ChanelMuslim.com- Ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Dari segi bahasa saja, khususnya bahasa Arab, ilmu dan amal seperti dua kata kembar yang hanya bertukar huruf mim dan lam.
Tidak jarang jika seorang yang kurang fokus dalam membaca Alquran, kerap mengalami slip lidah ketika menyebut ya’malun dengan ya’lamun, atau sebaliknya.
Dari segi makna, dua kata kembar ini, pun mempunyai keunikan. Keduanya harus menyatu dan tak mungkin dipisahkan. Persoalan kata mana yang lebih awal, ilmu atau amal, yang masuk ke hati dan pikiran, itu hal lain. Tapi ujung-ujungnya, dalam proses waktu, keduanya akan menyatu.
Seorang siswa yang menuntut ilmu: sekolah, kuliah, diklat dan sejenisnya, akan meletakkan akhir dari perjalanannya kepada kerja atau amal.
Begitu pun dengan orang-orang lapangan yang sejak awal melakoni kehidupannya dengan kerja atau amal. Dalam proses waktu, ia akan menjadi orang berilmu dalam urusan amalnya. Dia akan pakar sebagai pemancing ikan karena sejak kecil ikut orang tua yang nelayan.
Dia akan paham kapan ikan tertarik dengan makanan, apa jenis makanannya, lokasi-lokasi berkumpulnya ikan, bagaimana bentuk pancingan, jala, dan sejenisnya.
Kenapa amal dan ilmu kadang bisa berpisah?
Ada seorang siswa yang sekolah mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga tinggi. Tapi, saat di puncak ilmu itu, ia bingung harus memulai amalnya dari mana?
Segala teori tentang sesuatu begitu sesak di kepalanya. Sedemikian sesaknya, bahkan ia tak menyadari bahwa selama ini ia hanya berkutat pada ilmu, belum di amal.
Persis seperti anak kota yang dapat ilmu tentang hewan lintah: berukuran seperti jari tangan, warnanya hitam, lunak, berlendir, dan menghisap darah manusia.
Kata terakhir itu menjadikan anak kota tak akan pernah ingin bertemu lintah. Tinggallah ilmunya hanya sebatas pengetahuan, tapi dalam kenyataannya, ia tidak pernah kenal dengan lintah.
Bagaimana kalau ia ditanya oleh murid atau orang lain tentang lintah. Ia akan menjawab seperti yang ia baca, ia dengar, ia simak, dan seterusnya. Tapi, ia gagal menghadirkan sosok utuh lintah di hadapan imajinasi si penanya, apalagi kenyataannya.
Suatu saat kalau ada yang berpendapat bahwa bisa melakukan pengobatan dengan menyedotkan lintah ke saluran darah pasien, ia akan menggeleng-gelengkan kepala. Mustahil!
Ilmu dan Amal dalam Islam
Dua hal ini sangat dimuliakan dalam ajaran Islam. Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan yang berilmu melebihi yang lain. Ilmu dalam Islam adalah yang Allah ajarkan melalui NabiNya atau diilhamkan kepada hambaNya.
Dengan kehadiran Nabi saw., manusia menjadi paham kenapa dilarang konsumsi darah, miras, najis, dan lainnya. Orang menjadi paham kenapa hewan harus disembelih sebelum dagingnya dimakan, antara lain agar terjadi pemisahan antara daging dan darah melalui pemutusan urat nadi di leher hewan.
Masih banyak hal lain yang lebih luas dan menyeluruh disampaikan Nabi saw. Nabi saw. menyampaikan dua hal sekaligus: ilmu dan amal.
Ilmu Allah swt. muliakan, hingga orang-orang yang berilmu pun menjadi mulia. Dan, begitu pun dengan amal. Allah swt., menegaskan bahwa surga sebagai balasan untuk mereka yang beramal.
Bisa dibilang, gol dari semua ilmu adalah amal. Dan amallah yang mengantarkan kebahagiaan manusia, di dunia dan akhirat.
Bagaimana dengan penghidupan kita?
Ada seorang saleh bercerita. Ia telah begitu lama menekuni pendidikan keislaman. Ketika memasuki pendidikan tinggi, ia memilih bidang politik Islam. Hingga akhirnya, ia selesai dan meraih titel tertinggi pendidikannya.
Setelah itu, ia melakoni kehidupannya sebagai pendidik di perguruan tinggi. Ia sampaikan yang ia tahu dan pahami tentang politik Islam. Termasuk, batasan dan hal-hal yang harus dihindari dalam berpolitik menurut Islam.
