AYAH Bunda, yuk kenalan lebih jauh dengan karakter anak kinestetik yang dikenal dengan si trouble maker. Perwitasari Mulyaningsih YKBH menuliskannya sebagai berikut.
Seorang bocah lanang usia 5 tahun berlari-lari di sepanjang gerbong kereta. Menyelinap di antara penumpang yang makin lama makin bertambah. Beruntung tidak terlalu padat seperti biasanya.
Semua orang cemas melihatnya. “Eh jangan ke pintu, nanti kejepit.” “Jangan jauh-jauh nanti hilang!” “Hei, jangan lari-lari nanti jatuh!” Dan beragam lontaran kekhawatiran penumpang lain
Semua penumpang mencari-cari yang mana ibunya. Sampai ada yang berteriak, “Ibunya mana nih? Anaknya dipangku dong!”
Ternyata ibunya seorang wanita paruh baya dengan wajah kusut terlihat lelah sesuai dengan ucapannya,
“Ya bu, saya udah capai deh megangin dia. Nggak bisa diam. Saya pegangin juga enggak mau. Nih, saya dicakarin. Kadang digigitin juga.”
Bener juga. Tidak lama anak itu berlari mendekat ke ibunya. Ibunya lalu menangkap dan segara memangku anak itu. Tapi si anak meronta, mencakar dan mengigit. Persis seperti yang ibunya tadi katakan.
Baca Juga: 16 Ciri-Ciri Anak Cerdas Kinestetik
Anak Kinestetik, Si Trouble Maker
Si ibu dengan suara mengiba berkata, seolah meminta pembenaran, “Tuh kan Bu, dia begini kalau dipangku.” Penumpang lain menatap ibu dan anaknya itu bergantian.
“Kalau saya sudah nggak sabar, jadinya saya empos deh dia,” ujarnya sambil geram akhirnya.
Saya yang duduk di sebelahnya mencoba menyapa si anak, “Hai, kamu namanya siapa? Kamu suka ya lari-lari di kereta?”
Si bocah itu tidak menjawab rentetan pertanyaan saya, ia hanya menatap saya. Saya balas menatapnya sambil tersenyum.
“Gak kelewat gerbongnya?” tanya saya lagi. Si anak menjawab, “Kan aku hitung pintunya.” Wah, rupanya dia anak pintar. Dia hitung pintunya supaya tidak tersesat di dalam kereta.
Lalu, saya menawarkan alternatif, “Wow, kamu pintar berhitung ya. Yuk kita main. Sini, kita lomba hitung jari ya.”
Saya mengacungkan jari-jari saya. Dan saya senang karena ternyata bocah itu mau menghampiri saya.
Selanjutnya kami pun asyik bermain dengan jari. Mulai dari main ABC nama binatang, sentuh jari, sampai main tepuk nyamuk dan banyak lagi.
Dia gembira dan tertawa-tawa tidak beranjak dari tempatnya. Dan beberapa stasiun pun berlalu sampai saatnya saya harus turun.
Anak ini hanya salah satu anak kinestetik yang sering dianggap “trouble maker” baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat.
Mereka kurang dipahami dan kurang diberikan stimulasi yang sesuai. Penanganan terhadap mereka juga sering kali kurang pas sehingga makin memperparah perilakunya yang tidak bisa diam.
Di sekolah, jarang diberikan metode pembelajaran yang pas dengan modal belajarnya sehingga prestasinya tidak muncul, bahkan sering membuat motivasi belajarnya menurun.
Padahal, kalau ditangani dan diperlakukan dengan benar, mereka bisa mengembangkan kemampuannya dengan sangat baik. Dan tetap bisa menjadi anak baik, anak cemerlang. Tanpa harus diam duduk manis.
Mereka butuh cara belajar yang sesuai dengan gayanya. Agar mereka dapat tumbuh menjadi Umar bin Khattab, Hamzah atau Nusaibah (kalau wanita) yang gagah, lincah, gesit berjuang di medan laga.
Ayah Bunda, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari peristiwa di atas? [MAY/ind]