ChanelMuslim.com – Kali ini kita akan sedikit bedah surah Hud ayat 6:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلٌّ فِي كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Hud: 6)
Namun sebelum itu, kita bisa menelisik sedikit pada ayat sebelumnya yaitu ayat 5, Allah menyebutkan
…يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ…
Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan.
Ini menunjukkan bahwa Allah mengetahui segala kondisi hambanya, dan kemudian dipertegas pada ayat 6 bahwa oleh karena pengetahuan-Nya itu, rezeki seluruh makhluk ada di tangan Allah.
Baca Juga: Nabi Ibrahim Ibarat Satu Umat, Tafsir An-Nahl 120
Cacing Saja Telah Allah Jamin Rezekinya, Tafsir Surah Hud Ayat 6
Ada beberapa hal penting dalam ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Fakhruddin Ar-Razii dalam kitab Mafaatihul Ghaib:
Yang pertama, lafadz دَآبَّةٍ dalam ayat 6 ini berlaku untuk seluruh hewan, meskipun makna asalnya adalah binatang melata. Namun Para Mufassir sepakat bahwa ia mencakup seluruh hewan baik yang di laut, darat maupun udara.
Allah mengetahui seluruh tabiat mereka, keadaa mereka, makanan-makanan mereka, tempat tinggal mereka, dan juga mengetahui hal-hal apa yang baik untuk mereka dan yang tidak.
Pengetahuan Allah akan kondisi seluruh makhluknya ini dibuktikan dalam kisah Nabi Musa ‘alaihissalam saat turun wahyu. Ketika itu Nabi Musa sedang khawatir dengan keadaan ekonomi keluarganya. Lalu Allah memerintahkannya untuk memecah sebuah batu yang sangat besar.
Saat membelah batu besar tersebut, keluar darinya batu yang kedua. Kemudian ia membelah lagi menggunakan tongkatnya dan keluarlah batu ketiga. Terakhir ketika ia membelah batu yang ketiga, keluarlah seekor cacing yang dari mulutnya muncul secuil makanan.
Lalu Allah buka pendengaran Nabi Musa hingga mampu mendengar perkataan cacing tersebut:
“Maha suci Zat yang melihatku, mendengar ucapanku, mengetahui tempatku, mengingatku dan tak melupakanku”.
Yang kedua, pada Hud ayat 6 ini juga disebutkan huruf عَلَى yang memberi makna bahwa rezeki ini sudah pasti dari Allah. Hal ini bisa disebut juga ‘kewajiban Allah’ atas hak hamba-Nya.
Yang ketiga, sampai sini kita sudah mengetahui bahwa seluruh rezeki berasal dari Allah. Namun, rezeki tersebut bisa menjadi haram tergantung dari bagaimana seorang hamba memperolehnya. Padahal jika hamba tersebut mencari jalan yang halal Allah akan tetap memberinya rezeki.
Kesimpulannya, jika hewan saja telah Allah tetapkan rezekinya seperti halnya cacing dalam kisah Nabi Musa, apalagi manusia yang menjadi pemakmur bumi, yang memiliki banyak keutamaan dibanding dengan makhluk lainnya.
Karena tidak jarang, manusia merasa khawatir dan gelisah atas kehidupannya karena selalu merasa kekurangan padahal ia telah bekerja dengan sangat keras. Ia lupa bahwa rezekinya telah Allah jamin, namun karena tabiatnya yang selalu merasa kurang membuatnya tidak pernah tenang.
Ayat ini tentu tidak bermaksud meredupkan semangat kita untuk bekerja keras, karena kehidupan kita masih bergantung pada hukum sebab akibat.
Namun, di ayat ini kita diajak sejenak menundukkan kesombongan, karena apa yang kita dapatkan bukan semata-mata hasil kerja keras kita, namun ada andil Allah yang paling besar atas hasil usaha yang kita capai.
Allah bisa saja mencabut apa yang kita miliki, namun Allah tidak pernah mengingkari janjinya untuk tetap memberi rezeki.[Ln]