ChanelMuslim.com – Peningkatan UMKM bukan dengan holding Pegadaian atau PNM menjadi anak perusahaan BRI. Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Dr. Anis Byarwati, Kamis (8/4/2021).
Anis yang juga politisi senior dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mengawali paparannya dengan mempertanyakan apakah holding ini ditujukan untuk kesejahteraan rakyat atau bahkan melenceng dari ekonomi Pancasila.
Baca Juga: Penjelasan tentang UMKM Go Online
Peningkatan UMKM bukan dengan Holding Ultra Mikro – BRI, Pegadaian dan PNM
Mengutip Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea 4 yang berbunyi bahwa tujuan bernegara adalah untuk “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Serta falsafah ekonomi Negara Indonesia dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945yang berbunyi “Dalam demokrasi ekonomi kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang …“
Oleh karena itu, Anis yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menegaskan bahwa Holding Ultra Mikro – BRI, Pegadaian dan PNM yang dimaksud
haruslah sesuai dengan UUD NRI 1945. Dengan demikian, yang perlu dicermati adalah Holding seharusnya tidak hanya sebatas aksi korporasi untuk menambah modal BUMN induk
dan meningkatkan kapasitas pendanaan atau menambah porsi utang. Menurut hemat Anis, idealnya, Holding, apalagi bagi perusahaan milik negara, harus memiliki kajian ilmiah yang mendalam, strategis,
dan selaras dengan filosofi bernegara. Apalagi sebenarnya PT Pegadaian Persero sudah berusia 119 tahun.
Pegadaian merupakan salah satu dari 10 BUMN penyumbang deviden terbesar untuk Negara, dengan aset sehat dan memiliki rating Perusahaan AAA.
Baca Juga: Penggabungan 3 BUMN dengan Segmen UMKM
Peningkatan UMKM dengan Suntikan Dana Kredit
FORJES (Forum Jurnalis Ekonomi dan Bisnis) menyelenggarakan Webinar yang mengangkat tema “Rencana Merger Pegadaian-BRI: Ketika Kultur Nasabah yang Berbeda Terancam Sirna”.
Tema yang sedang menjadi polemik publik terkait rencana Pemerintah dalam hal ini, Kementerian BUMN tentang holding PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani atau PNM menjadi anak perusahaan di bawah PT BRI (Bank Rakyat Indonesia).
Dalam Webinar ini, dengan tegas, Anis mengatakan bahwa Holding Ultra Mikro- BRI, Pegadaian dan PNM bukan jawaban untuk peningkatan UMKM.
Webinar yang juga menghadirkan sosok ekonom Prof. Faisal Basri dan Piter Abdullah ini berlangsung interaktif dengan banyak pertanyaan dari para pemirsa.
Banyak yang menanyakan apakah proses holding ini benar-benar akan terwujud dan apakah akan berdampak positif bagi masyarakat khususnya UMKM.
Sebagaimana yang sudah diketahui Holding Ultra Mikro – BRI, Pegadaian dan PNM ini adalah atas inisiatif Kementrian BUMN yang salah satu tujuannya adalah agar usaha mikro naik kelas.
Dengan fokus pada pemberdayaan bisnis melalui PNM, serta pengembangan bisnis melalui Pegadaian dan BRI. Namun, skema itu memberikan kesan bahwa kendala usaha mikro adalah masalah keuangan.
Padahal menurut Anis, kendala UMKM tidak hanya masalah keuangan saja, tetapi juga masalah SDM, akses pemasaran, permodalan, jejaring dan kemampuan akses teknologi.
Anis kemudian menjelaskan peran UMKM yang 99,99% menyokong perekonomian Indonesia ini lebih urgent dibantu dengan menyalurkan kredit yang lebih besar kepada UMKM.
“UMKM lebih urgent dibantu dengan menyalurkan kredit, bukan dengan holding,” ujar Anis.
Baca Juga: Sinergi BRI, PNM dan Pegadaian Harus Perkuat UMKM
Nasabah Pegadaian adalah Masyarakat yang Unbankable
Anis yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini lalu menggambarkan karakteristik nasabah Pegadaian seperti ibu-ibu rumah tangga dan UMKM.
Kebanyakan dari para nasabah adalah unbankable yang mendapatkan manfaat dari Pegadaian. Anis dan para pembicara webinar ini bersepakat bahwa Pegadaian adalah lembaga keuangan yang paling dekat dengan masyarakat.
Pegadaian adalah satu-satunya lembaga keuangan yang memiliki kemampuan menahan laju lembaga keuangan illegal seperti rentenir dan fintech illegal.
“Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan, meninjau kembali dan berusaha meminimalisasi dampak yang akan ditimbulkan holding ini dengan kerja sama semua pihak.
Hak rakyat yang dikhawatirkan akan hilang dapat dipertahankan,” tutup Anis.[ind]