Suatu kali, masyarakat sekitarnya, menobatkan orang saleh ini untuk menjadi kepala daerah. Semuanya siap melakukan dukungan: mahasiswa, rekan dosen, keluarga besar, masyarakat setempat, bahkan tokoh-tokoh di lintas profesinya siap memberikan dukungan.
Ia bingung. Mau nolak susah memberikan alasan. Mau nerima, sudah sangat paham betul dengan standar dan batasan tentang hal yang buruk dalam dunia politik non Islam saat ini.
Takdir menentukan ia menjadi kepala daerah. Sepertinya, masyarakat dan lingkungan sekitar sudah muak dan kapok mengamanahkan kepemimpinan kepada politisi partai. Ia dipilih karena sebagai pakar, ilmuwan, dan tentu saja orang saleh.
Kini, ia seperti sedang bertempur dengan teori-teori ilmu yang ia pelajari dan ajarkan kepada siswanya. Ia seperti sedang adu kuat antara idealisme ilmunya dengan kemulusan langkah kebijakannya di dunia politik pemerintahan.
Menariknya, ia sendiri yang akhirnya memahami. Bahwa, ilmu memang harus diuji dalam dunia nyata. Ilmu bukan sebagai kendaraan pelarian dari dunia nyata yang kadang buruk, melainkan sebagai tameng menghadapi kenyataan buruk kehidupan.
Sebuah kesimpulan yang mungkin bisa diperoleh oleh mereka yang tidak perlu butuh lama memahami politik Islam. Tapi cukup dengan memahami standar politik Islam kemudian terjun dalam amaliah politik kehidupan. Tapi, tetap istiqamah dengan imannya.
Ilmu dan Amal Bisnis
Sudut pandang lain tentang ilmu dan amal adalah dalam dunia bisnis. Tidak sedikit mereka yang menekuni pendidikan ekonomi hingga ke jenjang pendidikan tertinggi berujung pada bingung harus memulai dari mana.
Mau pilih jenis bisnis yang pas menurutnya, tapi modalnya tak memadai. Mau memulai dengan ukuran modal yang dimiliki, tapi jenis bisnisnya kurang menarik. Bingung, dan akhirnya mandeg bin kandas.
Publik negeri ini pernah terperanjat dengan sosok mendiang Bob Sadino. Dia dikenal dengan konglomerat yang berpenampilan begitu sederhana: kaus dan celana pendek.
Kalau saja konglomerat ini berjalan sendiri di tengah orang banyak, tak akan ada yang menyangka ia orang kaya. Bahkan, maaf, tak ada sales yang tertarik untuk menawarkan produk kepadanya.
Om Bob, begitu sapaan akrabnya, pernah menceritakan kisah suksesnya kepada media televisi. Ia pernah jualan rujak, keliling jalan dan kampung.
Gagal? Ia coba peruntungan bisnis yang lain. Dengan catatan, sesuai dengan kocek kecilnya. Tapi, ia seperti tak pernah bosan untuk mulai dan mulai.
Seorang reporter pernah bertanya kepadanya. “Apakah anak Paman Bob akan langsung ditempatkan pada posisi pimpinan di bisnisnya?”
Pria yang ucapannya begitu kaya dengan pengalaman bisnis ini pun berujar ringan, “Enak aja! Mulai dari awal!”
Susahnya Memahami Kata ‘Mulai’
Entah di mana dan siapa yang salah, sepertinya para sarjana negeri ini umumnya susah memahami kata mulai.
Teori-teori akademik seperti seragam menggiring siswa untuk menjadi berada dalam dunia ilmu. Semakin tinggi ilmu seseorang, kian jauh kesenjangan antara ilmu dan kerja atau amal.
Para akdemisi mungkin bisa belajar dari para tokoh pesantren. Lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini tidak segan dan memang sudah menjadi keharusan, agar para santri dibekali keterampilan kerja.
Selain hafiz Quran dan Hadis, tinggi ilmu agamanya, para santri juga belajar tentang berternak, merekayasa tanaman, menjahit atau fashion, berdagang, dunia mesin, dan lain-lain.
Mereka kelak akan memahami bahwa ilmu dan amal tak perlu harus diundi siapa yang harus datang lebih dahulu. Tapi menjadi satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan.
Tentang ‘mulai’, Nabi saw. telah membacakan firman Allah swt. untuk kita, “Apabila kalian sudah berazam (bertekad), maka bertawakallah.”
Firman Allah swt. lain yang juga pernah beliau saw. bacakan, “Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran (ilmu) kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (mh)