ChanelMuslim.com – Proses khitbah dalam Islam. Seorang laki-laki muslim harus memilih seorang perempuan yang sholehah dengan latar belakang pendidikan agama yang kuat
dan memperhatikan karakter lainnya yang dia inginkan dari perempuan pilihannya. Ini mengingat, dia akan menjadi ibu bagi anak-anaknya dan menjadi mitra dalam membentuk keluarga.
Baca Juga: Khitbah dan Pernak-Perniknya (5)
Proses Khitbah, Kenali Alasan Menikah
Dalam anjurannya untuk menikahi wanita shalihah sambil mengingatkan akibat baik dari pilihan jodoh, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang perempuan dinikahi atas dasar empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.
Maka pilihlah karena agama, maka tanganmu (dirimu) akan selamat.” (H.R. Bukhari, no. 4802)
Selain itu, keluarga perempuan juga harus menerima laki-laki yang meminang sebagai calon menantunya, jika memang laki-laki itu orang yang taat beragama dan berakhlak mulia.
Keluarga perempuan juga harus mempermudah proses pernikahannya sesuai dengan kemampuannya. Nabi Muhammad saw bersabda,
“Kalau ada seorang laki-laki yang taat agama dan berakhlak mulia datang melamar anak perempuan kalian, maka nikahkanlah kepadanya.
Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah di atas muka bumi ini dan kehancuran besar.” (At-Tirmidzi, no. 1084 dan Ibnu Majah)
Baca Juga: Khitbah dan Pernak-Perniknya (6)
Proses Khitbah, Awal Perjanjian untuk Menikah
Khitbah adalah proses ketika seorang laki-laki datang kepada keluarga perempuan dan meminang anak perempuannya untuk ia nikahi.
Proses lamaran adalah proses awal dan perjanjian untuk menikah.
Kalau keluarga perempuan sudah setuju dan sepakat untuk menikahkan anak perempuannya kepada yang melamarnya,
proses khitbah sudah selesai dan kalau sudah dilamar, ada beberapa hukum dan aturan yang harus diikuti.
Lamaran dan tunangan adalah proses persiapan ke arah pernikahan.
Walaupun sudah dilamar, perempuan itu masih tetap sebagai nonmahram bagi laki-laki yang melamarnya dan haram bagi keduanya untuk berduaan.
Baca Juga: Fiqih Khitbah
Hal-hal yang Dibolehkan saat Lamaran
Laki-laki si pelamar itu juga haram untuk menyentuh perempuan yang ia lamar, dan semua hal yang diharamkan bagi seorang laki-laki terhadap perempuan nonmahram.
Laki-laki yang melamar dibolehkan untuk melihat wanita yang dia lamar dengan batasan yang biasa dibuka untuk anggota keluarganya seperti wajah, rambut,
kedua telapak tangannya, kedua tangannya, kedua kakinya, ujung kakinya, dan sejenisnya.
Tujuannya adalah untuk mengenal lebih dekat tentang sifat dan kecantikan calon istrinya sebelum menikah tetapi hanya boleh melihat sekilas saja,
tidak boleh berulang-ulang dan harus ditemani keluarganya serta tidak boleh meraba anggota tubuhnya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan sebab diperbolehkannya melihat calon istri karena kalau seorang laki-laki terpesona melihat perempuan dalam kondisi alami tanpa didandani,
ia akan menjadikan hubungan keduanya bisa bertahan lama setelah pernikahan nanti. Ketika Nabi Muhammad saw bertanya kepada seorang sahabatnya setelah melamar seorang wanita,
“Apakah engkau melihatnya?” Dia menjawab, “Tidak.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Lihatlah wanita itu karena itu akan membantu mengawetkan pernikahan kalian.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1087)
Baca Juga: Khitbah dan Pernak-Perniknya (5)
Aturan soal Lamaran
Seorang laki-laki dilarang melamar wanita yang sudah dilamar laki-laki lain, kecuali jika sudah jelas informasinya bahwa keluarga perempuan menolak laki-laki yang melamarnya lebih dulu.
Atau mereka sudah membatalkan lamarannya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melamar (perempuan) yang sudah dilamar orang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 4848)
Semua barang yang diberikan pelamar kepada perempuan dalam proses lamaran tidak termasuk mas kawin, kecuali sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Jika lamarannya dibatalkan karena sebab apapun, hadiah yang sudah diberikan itu tidak perlu dikembalikan kepada pihak laki-laki.[ind]
Sumber: Buku “Panduan Praktis Muslim” oleh Fahad Salim Bahammam, Riyadh (2014)