضأ
“Kalau kamu mau boleh wudhu, boleh juga tidak wudhu”.
Kemudian dia bertanya lagi, “Apakah saya harus berwudhu karena makan daging onta?” Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ
“Ya, berwudhulah karena makan daging onta.” (HR. Ahmad 21358, Muslim 828, dan yang lainnya).
Apakah membatalkan wudhu?
Ulama berbeda pendapat tentang hukum makan daging onta, apakah membatalkan wudhu ataukah tidak.
An-Nawawi menyebutkan,
فاختلف العلماء في أكل لحوم الجزور وذهب الاكثرون إلى أنه لاينقض الوضوء ممن ذهب إليه الخلفاء الأربعة الراشدون… وذهب إلى انتقاض الوضوء به أحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه ويحيى بن يحيى وأبو بكر بن المنذر وبن خزيمة واختاره الحافظ أبو بكر البيهقي
Ulama berbeda pendapat tentang status makan daging onta, apakah membatalkan wudhu ataukah tidak. Mayoritas ulama berpendapat, makan daging onta tidak membatalkan wudhu.
Di antara yang berpendapat demikian adalah empat khulafa’ Rasyidin. Sementara ulama yang berpendapat makan daging onta membatalkan wudhu, diantaranya Imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, Yahya bin Yahya, Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hafidz al-Baihaqi as-Syafii. (Syarh Shahih Muslim, 4/48).
An-Nawawi juga menyebutkan sejumlah sahabat yang berpendapat bahwa makan daging onta bisa membatalkan wudhu.
InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat kedua, bahwa makan daging onta bisa membatalkan wudhu, sebagaimana dinyatakan dalam hadis Jabir bin Samurah di atas.
Kedua, makan makanan yang dimasak
Ada beberapa hadis yang memberikan kesimpulan hukum berbeda terkait makan makanan yang dimasak. Apakah membatalkan wudhu ataukah tidak. Kita akan simak hadisnya masing-masing.
Pertama, hadis yang mewajibkan wudhu karena makan makanan yang dimasak.
Hadis dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوُضُوءُ مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Harus wudhu karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Muslim 814)
Keterangan: Yang dimaksud makanan tersentuh api adalah makanan yang dimasak, dengan cara apapun. (Mur’atul Mafatih, 2/22).
Kemudian hadis dari Ibrahim bin Abdillah bin Qaridz, bahwa beliau pernah melewati Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang sedang berwudhu.
Lalu, Abu Hurairah bertanya, ‘Tahu kenapa saya berwudhu? Karena saya baru saja makan keju. Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Berwudhulah karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Ahmad 7819, Muslim 815, yang lainnya).
Selanjutnya, kita sebutkan hadis yang kedua, yang tidak menganjurkan wudhu setelah makan.
Hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma,
قَرَّبْتُ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- خُبْزًا وَلَحْمًا فَأَكَلَ ثُمَّ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ بِهِ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ دَعَا بِفَضْلِ طَعَامِهِ فَأَكَلَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
Saya pernah menghidangkan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepotong roti dan daging lalu beliau memakannya. Kemudian beliau minta dibawakan air, lalu beliau wudhu dan shalat dzuhur.
Lalu, beliau meminta dibawakan sisa makananya tadi, lalu beliau memakannya, kemudian beliau shalat (sunah) tanpa berwudhu. (HR. Abu Daud 191 dan dishahihkan al-Albani).
Hadis dari Amr bin Umayyah Radhiyallahu ‘anhu, beliau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong daging kambing dengan pisau untuk dimakan.
Setelah itu, datang waktu shalat. Lalu beliau letakkan pisau itu, kemudian shalat tanpa berwudhu. (HR. Bukhari 208 & Muslim 820)
Sementara itu, keterangan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma,
كَانَ آخِرُ الأَمْرَيْنِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَرْكَ الْوُضُوءِ مِمَّا غَيَّرَتِ النَّارُ
Aturan terakhir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak berwudhu karena makan makanan yang dimasak. (HR. Abu Daud 192, Nasai 185, Ibnu Hibban 1134 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Apakah membatalkan wudhu?
Ulama berbeda pendapat dalam memahami dua hadis di atas. Sebagian mengkompromikan kedua hadis itu. Dan mereka berpendapat bahwa hadis yang memerintahkan untuk berwudhu karena makan makanan yang dimasak dipahami sebagai perintah anjuran sehingga makan makanan yang dimasak tidak membatalkan wudhu, namun dianjurkan untuk wudhu. (Fiqh Sunah, Sayid Sabiq, 1/59).
Ada juga yang memahami bahwa hadis Jabir menjadi nasikh (menghapus hukum) hadis yang memerintahkan wudhu karena makan makanan yang dimasak.
At-Turmudzi dalam Sunannya setelah menyebutkan hadis Jabir, beliau mengatakan,
والعمل على هذا عند أكثر أهل العلم من أصحاب النبى -صلى الله عليه وسلم- والتابعين ومن بعدهم مثل سفيان الثورى وابن المبارك والشافعى وأحمد وإسحاق رأوا ترك الوضوء مما مست النار. وهذا آخر الأمرين من رسول الله -صلى الله عليه وسلم-. وكأن هذا الحديث ناسخ للحديث الأول حديث الوضوء مما مست النار
Inilah yang diamalkan oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in dan generasi setelahnya. Seperti Sufyan at-Tsauri, Ibnul Mubarok, as-Syafii, Ahmad, Ishaq.
Mereka berpendapat tidak perlu wudhu karena makan makanan yang dimasak. Itulah hukum terakhir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seolah ini adalah hadis yang menghapus hukum untuk hadis pertama, yaitu hadis perintah wudhu karena makan makanan yang dimasak. (Jami’ at-Turmudzi, 1/140).
InsyaaAllah pendapat kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran.
Ketiga, selain jenis makanan di atas
Selain onta dan makanan yang dimasak, seperti buah-buahan, atau makanan yang dimakan tanpa dimasak, tidak ada kewajiban berwudhu. Karena hukum asal bukan pembatal wudhu, kecuali ada dalil bahwa itu membatalkan wudhu.
Sedangkan merokok, para ulama memfatwakan bahwa rokok bukan termasuk pembatal wudhu. Sebagaimana makan dan minum tidak membatalkan wudhu. Demikian keterangan Imam Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa dan Risalah beliau jilid kesepuluh. Hal yang sama juga ditegaskan dalam Fatawa Syabakah Islamimiyah, dalam fatwa no. 31004 dinyatakan:
فالتدخين لا ينقض الوضوء ولا يعلم في ذلك خلاف
“Merokok, tidak membatalkan wudhu. Tidak diketahui adanya perselisihan dalam hal ini.”
Namun ada satu hal yang lebih penting untuk kita perhatikan. Semua orang sepakat bahwa rokok meninggalkan aroma tidak sedap di mulut. Tidak hanya orang lain, bahkan para perokok sendiri mengakui demikian.
Anda bisa buktikan dengan banyaknya wanita yang mengeluh karena dia memiliki suami perokok. Setidaknya, keberadaan rokok di keluarga itu telah mengurangi romantisme suami istri.
Dari sisi medis juga, semua sepakat bahwa merokok memiliki banyak efek negatif bagi kesehatan daripada manfaatnya. Maka kami sangat menganjurkan untuk meninggalkan kebiasaan merokok, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari ‘Amru bin Yahya Al Muzani dari Bapaknya bahwa Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh membuat kemudharatan pada diri sendiri dan membuat kemudharatan pada orang lain.” (HR. Malik no. 1234, Ibnu Majah no. 2331). Demikian. Wallahu a’lam. [ind]