KETIKA memandang Baitullah, maka anggaplah diri kamu sedang berada di depan maupun di sisi Allah tepatnya berada di dalam rumah-Nya yang suci.
Selimuti hati kamu dengan kebesaran dan keagugan Allah, sedangkan pada saat itu kamu melihat gerombolan manusia yang tidak ada habis-habisnya.
Bergetarlah hati kamu ketika kamu berpikir tentang gelombang manusia yang pernah digambarkan Syeikh Ali Thanthawi dalam ucapannya.
Berdasarkan buku Dahsyatnya Umrah karya Dr. Khalid Abu Syadi, usahakan konsentrasi penuh saat memandang Ka’bah sampai kamu terhalang seluruh mata angin di hadapan kamu.
Memandang Ka’bah seperti itu sesungguhnya akan mendatangkan ketakjuban dan kekaguman, serta menimbulkan dampak yang dahsyat untuk selanjutnya mengagungkan perintah Allah dan menambah kekuatan iman.
Baca juga: Di Jalan-Jalan Kota Madinah
Memandang Baitullah
Selain itu, hati terasa damai dan jiwa terasa tenang, menumbuh rasa was-was dan menumpas rasa cemas.
Ketahuilah, sesungguhnya Ka’bah tidak sekedar tumpukan batu dan kain penutup, namun Ka’bah adalah sebagaimana yang dipaparkan Umar Bahauddin al-Amiri saat menjelaskan teorinya tentang Ka’bah yaitu:
“Ka’bah yang senantiasa dicium dalam teoriku. Nilai Ka’bah tidak terletak di tumpukan batunya. Mendekatkan diri pada Sang Pencipta Ka’bah. Bukan berpijak pada diri seseorang yang bersanfar pada kain penutupnya”.
“Kesucian Ka’bah terletak pada seluruh bangunannya. Yang bisa dirasakan oleh ummat Islam dari segala penjuru dunia. Sesungguhnya Ka’bah sumber segala yang mulia. Sesungguhnya Ka’bah sumber segala yang bercahaya”, lanjut teorinya.
Hendaklah hati kamu khusyuk saat meresapi makna cinta dan bertemu dengan sang kekasih. Resapi juga tentang kematian sebab melihat rumah Allah dan kemuliaan saat berdiri di rumah Allah.
Bersyukurlah kepada Allah yang telah menuntun kamu hingga sampai di rumah-Nya yang mulia dan mempertemukan kamu dengan sekelompok manusia yang menjadi tamu-Nya.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Berprasangka baiklah kamu kepada Allah tidak akan menelantarkan kesungguhan kamu menjadi hal yang sia-sia seraya mengatakan, “Aku tidak berprasangka apa pun kepada-Mu saat hati memenuhi panggilan kalian”.
“Yang merindukan tempat yang menyungkurkanku ke dalam neraka. Inilah aku tetangga rumah-Mu. Engkau katakana kepada kami, kalian tunaikan ibadah haji di Baitullah. Aku pun lantas menyampaikan wasiat kepada tetangga”, lanjutnya. [Din]