SUAMI tidak menafkahi selama 30 tahun. Saya ibu dengan 3 orang anak lelaki, usia saya 54 tahun. Kami sudah menikah dari tahun 1990.
Selama pernikahan, praktis saya selalu menjadi tiang dalam hal keuangan, suami saya tidak mampu.
Selama ini saya bisa atasi, tidak ada masalah prinsip tetep berjalan meskipun pernah sering terjadi pertengkaran. Saya bertahan hanya karena anak, menjaga perasaan mereka.
Baca Juga: Suami Rajin Ibadah, Tapi Malas Mencari Nafkah
Suami Tidak Menafkahi selama 30 tahun
Motivator dan pegiat parenting dari Rumah Pintar Aisha Randy Ariyanto W. mengatakan bahwa ketidakmampuan suami mencari nafkah itu tidak mau (malas) atau karena memang tidak mampu (sakit).
Pada dasarnya, tanggung jawab memberi nafkah keluarga itu ada pada suami. Jadi suamilah yang bertanggung jawab memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa : 34).
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. (QS. Al-Baqarah: 233).
“Dari Mu’awiyah al Qusyairi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?”
Beliau menjawab,”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Setiap nafkah yang diberikan seorang suami kepada istrinya, sekaligus seorang ayah kepada anak-anaknya bernilai sedekah.
Bahkan sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada keluarga.
“Sesuatu apa pun yang Engkau berikan sebagai makanan kepada dirimu, maka itu merupakan sedekah. Demikian pula yang Engkau berikan sebagai makanan kepada anakmu, istrimu, bahkan kepada budakmu, itu semua merupakan sedekah.” (HR. Ahmad).
“Dinar yang Engkau infaqkan di jalan Allah (perang -pen), dinar yang Engkau infaqkan untuk membebaskan seorang budak, dinar yang Engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang Engkau infaqkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah infaq yang Engkau berikan kepada keluargamu.” (HR. Muslim).
Seorang suami yang mampu namun tidak menjalankan kewajibannya memberi nafkah kepada keluarganya maka suami ini telah berdosa.
“Cukuplah sebagai dosa bagi seseorang bila dia menahan kebutuhan orang yang berada di bawah kuasanya.” (HR. Muslim).
Baca Juga: Sikap Istri Jika Suami Tak Memberikan Nafkah
Harta Istri yang Bekerja
Lalu bagaimana jika istri bekerja. Harta yang dihasilkan oleh istri baik melalui bekerja atau dari yang lain misalnya warisan, hadiah, pemberian adalah hak sepenuhnya istri.
Jika harta tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka perbuatan tersebut bernilai sedekah. “Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia mengharap pahala darinya maka itu bernilai sedekah.” (HR. Bukhari).
Diriwayatkan dari Zainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai kaum wanita bersedekahlah kamu sekalian walaupun dari perhiasanmu.”
Zainab berkata, “Saya pulang menemui Abdullah bin Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau laki-laki yang sedikit penghasilannya sedangkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami bersedekah maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau.
Kalau boleh, saya bersedekah kepadamu dan kalau tidak boleh saya berikan kepada orang lain.’’ Abdullah berkata, ‘’Kamu sendirilah yang datang kepada beliau.’’
Maka saya pun berangkat ke tempat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan di sana ada seorang wanita Anshar yang berada di pintu beliau untuk menyampaikan permasalahan yang sama.
Keluarlah Bilal untuk menemui kami. Kamipun berkata kepada Bilal,
’’Temuilah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan kabarkanlah beliau kalau ada dua orang wanita yang berada di depan pintu beliau yang akan bertanya apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yang diasuh keduanya? Dan jangan kamu jelaskan siapa kami ini.’’
Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bertanya, ‘’Siapakah dua wanita itu? Bilal menjawab,’’ Seorang wanita Anshar dan Zainab.’
Tanya beliau pula, ’’Zainab yang mana?’’ Ia menjawab,’’Istri Abdullah.’’ Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘’Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).
Baca Juga: Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri dan Anak karena Mudik
Sedekah Terbaik adalah kepada Keluarga
Hadist di atas memberikan dua pelajaran penting bagi kaum wanita yakni, pertama memperbanyak sedekah. Dalam sebuah hadis bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, bersabda:
“Aku berdiri di pintu surga, ternyata kebanyakan yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang mempunyai kekayaan tertahan, selain penghuni-penghuni neraka telah diperintahkan ke neraka, dan aku berdiri di pintu neraka, ternyata kebanyakan yang memasukinya adalah wanita,” (HR Bukhari).
“Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: Wahai kaum wanita, bersedekahlah kamu dan perbanyakkanlah istighfar.
Karena, aku melihat kaum wanitalah yang paling banyak menjadi penghuni Neraka.” (HR. Muslim).
Salah satu ikhtiar sesuai dengan perintah Nabi bagi para wanita agar terhindar dari neraka adalah memperbanyak sedekah. Dan sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada keluarga.
Ketika seorang istri bersedekah kepada suaminya dan kepada anak-anaknya maka ia mendapatkan dua pahala, seperti sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di atas,
“Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).[ind]
sumber: Kulwap Tumbuh Yuk. Randy Ariyanto W. dan Dyah Lestyarini. Rumah Pintar Aisha: Juli 2021.