ChanelMuslim.com – Hukum bertransaksi dengan mata uang kripto bagian kedua ini ditulis oleh Ustaz Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T. pada 23 Oktober 2021.
Sejumlah ulama dan peneliti telah meneliti hukum mata uang ini. Akan tetapi, mayoritas ulama dan peneliti yang saya teliti pendapatnya membatasi pembahasan mereka hanya pada satu aspek.
Aspek terpenting dari kasus ini, yang menjadi inti artikel ini, belum tersentuh.
Mayoritas peneliti membahas status mata uang kripto ini, apakah ia merupakan “harta (ماليَّة)” atau “uang (نَقديَّة)”; dan mereka menetapkan ketentuan-ketentuan yang lain berdasarkan penilaian apakah status mata uang kripto ini uang atau tidak.
Di antaranya adalah legalitas bertransaksi menggunakan mata uang kripto sebagai uang, berlakunya riba pada mata uang kripto, dan kewajiban zakat pada mata uang kripto sebagaimana ketentuan tersebut berlaku pada emas, perak, dan mata uang kertas.
Sebagian peneliti menyampaikan bahwa fluktuasi nilai mata uang kripto serupa dengan judi yang diharamkan agama.
Sebagian peneliti mengindikasikan ia mudah dipalsukan menjadi bentuk apa pun sehingga berujung pada pengharaman.
Peneliti yang lain menyebutkan bahwa mata uang kripto bisa digunakan dalam praktik penyelundupan dan tindak kejahatan internasional.
Oleh karena itu, bertransaksi menggunakannya adalah hal yang terlarang. Sebagian besar hal ini merupakan sebab eksternal yang bisa mempengaruhi hukum mata uang kripto, meskipun bukan alasan utama yang mempengaruhinya.
Baca Juga: Penjelasan MUI tentang Hukum Cryptocurrency
Hukum Bertransaksi dengan Mata Uang Kripto
Sejumlah ulama bersikap abstain dalam menetapkan hukumnya. Bukan tanpa alasan, tapi karena mereka bersikap abstain dalam menilai apakah mata uang kripto ini berstatus uang.
Oleh karena itu, mereka sampai pada kesimpulan bahwa jika mata uang kripto ini berlaku sebagaimana mata uang kertas yang diakui oleh seluruh atau mayoritas negara di dunia; dan penggunaannya dalam transaksi tunduk pada peraturan dan ketentuan yang mampu mencegah terjadinya kecurangan (fraud), maka di saat itulah bertransaksi dengan menggunakan mata uang kripto diperbolehkan.
Beberapa peneliti yang merupakan pakar di bidang ekonomi memberikan uraian terperinci terkait hukum mata uang kripto.
Mereka menyampaikan bahwa mata uang kripto yang berstandarkan emas atau harta fisik yang lain, boleh jadi hukumnya diperbolehkan.
Sayangnya mereka tidak mengangkat dan menyorot isu standar emas (غِطاءِ الذَّهبِ) dan dampaknya bagi perekonomian dunia, sehingga permasalahan ini menjadi salah satu aspek terpenting dari proses penelitian hukumnya.
Baca Juga: Hukum Bertransaksi Menggunakan Mata Uang Kripto (Cryptocurrency) (bag.1)
Prinsip dan Kemunculan Mata Uang Kripto
Sebelum membicarakan status mata uang kripto, apakah ia merupakan harta atau bukan; dan agar kita mampu memahami standar emas dan dampaknya terhadap hukum bertransaksi menggunakan mata uang kripto, kita harus merenungkan prinsip dan bagaimana kemunculannya.
Dengan merenungkan, kita dapat memahami bahwa seluruh bentuk mata uang ini muncul dari ketiadaan.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, ia hanyalah angka atau terkadang berupa bentuk digital yang ditulis, dirumuskan, dan diprogram oleh pengguna komputer.
Dengan demikian, sama sekali ia tidak memiliki aset yang berwujud, tidak pula ada materi yang dikeluarkan darinya.
Tak ada biaya nyata yang diperlukan untuk menerbitkannya selain listrik yang dikonsumsi untuk mengoperasikan komputer dan waktu yang dialokasikan oleh pemrogram dalam mencatatnya.
Dengan kata lain kita bisa menyatakan bahwa mata uang jenis ini termasuk mata uang atau uang yang diciptakan dari ketiadaan.
Hal ini membawa memori kita ke belakang, untuk menyegarkan ingatan perihal kondisi uang kertas setelah tidak lagi memiliki keterikatan dengan emas; yang diinisiasi oleh kebijakan yang dicetuskan oleh Amerika Serikat tahun 1971 dan dikenal dengan Nixon Shock (صدْمةِ نِيكسون).
Dahulu mata uang kertas berstandarkan emas hingga saat itu. Atau kita bisa menyatakan, uang kertas adalah istilah bagi bukti kepemilikan sejumlah emas.
Oleh karena itu, di atas mata uang itu biasanya tertulis pernyataan yang mengindikasikan bahwa negara penerbit mampu menjamin penyerahan emas kepada pemegang mata uang kertas, yang nilainya setara dengan nilai mata uang kertas tersebut.
