ChanelMuslim.com – Jokowi disematkan Cak Jancuk oleh pembawa acara Djadi Galajapo. "Mengapa disebut 'cak'? Karena 'cak' adalah, cakap, agamis, dan kreatif. Itulah Cak Jokowi," katanya disambut tepuk tangan pendukung.
Sedangkan,Jancuk, kata Djadi, merupakan kepanjangan dari jantan, cakap, ulet, dan komitmen. Meski demikian ternyata kata Jancuk mempunyai konotasi negatif dan positif. Namun, lebih banyak negatifnya.
Dilansir Detik, Sabtu (2/1/2019) Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Autar Abdilah mengatakan secara bahasa memang negatif. Namun, ada juga positifnya seperti mengungkapkan rasa kekaguman misal 'jancuk, ayune arek iki.
Normalnya, kata tersebut digunakan sebagai umpatan pada saat emosi meledak, marah, atau untuk membenci dan mengumpat seseorang. Kata Jancok juga menjadi simbol keakraban dan persahabatan khas di kalangan sebagian arek-arek Suroboyo
Menurut Kamus Daring Universitas Gadjah Mada, kamus.ugm.ac.id/jowo , istilah “jancuk, jancok, diancuk, diancok, cuk, atau cok" memiliki makna “sialan, keparat, brengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau bisa juga digunakan untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa).
Berdasarkan sejarahnya, kata Janjuk ternyata ada beberapa versi.
Menurut Edi Samson, seorang anggota Cagar Budaya di Surabaya, istilah Jancok atau Dancok berasal dari bahasa Belanda “yantye ook” yang memiliki arti “kamu juga”. Istilah tersebut popular di kalangan Indo-Belanda sekitar tahun 1930-an. Istilah tersebut diplesetkan oleh para remaja Surabaya untuk mencemooh warga Belanda atau keturunan Belanda dan mengejanya menjadi “yanty ok” dan terdengar seperti “yantcook”. Sekarang, kata tersebut berubah menjadi “Jancok” atau “Dancok”.
Sujiwo Tedjo pernah menulis dalam bukunya Jiwo Jancuk dan Republik #Jancuker. Menurutnya,Jancuk itu ibarat sebilah pisau. Bila digunakan untuk mengejek maka akan menjadi negatif begitu sebaliknya.
“Jancuk” itu ibarat sebilah pisau. Fungsi pisau sangat tergantung dari user-nya dan suasana psikologis si user. Kalau digunakan oleh penjahat, bisa jadi senjata pembunuh. Kalau digunakan oleh seorang istri yang berbakti pada keluarganya, bisa jadi alat memasak. Kalau dipegang oleh orang yang sedang dipenuhi dendam, bisa jadi alat penghilang nyawa manusia. Kalau dipegang orang yang dipenuhi rasa cinta pada keluarganya bisa dipakai menjadi perkakas untuk menghasilkan penghilang lapar manusia. Begitupun “jancuk”, bila diucapkan dengan niat tak tulus, penuh amarah, dan penuh dendam maka akan dapat menyakiti. Tetapi bila diucapkan dengan kehendak untuk akrab, kehendak untuk hangat sekaligus cair dalam menggalang pergaulan, “jancuk” laksana pisau bagi orang yang sedang memasak. “Jancuk” dapat mengolah bahan-bahan menjadi jamuan pengantar perbincangan dan tawa-tiwi di meja makan.
Yang menjadi pertanyaan apakah boleh memanggil Jokowi dengan Cak Jancuk saat berada di tengah publik? Apalagi Jokowi masih menjadi seorang presiden. Namun, anehnya Jokowi merasa menerima dipanggil Cak Jancuk saat menghadiri kampanye deklarasi dukungan Forum Alumni Jawa Timur untuk dirinya di Kota Surabaya. Bahkan Djadi Jalajapo mengomandoi massa untuk berteriak Jokowi Jancuk.
"Neng Suroboyo tengah, Jancokan, apa itu Jancokan? tanyanya dibalas para pendukung dengan berteriak 'Jokowi Jancuk, Jokowi Jancuk'. (Ilham)