BAGAIMANA kisah penyembelihan Nabi Ismail yang fenomenal itu? Tak banyak riwayat maupun ceramah Asatiz yang membahasnya.
Namun demikian, dalam ceramahnya di Masjid An-Nuur Darussalam, Cideng, Jakarta Pusat, Selasa (5/7), Mamah Dedeh menceritakan dengan detail bagaimana kisah penyembelihan Nabi Ismail.
Pada malam ke-8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim bermimpi diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa taala untuk menyembelih anaknya.
Nabi Ibrahim meragukan bahwa mimpi tersebut adalah wahyu, ia khawatir mimpi tersebut datangnya dari syetan.
Di pagi harinya, beliau yarwi (berbicara) dengan dirinya, apakah ini mimpi kosong ataukah wahyu Allah? Jadi, hari itu dinamakan hari tarwiyah. (al-Mughni, 3/364).
Kemudian, pada malam ke-9 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim kembali bermimpi. Ia yakin dan mengenali (ya’rifu) bahwa itu adalah perintah Allah Subhanahu wa taala. Jadi, hari itu dinamakan hari Arafah.
Lalu, untuk melaksanakan perintah tersebut, Nabi Ibrahim menyembelih (yanharu) Ismail pada hari ke-10 Dzulhijjah. Jadi, hari itu dinamakan hari Nahrun (penyembelihan).
Ibrahim mengatakan kepada istrinya, Hajar, untuk memandikan dan memakaikan pakaian serta minyak wangi terbaik kepada Ismail.
Banyak orang bertanya, berapakah umur Ismail saat itu?
Dalam surah Ash Shaffat ayat 102, Allah berfirman mengenai ini.
“Ketika anaknya sudah bisa membantu ayahnya bekerja…”
Jadi, ada yang menyimpulkan bahwa Ismail berusia 12 tahun, yaitu usia ketika seorang anak sudah dapat membantu pekerjaan ayahnya.
Baca Juga: Doa Nabi Ibrahim Setelah Meninggalkan Hajar dan Ismail
Kisah Lengkap Penyembelihan Nabi Ismail
Selama menuju penyembelihan, iblis tak mau melewatkan kesempatan sedikit pun untuk menggoda.
Iblis mendatangi Nabi Ibrahim dan berniat menggoyahkannya. Iblis berkata, “Bagaimana mungkin engkau tega menyembelih anakmu, yang engkau idam-idamkan kehadirannya selama berpuluh-puluh tahun?”
Namun, Nabi Ibrahim menjawab lantang, bahwa hal itu adalah perintah Allah Subhanahu wa taala, tak mungkin ia melanggarnya. Nabi Ibrahim pun melempar batu kepada Iblis.
Gagal menggoda Nabi Ibrahim, iblis pun mendatangi Hajar. Iblis berkata: “Wahai Hajar, tahukah engkau bahwa suamimu akan menyembelih anakmu yang tercinta? Mengapa engkau diam saja? Cepat, hentikan dia!”
Namun Hajar menjawab bahwa ia tidak pernah mendengar suaminya melakukan hal itu. Lalu, ia bertanya kepada iblis, apa yang dikatakan Nabi Ibrahim?
Iblis menjawab bahwa Nabi Ibrahim mengatakan penyembelihan itu adalah perintah Allah Subhanahu wa taala.
“Jika itu adalah perintah Allah, maka aku akan percaya kepadanya,” ucap Hajar sembari melempar batu kepada iblis.
Iblis gagal menggoyahkan pasangan tersebut. Ia pun berlari ke Ismail, sang anak yang akan disembelih. Iblis mengatakan,
“Wahai Ismail, tidakkah engkau marah terhadap apa yang dilakukan ayahmu? Engkau akan disembelihnya.”
Namun, Ismail dengan keimanan yang tinggi menjawab,
“Jika itu adalah perintah Allah, aku percaya kepada ayahku dan aku rela disembelih sebagai bukti keimananku.”