Tatkala Amerika Serikat mengakhiri keterikatan mata uang kertas dengan emas, emas tak lagi menjadi standar bagi mata uang dolar.
Negara lain pun akhirnya menjalankan pola kebijakan yang sama. Hal ini berarti bahwa negara mampu membuat harta dari ketiadaan selain kertas yang dicetak dan memang itulah yang sebenarnya terjadi.
Akhirnya, negara mencetak mata uangnya di atas kertas tanpa memiliki standar apa pun berupa emas, perak, atau harta yang lain.
Banyak ekonom Barat telah berbicara perihal transformasi ini. Mereka menganggap transformasi ini termasuk peristiwa ekonomi terbesar di dunia.
Beberapa dari mereka turut mengemukakan sejumlah bahayanya, namun karena transformasi tersebut merupakan kebijakan Amerika Serikat, pandangan sebagian besar orang tertutup sehingga tidak mampu melihat bahaya yang timbul.
Ia melemahkan suara ekonom Barat yang sangat memahami bahayanya. Hal yang juga menyedihkan adalah lenyapnya suara ahli fikih dan ekonom Islam, apalagi suara umat Islam seperti yang direpresentasikan oleh negara Islam.
Tidak berlebihan kiranya jika saya menyatakan bahwa transformasi ini dapat dianggap sebagai sumber penderitaan yang mengakibatkan seluruh dunia mengalami berbagai permasalahan ekonomi.
Saya belum menemukan, sebatas penelitian sederhana yang saya lakukan, pihak yang menyingkap hakikat bahaya transformasi tersebut dan hubungannya dengan segelintir konglomerat dan orang yang berkuasa terhadap perekonomian dunia.
Demikian pula belum ada pihak yang menyingkap hubungan transformasi tersebut dengan seluruh permasalahan ekonomi yang menimpa dunia.
Hal ini adalah upaya untuk menjelaskan hakikat kebijakan tersebut dan bahayanya; kemudian hubungannya dengan apa yang dikenal saat ini dengan mata uang digital terenkripsi (mata uang kripto).
Pada kenyataannya, kebijakan ini dianggap membuka pintu peluang aktivitas yang dikenal dengan nama “creation of money”, menciptakan uang dari ketiadaaan, yang berjalan dalam sejumlah bentuk di antaranya adalah peningkatan pasokan uang dari berulangnya aktivitas kredit.
Segala hal ini takkan terjadi apabila mata uang kertas merupakan bukti kepemilikan riil yang memiliki keterikatan dengan emas, perak, harta riil yang lain sebagai kompensasi.
Pencetakan mata uang dolar yang dianggap sebagai mata uang yang kuat, bahkan yang terkuat saat ini, untuk dipergunakan dalam perdagangan hanyalah menciptakan uang dari ketiadaan.
Maka, sangat memungkinkan untuk mengkreasi mata uang dolar dari ketiadaan karena ia bukanlah bukti kepemilikan sejumlah emas; bahkan bukan pula dianggap sebagai bukti kepemilikan sejumlah harta riil yang lain.
Atau dengan kata lain tak ada lagi keterikatan antara mata uang dolar dan emas atau harta riil. Ini satu persoalan.
Adapun perintah negara atau ketetapan negara kepada warga negaranya untuk menyetujui mata uang yang diterbitkan negara sebagai uang yang dipergunakan dalam transaksi jual-beli; dan menerimanya sebagai kompensasi dan pembayaran, merupakan persoalan yang lain.
Dengan demikian, negara-negara di dunia mampu menciptakan harta dari ketiadaan; sehingga mereka pun memiliki kebebasan tak terbatas untuk memiliki emas dan perak.
Bahkan mampu untuk merekayasa emas dan perak yang spesifik dari ketiadaan yang tak seorang pun bisa mempertanggungjawabkannya.
Setiap kali kekuatan militer dan politik suatu negara menguat, menguat pula kekuatan mata uangnya.
Demikian pula, segelintir orang yang berkuasa mampu mendominasi ekonomi dunia melalui uang imajiner sehingga mengambil keuntungan dari hal itu untuk memperkuat kekuatan dan kekuasaannya.
Adapun negara-negara yang lemah, mata uang yang dihasilkannya adalah mata uang yang lemah, tak memiliki kekuatan apa pun kecuali melalui keterikatannya dengan mata uang dolar.
Bahkan meskipun negara itu adalah negara yang kaya akan sumber daya alam berupa emas dan perak; sementara dolar itu sendiri tak memiliki kapital dan standar yang riil.
Baca Juga: Pameran di Abu Dhabi Mengungkap Sejarah Panjang Kekayaan Mata Uang Koin Islam
Praktik Penciptaan Uang
Salah satu indikator terpenting yang menunjukkan perbedaan utama antara status mata uang kertas sebagai bukti kepemilikan riil, baik emas, perak, atau harta riil yang lain;
dan statusnya sebagai mata uang kertas yang diakui negara penerbitnya sebagai alat pembayaran adalah terjadinya inflasi, yaitu peningkatan jumlah uang yang beredar versus jumlah barang yang harus direpresentasikannya.
