ChanelMuslim.com – Saat membaca novel, pernahkah Sahabat Muslim membaca onomatope atau tiruan bunyi? Contohnya seperti dor, duar, brak, dan semacam itu. Apa pendapat Sahabat setelah membaca tulisan tersebut?
Baca Juga: Macam-macam Gaya Bahasa dalam Tulisan
Mengenal Onomatope, Tiruan Bunyi dalam Tulisan
Apakah makin mudah dalam mengimajinasikan suatu novel atau justru bingung karena tiruan-tiruan bunyi tersebut aneh ketika kita baca?
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita lihat dulu arti dari onomatope. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), onomatope adalah kata tiruan bunyi, misal ‘kokok’ tiruan bunyi ayam, ‘cicit’ tiruan bunyi tikus, dan banyak lagi.
Tentunya, penggunaan tiruan-tiruan ini akan membuat tulisan kita jauh lebih hidup sehingga menarik bagi pembaca.
Akan tetapi, penggunaan onomatope juga tidak semudah sekadar memasukkan bunyi-bunyi yang kita yakini.
Gunakanlah tiruan bunyi yang memang sudah lazim di telinga masyarakat. Jangan hanya sekadar memakai perasaan kita.
Contoh, masyarakat lazim dengan bunyi ‘dor’ sebagai suara tembakan. Maka, kita bisa gunakan.
Contoh lain, ketika buku jatuh dari atas meja, kita menuliskan tiruan bunyinya dengan ‘pak’ karena kita merasa saat buku jatuh dari ketinggian, maka begitulah bunyinya.
Namun, ternyata lazimnya di masyarakat bunyi lazim untuk buku jatuh adalah ‘brak’. Maka, yang harus kita gunakan adalah brak.
Kalau kita nulis ‘pak’, pembaca bisa saja kebingungan itu bunyi apa. Jadi intinya, dalam penggunaan onomatope harus berhati-hati.
Usahakan untuk cari tiruan-tiruan bunyi yang lazim agar kita bisa menghidupkan suasana cerita melalui onomatope.
Jangan sampai justru pembaca kebingungan karena kita menulis tiruan bunyi-bunyi yang aneh bagi mereka. [Cms]