TAWAR menawar adalah tahap ketiga yang akan dialami oleh seseorang yang sedang berduka. Pada tahap ini seseorang berpikir, andai saja ia dapat menghindari kedukaan itu, atau dapat menunda kedukaan itu, atau dapat kembali kepada keadaan sebelum kedukaan.
Konselor Keluarga Cahyadi Takariawan mengingatkan kita kembali beberapa tahap kedukaan yang dialami seseorang.
Kita kembali pada contoh kejadian seorang istri kehilangan suami yang sangat dicintai, lantaran Covid-19.
Pada tahap pertama, ia mengalami denial atau penolakan. Setelah semakin menyadari bahwa suaminya benar-benar sudah meninggal, bahkan sudah selesai pemakaman, respon berikutnya adalah marah (anger).
Kemarahan yang dialami oleh orang yang mengalami kedukaan, bisa terekspresikan dalam berbagai bentuk.
Pada contoh perempuan tersebut, mungkin ia segera menyalahkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain yang dianggap bertanggung jawab atas kematian suaminya.
Baca Juga: Seorang Muslim Semestinya Tidak Perlu Melewati Tahap Kedukaan
Tawar Menawar, Tahap Ketiga dalam Kedukaan
Jika perempuan tersebut telah mampu mengekspresikan semua kemarahannya, maka ia segera memasuki tahap ketiga, tawar menawar.
Kemarahan sudah mereda, ia mulai bisa berpikir lebih tenang, namun kedukaan belum berakhir.
“Andai saja ia naik angkutan umum, tentu ia tidak akan kecelakaan”, ini contoh respon menawar kejadian kedukaan.
“Kalaupun suamiku harus mati, kenapa harus sekarang di saat anak-anak masih kecil dan membutuhkan sosok ayah”, ini contoh respon menunda kejadian kedukaan.
“Andai saja Allah selamatkan suamiku, aku akan lebih tekun beribadah”, ini respon menawar terhadap takdir.
Pada dasarnya, bargaining yang dilakukan orang yang mengalami kedukaan, tidak akan mengubah keadaan yang sudah terlanjur terjadi.
Namun tahap ini menandakan telah berlalunya penolakan dan kemarahan, disertai menawar “andai saja kedukaan ini tidak terjadi padaku”.[ind]
BERSAMBUNG