Jika uang merupakan bukti kepemilikan yang riil untuk harta yang riil, inflasi itu takkan terjadi.
Sebagaimana telah diketahui bersama inflasi adalah salah satu permasalahan ekonomi terbesar yang dialami oleh negara-negara di dunia, khususnya negara-negara yang lemah, walaupun mereka memiliki aset penting berupa emas alam.
Orang yang merenungkan semangat syariat Islam yang tinggi dalam menetapkan ketentuan serah-terima (التقابُضِ) di majelis akad, khususnya jika yang dipertukarkan adalah uang dengan uang, akan menemukan salah satu mukjizat dari sekian mukjizat syariat Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda dalam sebuah hadis populer yang dinilai sebagai hadis utama dalam topik riba,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ؛ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum merah (burr) ditukar dengan gandum, gandum putih (sya’ir) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam; takaran/timbangannya sama dan dipertukarkan secara tunai. Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan kalian menjualnya sesuka hati, namun harus dilakukan secara tunai.”
Berdasarkan apa yang dinyatakan oleh hadis di atas, maka kriteria sepadan dan sejenis (tamatsul) akan mencegah praktik riba, sedangkan kriteria serah-terima secara tunai akan mencegah praktik penciptaan uang.
Kedua praktik ini, yaitu riba dan penciptaan uang, memiliki keterkaitan yang erat satu sama lain.
Serah-terima yang mampu mencegah praktik riba dan penciptaan uang tidak akan terwujud kecuali jika mata uang yang dipertukarkan bersifat riil.
Dengan demikian, praktik riba dan penciptaan uang merupakan landasan kehancuran dan beragam permasalahan ekonomi dunia.
Ia merupakan sebab hilangnya keseimbangan yang menjadi dasar Allah menciptakan alam semesta dan mendistribusikan rezeki.
Allah menganugerahi sebagian negara dengan kekayaan alam berupa emas, sedangkan negara lain dianugerahi dengan kekayaan alam selain emas.
Jika emas dan perak, atau bahkan uang, dikreasi dari ketiadaan, maka rusaklah keseimbangan yang merupakan keadilan ilahi ini.
Keadilan itu tergantikan oleh kezaliman yang dilakukan pihak yang kuat dan tidak beriman kepada Allah, yang akan menentang kekuasaan-Nya.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. al-Alaq: 6-7)
Penciptaan uang memberikan kesempatan untuk mewujudkan uang imajiner yang tidak memiliki standar apa pun.
Bahkan, sebagaimana halnya dengan mata uang terenkripsi, beberapa pihak yang memiliki keterampilan menciptakan uang mampu memperoleh kekayaan dan bahkan memonopolinya.
Status mata uang tersebut tidak terukur, sehingga menjadi pintu yang terbuka luas untuk tindakan penggelapan dan penipuan. Hal ini karena tidak ada harta riil yang mampu mengevaluasinya.
Selain itu, nilai mata uang tersebut dapat dimanipulasi dan dikendalikan sesuka hati, sehingga nilainya bisa mengalami kenaikan dan penurunan yang siginifikan dalam waktu singkat.
Karena uang yang tidak nyata ini, kerap terjadi pula pembelian ganda (الشِّراءُ المُزدَوجُ), sehingga dari uang imajiner ini tercipta uang imajiner yang lain, betapa pun ketentuan yang telah diberlakukan untuk mengendalikan aktivitas tersebut.
Ekonomi dunia atau ekonomi pasar itu pun menjadi bubble yang siap-siap meledak kapan saja dengan membawa efek destruktif yang besar.
Hal yang menyedihkan, isu penciptaan uang ini belum mendapatkan porsi yang cukup dalam riset dan kajian ahli fikih Islam.
Walaupun ia berkorelasi dengan riba di banyak kasus, namun sebagian bentuk dan turunannya melebihi bentuk dan turunan riba.
Berdasarkan hal ini, segala bentuk penciptaan dan pembuatan uang dari ketiadaan adalah perkara yang haram dalam syariat. Ia melangkahi dan melanggar hak Sang Pencipta dalam penciptaan. Hanya Dia ‘azza wa jalla yang berhak mewujudkan sesuatu dari ketiadaan.
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (QS. al-A’raf: 54)
Seandainya memilki kemajuan di arena internasional dan ekonomi dunia, dunia Islam tentu tak akan menyetujui hilangnya keterikatan antara emas dan mata uang kertas.
Ia akan mendesak agar mata uang kertas menjadi bukti kepemilikan emas yang setara dengan nilainya.
Negara-negara Islam akan menolak transaksi uang imajiner ini yang dikreasi oleh pihak yang kuat lagi zalim dan menolak penggunaannya hingga menit terakhir agar tidak menjadi korban bagi uang tersebut dan pihak yang mengkreasinya.[ind]
(bersambung)
Sumber: https://muslim.or.id/69188-hukum-bertransaksi-menggunakan-mata-uang-kripto-cryptocurrency.html