MENJADI pemimpin itu tidaklah mudah, lebih mudah menjadi manajer. Kenapa begitu? Karena manajer bekerja pada tataran teknis terkait job desk, prosedur kerja, pendelegasian tugas dan lain sebagainya.
Sedangkan pemimpin bekerja pada tataran psikis: mengarahkan, menyelaraskan, memotivasi dan menginspirasi tim.
Menjadi Pemimpin Itu Tidak Mudah
Ummu Faza (Heartly Leader) menjelaskan, idealnya, seorang manajer adalah juga seorang pemimpin, dan seorang pemimpin idealnya memiliki kemampuan manajerial yang baik.
Pemimpin adalah seseorang yang mengambil tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama dan bersedia berkorban membangun tim untuk terus bertumbuh, berkembang dan berjaya.
Seorang pemimpin akan lebih mudah memimpin timnya jika ia memimpin dengan hati (Heartly Leader).
Memimpin dengan hati adalah sebuah keniscayaan karena yang dipimpin adalah manusia yang memiliki hati.
Apa yang berasal dari hati akan sampai ke hati (maa min qalbi yashilu ilal qolbi), demikian ungkapan sebuah kata mutiara.
Para ahli dalam bidang sumber daya manusia bahkan meramalkan bahwa perusahaan, organisasi dan komunitas. Negara yang tidak dipimpin dengan hati oleh pemimpinnya, cepat atau lambat akan menghadapi masalah besar.
Untuk mampu memimpin dengan hati, seorang pemimpin harus memiliki kendali internal.
Kendali internal adalah kemampuan seorang pemimpin untuk merasa memiliki (ownership), bisa diandalkan (accountable), dan bertanggung jawab (responsibility) terhadap organisasi dan tim yang dipimpinnya.
Tidak patut bagi seorang pemimpin menyalahkan bawahan (blame), mencari alasan (excuse) dan mencari pembenaran (justify) atas kegagalan dirinya dan team yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin harus hadir dan BERPERAN sesuai kapasitasnya, memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.
Bukan malah “BAPERAN” (emosi) enggak karuan dan “NGEGAS” enggak jelas, marah tak terarah melihat kondisi yang makin parah.
Baca Juga: Meraih Hati Sebelum Menasihati
Tiga Prinsip Utama Memimpin dengan Hati
Seorang yang memimpin dengan hati, harus memegang teguh 3 prinsip utama.
Pertama, TAKE RESPONSIBILITY
Berani mengambil tanggung jawab atas resiko kepemimpinannya.
Kedua, INTEGRITY
Memiliki harga diri, berpegang teguh pada prinsip prinsip akhlaqul karimah, etika dan norma, kata dan perilakunya menyatu tidak membuat ambigu (membingungkan).
Ketiga, GIVING HOPE
Mampu membangun harapan kepada orang-orang (tim) yang dipimpinnya.
Ketika seseorang menjadi pemimpin, ia tidak boleh berpikir bahwa sukses itu hanya tentang dirinya semata. Seorang pemimpin harus berpikir bahwa sukses itu adalah tentang kita (tim).
“Before you are a leader, success is all about growing yourself. When become you are a leader, success is all about growing others.”
Kesempatan menjadi pemimpin adalah kesempatan bagi seseorang untuk memengaruhi orang banyak untuk berbuat kebaikan, kesempatan untuk memiliki amal jariah abadi (passive pahala).
Kesempatan untuk menjadi orang yang akan mendapat perlindungan Allah Subhanahu wa taala di hari kiamat karena telah berusaha total (mastatho’tum) untuk menjadi pemimpin yang JURDIL ( Jujur dan Adil).
Maka bersyukurlah bagi mereka yang diberi amanah untuk menjadi pemimpin, karena itu berarti Allah Subhanahu wa taala percaya kepadanya.
Siapapun yang diberi amanah, maka jadilah pemimpin yang meluruskan niatnya.
Niat yang lurus dan tulus bahwa apapun yang dilakukan terkait tugas dan wewenangnya sebagai pemimpin harus diniatkan dalam upaya menggapai ridho Allah Subhanahu wa taala.
Kepada siapapun yang diberi amanah sebagai pemimpin, saya mengajak diri saya dan kita semua untuk berbuat yang terbaik mumpung masih diberi waktu dan kesempatan.
BE THE FIRST, BE THE BEST ( jadilah pelopor jadilah yang terbaik).
Hingga saatnya nanti, Allah Subhanahu wa taala memanggil kita dan berkata: “Cukup wahai hamba-Ku, tugasmu sudah selesai, kembalilah kepada-Ku”.
Kita telah siap dan dalam kondisi jiwa yang tenang (husnul khotimah) karena kita telah melakukan yang terbaik (ahsana amala) yang kita bisa (mastatho’na).
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya, masuklah ke dalam golongan hamba – hamba-Ku dan syurga-Ku”. (QS. Al-Fajar: 27-30).[ind]