Iblis pun dilempar batu sebanyak tiga kali oleh Nabi Ibrahim, Hajar, dan Ismail sehingga kelak pelemparan batu tersebut lazim dilakukan oleh para jemaah umroh dan haji yang dikenal dengan melempar jumroh.
Sementara itu, di tempat penyembelihan, Allah Subhanahu wa taala memerintahkan para malaikat untuk turun ke bumi dan menyaksikan peristiwa besar tersebut.
Sebelum menyembelih, Nabi Ibrahim bertanya kepada Ismail,
“Wahai anakku, bagaimana pendapatmu tentang perintah Allah ini?”
Ismail menjawab, “Laksanakan perintah Allah, wahai Ayah, InsyaAllah engkau dapati aku sebagai orang yang sabar.”
Ismail pun mengajukan 5 syarat sebelum ia disembelih, yaitu ia meminta pakaiannya dibuka agar tidak terkena darah dan diberikan kepada ibunya sebagai kenang-kenangan.
Ia juga meminta agar tangan dan kakinya diikat agar ia tidak meronta-ronta saat disembelih.
Selain itu, ia meminta agar wajahnya dipalingkan membelakangi ayahnya dan meminta ayahnya untuk menggulung lengan bajunya agar tidak terkena cipratan darah.
Lalu, detik yang ditunggu pun tiba. Nabi Ibrahim menempelkan pisaunya yang sudah diasah ke leher Ismail. Pada kesempatan pertama, ia menyayat leher Ismail dengan sungguh-sungguh.
Akan tetapi, tak ada yang terjadi. Pisaunya seakan tumpul. Nabi Ibrahim lalu mengulanginya beberapa kali dan hasilnya tidak berbeda. Malaikat yang menyaksikan juga terdiam seribu bahasa.
Dalam situasi genting itu, Ismail lalu memohon kepada ayahnya agar membuka ikatan tangan dan kakinya serta menghadapkan wajahnya ke langit.
Setelah melakukan apa yang diminta sang anak, Nabi Ibrahim mencoba lagi untuk menyembelih Ismail. Namun anehnya, tidak ada yang terjadi seolah leher anaknya kebal terhadap benda tajam.
Karena lelah dan tidak tahu harus bagaimana lagi, Nabi Ibrahim melemparkan pisaunya. Pisau jatuh mengenai batu besar dan batu itu terbelah menjadi dua.
Saat itu, qodarullah pisau tersebut dapat berbicara bahwa ia diperintah Allah Subhanahu wa taala untuk tidak melukai leher Ismail.
Inilah yang menyebabkan leher Ismail tidak tergores.
Melihat hal tersebut, para Malaikat pun bertakbir.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Nabi Ibrahim pun menjawab takbir para malaikat dengan mengucapkan:
Laa ila ha illallahu wallahu akbar
Nabi Ismail yang juga masih tak percaya dengan apa yang terjadi turut berucap takbir dan tahmid:
Allahu akbar walillahil hamd
Itulah takbir yang kita kenal dan selalu dilantunkan ketika beribadah haji, umroh, serta berhari raya.
Pada saat itu, Allah Subhanahu wa taala memerintahkan Jibril untuk mengambil kibas yang dahulu dikurbankan oleh Habil, anak Nabi Adam.
Kibas tersebut sebagai kurban pengganti Ismail.
Peristiwa tersebut berakhir bahagia dan menjadi sejarah fenomenal yang terus dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia ketika hari raya Idul Adha.
Dalam kejadian tersebut, Allah Subhanahu wa taala memberikan hikmah bahwa manusia tidak layak dikorbankan dan ditumpahkan darahnya.
Sebaliknya, dengan berkurban, manusia mengurbankan hawa nafsunya seperti yang ada dalam binatang yang tersebut.
Melihat kedekatan Nabi Ibrahim dan Ismail, kita juga dapat mengambil pelajaran bagaimana membesarkan anak yang penuh dengan keimanan kepada Allah Subhanahu wa taala.
Dalam surah Ash shaffat ayat 100, Allah mengabadikan doa Nabi Ibrahim yaitu meminta diberikan anak yang sholih.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari peristiwa ini.[ind]