JILBAB atau hijab sering kali menjadi simbol identitas dan keyakinan bagi perempuan Muslim. Namun, meskipun banyak negara Muslim menghargai dan mendukung penggunaan jilbab sebagai bagian dari kebebasan beragama, terdapat beberapa negara yang justru memberlakukan larangan terhadap pakaian ini.
Di Negara Tajikistan resmi melarang penggunaan hijab untuk Muslimah pada 19 Juni 2024 lalu. Pelarangan tersebut seiring dengan disahkannya undang-undang baru yang mengatur pakaian Islami dan perayaan Idul Fitri oleh parlemen negara itu.
Baca juga: Perselisihan soal Hukum Jilbab, Ustaz Farid Nu’man Angkat Bicara
Empat Negara Muslim Ini Ternyata Juga Menerapkan Larangan Jilbab (Anti-Islam)
Pelarangan jilbab ternyata juga diberlakukan oleh beberapa negara berpenduduk Muslim eks jajahan Uni Soviet. Meski larangan tersebut tak berlaku umum, pemerintah negara-negara tersebut menerapkan aturan ‘bebas jilbab’ bagi para pelajar di sekolah.
Berikut adalah empat negara Muslim yang juga menerapkan larangan jilbab.
1. Kosovo
Pemerintah Kosovo juga menerapkan larangan hijab di sekolah. Aturan tersebut ada dalam peraturan administrasi Kementerian Pendidikan.
Alasan formal atas keputusan ini termasuk kepatuhan terhadap Konstitusi tahun 2008, yang menyatakan Kosovo sebagai negara unilateral.
Dewan Komunitas Islam Kosovo telah meminta Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi, untuk menghapus larangan memakai simbol agama di sekolah menengah setelah foto tanda larangan hijab di pintu masuk sebuah sekolah menengah di Gjakova/Djakovica menuai kritik.
2. Kazakhstan
Pemerintah Kazakhtan menerapkan larangan mengenakan jilbab di lembaga-lembaga pendidikan. Penerapan larangan tersebut telah memicu perdebatan sengit di negara tersebut.
Menurut angka resmi, hampir 70% penduduk Kazakhstan menganut agama Islam. Namun baik pendukung maupun penentang larangan tersebut dengan cepat bersikap atas larangan itu. Para pendukung menekankan bahwa Kazakhstan adalah negara sekuler. Oleh karena itu sebaiknya menghindari pengistimewaan terhadap agama tertentu. Namun para penentangnya percaya bahwa pembatasan tersebut melanggar prinsip kebebasan hati nurani. Mereka pun telah memprotes larangan tersebut.
Menteri Pendidikan Kazakhstan Gani Beisembayev membenarkan bahwa di wilayah Atyrau saja, sebanyak 150 anak perempuan putus sekolah sejak awal September karena larangan tersebut. Sementara, di wilayah Turkestan, dua pria dilaporkan memukuli seorang direktur sekolah setempat karena dia menolak mengizinkan anak perempuan berhijab menghadiri kelas.
3. Azerbaijan
Larangan tidak resmi yang diberlakukan Azerbaijan terhadap penutup kepala bagi anak perempuan di sekolah umum memicu perdebatan yang semakin emosional mengenai bagaimana budaya Azeri menyelaraskan keyakinan Muslim Syiah yang muncul kembali dengan praktik sekuler era Soviet, lapor Eurosianet.
Islam semakin populer di Azerbaijan sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Meskipun tidak ada statistik resmi yang tersedia, sebuah organisasi non-pemerintah (LSM) lokal, Peace and Democracy Institute, memperkirakan pada tahun 2010 bahwa sekitar 7 persen penduduk negara tersebut populasi sekitar 9 juta orang aktif mengamalkan Islam.
Tanda-tanda kebangkitan Islam adalah hal yang lumrah. Banyak perusahaan besar dan LSM, misalnya, kini memiliki ruangan khusus di kantornya dimana jamaah dapat melaksanakan shalat pada jam kerja. Selain itu, perempuan yang mengenakan penutup kepala tradisional, atau jilbab – seringkali dengan desain yang modis dan menarik perhatian – terlihat di seluruh ibu kota Baku.
4. Kyrgystan
Kyrgystan telah melarang jilbab di sekolah-sekolah untuk melindungi anak-anak dari pengaruh agama, kata seorang pejabat pendidikan dilansir Reuters.
Langkah yang diambil pada 2010 tersebut, kata Kementerian, diperlukan untuk memastikan lingkungan pembelajaran sekuler dan membatasi pengaruh gerakan ekstremis.
Ombudsman hak asasi manusia, Tursunbek Akun, dan lainnya memperingatkan larangan tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin berdasarkan Konstitusi negara tersebut. Menurut Kementerian, larangan tersebut diberlakukan untuk “menekan fenomena agama dan ekstremis.” Sekolah juga telah diinstruksikan untuk memantau siswanya untuk mencari bukti adanya “pengaruh ekstremisme agama” dan mengawasi kehadiran siswa yang tidak mengikuti pelajaran Jumat karena alasan agama, atau yang diketahui sering mengunjungi masjid, menurut kantor berita Kyrgyzstan, AKIpress. [Vn]