ChanelMuslim.com- Ungkapkan rasa cinta Anda. Karena tidak semua sinyal rasa bisa ditangkap dengan jelas. Ungkapkan dan buktikan.
Seorang ayah begitu mencintai istri dan anak tunggalnya. Siang malam ia mengejar rezeki demi kebahagiaan keduanya.
Ia kerap keluar rumah sebelum anaknya bangun dari tidur. Dan, kembali ke rumah di saat anaknya sudah terlelap di tempat tidur.
Hanya di hari libur ia bisa bercengkrama lebih leluasa dengan istri dan anaknya. Ia bercerita tentang masa kecilnya. Tentang cita-citanya yang belum tergapai. Tentang kerja kerasnya untuk kebahagiaan keduanya.
Syukurnya, sang istri bisa menggantikan posisi suaminya sebagai pelengkap ketidakhadiran sang suami untuk anaknya. Mengajarkan pelajaran sekolah, menasihati tentang kebaikan, bahkan antar jemput ke sekolah.
Irama hidup seperti itu terus bergulir dalam bilangan tahun. Ketika sang anak masih balita, hingga saat dia mulai menginjak remaja.
Kadang, kekosongan tentang dirinya di mata anak dan istrinya, ia isi melalui video call, jauh dari tempat kesibukannya. Lagi-lagi, ia bercerita tentang dirinya. Tentang masa depan keluarga yang ia inginkan.
Hanya dengan cara itu ia bisa melengkapi rasa kekurangannya, ketidakhadirannya saat anak dan istrinya terjaga. Ia menganggap, dengan cara itu pula istri dan anaknya mengingatnya sebagai ayah yang baik.
Suatu hari, di tengah kesibukannya yang tak kunjung habis, ada kabar di ponselnya. Anak dan istrinya mengalami kecelakaan sepeda motor saat perjalanan pulang dari sekolah. Keduanya dikabarkan tewas.
Sang ayah terkejut bukan kepalang. Seluruh imajinasinya tentang rumah dan keluarga hilang begitu saja. Dua sosok yang paling berharga dalam hidupnya kini telah tiada.
Terkenang, bagaimana ia berikan istri dan anaknya hanya waktu sisa. Itu pun hanya cerita-cerita tentang dirinya. Bukan tentang istri dan anaknya.
Satu lagi yang ia sadari, dari sekian juta kata-kata yang ia ucapkan, nyaris tak satu pun ada ungkapan kata cinta untuk keduanya. Selama sekian puluh tahun, selama sekian ribu hari; sekali lagi, tak sekali pun ia mengatakan, “Ayah cinta kalian berdua.”
Kini, rumah yang besar itu, tabungan yang banyak itu, kendaraan yang memadai itu; tak lagi memiliki arti untuk nilai kebahagiaannya.
Rasanya, ungkapan rasa cinta itu ingin ia ulangi dan ulangi lagi untuk disampaikan kepada keduanya. “Andai saja bisa, akan aku ungkapkan kalimat itu setiap saat bertemu keduanya.” Sayangnya, semua pengandaian itu hanya sebatas imajinasi yang tak lagi memiliki arti. [Mh]