ChanelMuslim.com- Setelah lima bulan berlalu, DKI Jakarta akhirnya PSBB lagi. Mulai 14 September hingga dua pekan kedepan, PSBB diberlakukan di seluruh wilayah DKI Jakarta. Ini berarti, perkantoran akan tutup, pusat bisnis tutup, sarana olahraga dan hiburan tutup, transportasi umum dikurangi, dan aparat keamanan akan berjaga agar PSBB dipatuhi masyarakat.
Sebagian besar warga Jabodetabek dan DKI Jakarta khususnya akan mengelus dada. Sebabnya, PSBB yang lima bulan lalu pernah “mengungkung” warga dalam rumah kini diberlakukan kembali. Itu artinya, bukan sekadar interaksi sosial saja yang dibatasi, cari duit pun kian sulit.
Pemprov DKI Jakarta mengungkapkan, pilihan ini dilakukan dengan terpaksa. Karena, hampir seluruh wilayah DKI Jakarta sudah berada di zona merah atau sangat bahaya. Positivity rate atau prosentase hasil positif di setiap tes kini sudah di atas 15 persen. Bahkan, sempat melampaui 20 persen. Angka ini melampaui standar aman WHO sebesar 5 persen.
Angka positif harian di DKI pun sudah berada di atas 1000. Sebuah kenaikan yang sangat luar biasa jika dibandingkan dengan saat PSBB pertama diberlakukan.
Pemprov juga mengungkapkan, tingkat hunian pasien di rumah sakit sudah mendekati maksimal. Diperkirakan, pada 17 September mendatang, seluruh rumah sakit di DKI tidak lagi mampu menampung pasien Covid. Ada keterbatasan ruang dan jumlah tenaga kesehatan.
Kini masalahnya, apakah pemerintah daerah dan pusat sudah siap dengan dampak pemberlakuan PSBB jilid dua ini. Karena PSBB berarti juga membiayai warga yang tidak bisa mencari nafkah harian. Mulai dari tukang ojek, sopir angkot, pedagang kecil, buruh, dan lainnya. Alokasi bantuan sosial berupa sembako untuk warga pun dinilai akan menyedot anggaran yang tidak sedikit.
Begitu pun dengan keadaan di wilayah satelit DKI seperti Depok, Tangerang, Bekasi, Banten, dan Bogor. Apakah mereka juga siap jika mengikuti langkah DKI berlakukan PSBB lagi. Karena jika tidak, kebijakan ini dinilai tidak akan efektif. Selain karena sebagian besar warga satelit ini bekerja di DKI, rumah sakit yang mereka tuju pun masuk dalam wilayah DKI.
Jika dampak sosial di masyarakat tidak diantisipasi dengan baik, dikhawatirkan akan terjadi ketegangan-ketegangan massif antara pemerintah dengan warganya. Karena antara sehat dan makan, bagi warga kebanyakan, akan lebih dipentingkan makan. Bagi mereka, tidak sehat akan sengsara. Tapi, tidak makan pun akan juga menderita.
Jika melihat efektivitas PSBB di DKI ini, peran pemerintah pusat tidak lagi bisa dianggap sekadarnya. Pemerintah pusat mestinya bercermin dari kegagalan di PSBB jilid satu lalu. Jangan lagi “bermain-main” dengan kebijakan soal Covid ini. Repotnya, jika masih ada ketidakkompakan antara pemprov dengan pemerintah pusat.
Untuk ukuran Asia Tenggara, bisa dibilang, Indonesia merupakan negara paling gagal untuk penangan wabah Covid. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah bersiap-siap akan membuka sekolah dan bisnis mereka karena penularan sudah landai, justru di saat inilah negeri ini mengalami lonjakan yang luar biasa.
Tidak heran jika dua negara itu dan mungkin juga negara Asia Tenggara lain menutup pintu masuk untuk warga Indonesia. Itu artinya, ada pukulan telak di sektor ekonomi karena TKI akan kehilangan pekerjaan yang juga berbuntut menyusutnya pemasukan devisa.
PSBB jilid dua di ibu kota ini dinilai banyak pihak akan memunculkan dampak lebih berat secara nasional dari yang sebelumnya. Hal itu karena di saat inilah pertaruhan resesi mengalami keadaan kritis. Kedua, daya tahan ekonomi di PSBB jilid dua ini boleh jadi jauh lebih rentan di banding PSBB sebelumnya.
Inilah pilihan sulit PSBB. Menjadi sulit karena negeri ini tidak cekatan menangani sejak dari awal. Menjadi sulit karena seolah kita melangkah dari nol lagi. Dan juga sulit karena kantong negeri ini sudah seperti diambang pailit. (Mh)