Artidjo Alkostar dikenal sebagai seorang pengacara yang tidak memusingkan bayaran. Ia merupakan seorang ahli hukum yang pernah menjadi pengacara, hakim agung dan juga merupakan seorang anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 20 Desember 2019.
Baca Juga: Pengacara Fadwa Hammoud Jadi Muslimah Pertama yang Muncul di Mahkamah Agung AS
Pengacara yang Tidak Memusingkan Bayaran
Artidjo lahir di Situbondo, 22 Mei 1948. Beliau sudah meninggal dunia pada 2021 lalu. Almarhum dimakamkan di Kompleks Pemakaman Universitas Islam Indonesia (UII).
Semasa hidupnya, ketika menjadi pengacara pada tahun 1990-an, Artidjo dikenal senang membantu klien yang meminta layanan hukum, tanpa memikirkan besaran biaya yang akan diterimanya.
Menurut tulisan yang ditulis oleh Hamid Basyaib, bagi Artidjo, biaya layanan jasa hukum bukanlah hal yang harus dirundingkan.
Almarhum tidak pernah menetapkan tarif atas jasa-jasanya yang dilakukan. Prinsipnya adalah apabila klien merasa puas dengan pelayanannya, maka boleh membayar seikhlasnya.
Akan tetapi, apabila tidak dibayar pun, Artidjo tetap ikhlas.
Karena tidak adanya tarif yang jelas sehingga ada salah satu klien yang khawatir terlalu sedikit memberi uang, tetapi tidak bisa juga memberikan uang yang terlalu banyak.
Klien tersebut pun memberikan jimat sebagai gantinya karena menurutnya Artidjo akan senang dengan hal-hal seperti itu. Namun, dugaan klien tersebut salah.
“Saya bilang kepada dia, kamu bawa pulang saja barang milikmu ini, saya tidak percaya dengan jimat-jimatan,” ujar Artidjo.
Selain itu, walau menjabat sebagai Hakim Agung, Artidjo tetap tinggal di tempat yang sederhana, yaitu sebuah indekos yang berada di gang sempit serta berangkat dan pulang dari Mahkamah Agung menggunakan bajaj.
Hal itu dilakukan karena Artidjo memang memiliki sifat tidak ingin meminta.
“Saya tidak mau menghadap pejabat yang mengurusnya untuk meminta-minta. Kalau memang jatah rumah dan mobil itu ada, berikan saja, tanpa perlu saya minta,” ujar Artidjo. [Cms]