SEORANG ayah dari Palestina, Muhammad Abu al-Qumsan sedang dalam perjalanan untuk mendaftarkan kelahiran bayi kembarnya, ketika serangan Israel menghantam mereka berdua, serta istri dan ibu mertuanya.
Dilansir dari middleeasteye, ayah baru berusia 33 tahun itu baru saja meninggalkan Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah, Gaza tengah, ketika ia menerima telepon yang menyuruhnya kembali ke rumah sakit.
“Saya mendapat telepon dari orang-orang di lingkungan tempat tinggal saya,” katanya.
“‘Mohammed, kamu baik-baik saja? Kamu di mana?’ Saya bertanya kepada mereka apa yang sedang terjadi. Mereka berkata ‘Tidak apa-apa, datang saja ke Jalan Al-Aqsa, mereka mengebom rumah itu’.”
Qumsan yang berada tak jauh dari rumah sakit, menggambarkan momen saat ia menerima berita tersebut.
“Saya mencoba masuk ke mobil dan segera kembali, menemukan mereka di dalam lemari es, gugur terbunuh.”
“Lima menit setelah mendapatkan akta kelahiran, saya mendapatkan akta kematian mereka,” kata Qumsan, 33 tahun.
Istrinya, Jumana Abu al-Qumsan, kedua anaknya, seorang laki-laki dan seorang perempuan bernama Aser dan Aseel, serta ibu Jumana semuanya gugur oleh peluru artileri Israel di rumah mereka pada Selasa (13/08/2024) pagi.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
View this post on Instagram
Si kembar baru berusia tiga hari ketika mereka dibunuh.
Mereka tinggal di lantai lima gedung Qastal, sebelah timur Deir al-Balah.
Keluarga Qumsan telah mengungsi tiga kali sejak perang Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober.
Mereka pertama kali diusir secara paksa dari kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara pada tanggal 13 Oktober, ke Khan Younis di Gaza selatan.
Mereka kemudian dipaksa mengungsi ke Rafah di dekatnya, sebelum dipindahkan sekali lagi ke Deir al-Balah.
“Apartemen ini berada di area aman karena istri saya membutuhkan perawatan khusus karena kehamilannya,” kata Qumsan.
“Apartemen ini dinyatakan berada di area kemanusiaan.”
Sejak dimulainya konflik, Israel telah berulang kali mengebom wilayah padat penduduk yang sebelumnya mereka tandai sebagai zona aman kemanusiaan.
Setidaknya 39.000 warga Palestina telah dibunuh oleh Israel sejak Oktober tetapi jumlah tersebut dianggap perkiraan rendah karena hanya mencakup kematian yang dicatat oleh pihak berwenang di Gaza.
Jumana telah bekerja sebagai dokter di rumah sakit yang sama tempat jenazahnya kemudian dibawa.
Ia melahirkan Aser dan Aseel pada hari Sabtu (10/08/2024), setelah menjalani masa kehamilan yang sulit.
Seorang Ayah Palestina Berduka Atas Kelahiran Bayi Kembarnya yang Dibunuh oleh Tentara Israel
Jumana memilih sendiri nama bayi-bayi itu.
Ayah berusia 33 tahun itu membawa surat-surat akta kelahiran di tangannya dan sangat bersemangat untuk pulang dan menunjukkannya kepada istrinya.
“Mereka masih di tangan saya,” katanya. “Jadi saya pergi ke lemari es {kamar mayat} untuk menunjukkannya kepadanya.”
Saksi mata mengatakan bahwa Jumana berdiri di dekat jendela mencoba mendapatkan sinyal internet beberapa saat sebelum bom Israel menghantam apartemen tersebut.
Ibunya telah membantunya mengurus bayi kembar yang baru lahir.
Peluru artileri menghantam ruangan tempat mereka semua berada, dan meledakkan mereka keluar apartemen dari lantai lima hingga ke tanah.
Baca juga: Serangan Udara Israel Menewaskan Seorang Wanita Hamil di Gaza, Bayinya Selamat
Isi rumah mereka, termasuk popok dan obat-obatan, juga terlihat berserakan di lantai dasar.
“Istri saya jatuh dari lantai lima, tergeletak di tanah di taman menara. Di atasnya ada batu dan tiang beton,” kata Qumsan.
“Anak-anak itu dibakar. Salah satu dari mereka tidak jelas apakah dia anak-anak.”
Sedangkan saudara kembarnya yang lain, katanya, “Yang tertinggal hanya tulang-tulangnya.” Ia tidak dapat mengidentifikasi yang mana Aser dan yang mana Aseel.
Setidaknya 115 bayi yang lahir dalam 10 bulan terakhir sejak perang dimulai telah terbunuh oleh pemboman Israel, menurut kementerian kesehatan Palestina.
“Di mana hak asasi manusia?” tanya Qumsan, dari komunitas internasional. “Di mana hak istri dan anak-anak saya?”
“Apa salahnya sehingga seorang dokter yang merawat dan menyembuhkan orang harus mengalami hal ini? Apa yang telah dia lakukan?” [Sdz]