Apakah ini pertanda istri punya lelaki lain? Belum tentu.
Jangan selalu menyalahkan pihak ketiga pada matinya hati dan hambarnya rasa. Sekali lagi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Melainkan sebuah proses yang tidak disadari menggerogoti perkawinan dari dalam.
Istri yang merasa selalu berkorban dalam rumah tangga, dan pengorbanan itu tidak dihargai oleh suaminya. Atau istri yang merasa tidak memiliki kesetaraan dalam rumah tangga. Suami yang selalu penuh rahasia dan tak pernah terbuka.
Istri yang selalu menanggulangi kebutuhan rumah tangga. Sementara suami memberi alakadarnya. Suami yang lebih mementingkan orang lain daripada istri dan anak-anak. Lalu suami yang royal kepada orang lain dan irit kepada istri dan anak-anak dengan alasan istri punya penghasilan sendiri.
Baca juga: Saat Suami Diam Saja
Suami yang lebih mesra dengan gadget daripada istri, dan istri hanyalah penyalur hasrat. Istri tak bisa mengungkapkan isi hatinya karena akan selalu dibantah. Atau istri yang tidak didengar keluh kesahnya.
Istri yang terlalu banyak dituntut. Kemudian istri yang merasa tidak dihargai. Istri yang merasa dimanfaatkan. Istri yang merasa selalu dibodohi. Lalu istri yang merasa asing dalam rumah tangganya. Istri yang merasa butuh perhatian dan kasih sayang dalam rumah tangganya.
Akibat Hati yang Mati
Semua ini rentan sekali mematikan hati. Tidak ada variabel orang ketiga di dalamnya. Tapi untuk mengembalikan rasa kembali utuh, sepertinya terlalu melelahkan untuk ditempuh. Lambat laun, terngiang-ngiang kalimat ini: Hidup cuma sekali, lantas untuk apa membersamai orang yang tidak bisa membahagiakan diri?
Di sisi lain, suami yang kaget bukan kepalang pun membela diri. Apa yang salah darinya, dia ayah yang bertanggung jawab, dia tidak selingkuh, dia pekerja keras, mengapa istrinya bisa mati rasa?
Sekali lagi, hati yang mati sudah melalui beragam proses dan waktu. Jangan lihat sedalam apa sebuah luka, tapi lihatlah apa yang bisa dilakukan untuk setidaknya tidak membuat luka itu semakin dalam.
Pernikahan akan bertahan, selama kedua belah pihak saling menghargai dan sama-sama masih menginginkan kebersamaan. Belum ada obat yang manjur untuk hati dan keinginan yang sudah mati.
Sc: fb. Copas; lupa siapa yang nulis. Intinya, menikah itu 1/2 dien. Asal suami dan istri sama-sama belajar agama dengan baik dan benar.
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka. Dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6)
Website: