ChanelMuslim.com – Sebelum berbicara hal-hal besar atau menasihati, kita harus berusaha terlebih dahulu meraih hati orang tersebut agar perkataan kita lebih mudah masuk dan dipahami olehnya.
Baca Juga: Ketika Atha’ bin Rabbah Menasihati Amirul Mukminin
Meraih Hati dengan Berbincang Santai
Dilansir dari channel telegram Ustaz Edgar Hamas @edgarhamas dijelaskan bahwa seorang guru di Mesir pernah menasihati, “Kasb al qulûb muqaddam ala kasb al mawâqif.”
Maksudnya adalah meraih hati seseorang diutamakan lebih dulu sebelum bicara tentang hal-hal yang berat.
Inilah yang dikatakan Bung Hatta pada Bung Karno ketika beliau sedang maju mundur memikirkan apakah ia bisa memimpin rakyat Indonesia.
Hatta meyakinkan, “Anda bisa menyentuh hati rakyat, Bung.”
Apabila kita ingin memberi pengaruh baik, jangan cepat-cepat bicara nasihat padat yang membuat pusing dan detail.
Jangan tergesa-gesa langsung bicara prinsip berat yang mengernyitkan dahi.
Lakukahlah ta’aruf dulu, bincang-bincang santailah terlebih dahulu.
Sebelum, kita duduk di bangku yang sama membahas negara, agama dan peradaban.
Kita perlu menemukan dulu kesesuaian hati, menemukan frekuensi.
Bisa dengan cara jalan-jalan, makan jajanan atau sekadar nongkrong bersama di teras depan.
Baca Juga: Kajian Keluarga SAMARA: Nasihat untuk Para Istri
Hati Orang adalah Kunci
Hati orang adalah kunci. Ia bisa ke baik dan buruk tergantung siapa yang cocok di kata hatinya.
Ia tahu yang benar ada di mana, tapi ketika bertemu dengan orang-orang itu dia seperti asing dan sendirian.
Pandangan mata yang ia dapatkan membuat ia merasa terhakimi.
Sementara itu, lingkaran pertemanannya yang buruk justru lebih loyal padanya, sehingga orang tersebut lebih nyaman dengan teman-temannya yang buruk.
Orang baik harus bisa menciptakan suasana yang baik bagi orang lain.
Itulah efek nyata dari keshalihan.
Dalam akhir tulisannya, Ustaz Edgar pun menuliskan bahwa sebesar apa pun kata-kata kita, sebagus apa pun kalimat yang kita tulis.
Pada akhirnya, tidak ada gunanya jika hati manusia tak dapat direngkuh.
Besarnya narasi hanya akan jadi ilusi.
Berkilaunya nasihat tidak akan mencemerlangkan.
Mari tanyakan pada diri sendiri.
“Apakah kita sudah jadi kenyamanan di hati orang sebelum mengajak pada kebaikan?”
[Ind/Camus]