USTAZ Oni Sahroni, seorang ahli Fiqih, mengatakan bahwa di dalam fiqih menghajikan istri atau menyediakan biaya berhaji bagi istri itu bukan kewajiban suami, tetapi jika suami mampu menghajikan istri, itu menjadi pilihan terbaik yang idealnya ditunaikan oleh setiap suami.
Hal ini sebagaimana pandangan Lembaga Fatwa al-Azhar, Lembaga Fatwa Mesir, Syekh ‘Athiyah Saqr (Ketua Komisi Fatwa al-Azhar pada zamannya), Syekh ‘Uwaidhah Utsman (Sekretaris Fatwa Dar al-Ifta Mesir), dan Majdi Asyur (Penasihat Mufti Mesir).
Kesimpulan ini didasarkan pada tuntunan dan dalil berikut.
Baca Juga: Umrohnya Anak Kecil Yang Belum Dewasa
Apakah Menghajikan Istri adalah Tugas Suami?
Pertama, menghajikan istri bukan bagian dari kewajiban suami karena,
(1) Tidak ada nash ayat ataupun hadis yang menegaskan bahwa biaya haji istri itu adalah tanggung jawab suami sehingga tidak harus ditunaikan. Karena tidak ada nash sehingga tidak wajib, maka selanjutnya para ulama menegaskan bahwa menghajikan istri itu hukumnya sunah.
(2) Yang menjadi tanggung jawab suami adalah nafkah keluarga (termasuk istri). Sedangkan biaya haji istri itu bukan bagian dari komponen nafkah yang dimaksud.
(3) Istri memiliki dzimmah maliah tersendiri dan istitha’ah ada pada pundaknya. Lembaga Fatwa Mesir menjelaskan,
أن للزوج ذمة مالية مستقلة عن زوجته وللزوجة كذلك ذمة مالية مستقلة عن زوجها، فإذا كان أحدهما مستطيع للحج دون الآخر، وجب الحج على المستطيع منهما دون غيره سواء أكان المستطيع الزوج أم الزوجة.
“Bahwa walaupun suami istri itu ada dalam satu rumah tangga, tetapi hak finansial keuangan dan entitasnya berdiri sendiri, terpisah sebagai entitas tersendiri. Jika istri mampu secara finansial untuk menunaikan haji, maka ia sebagai pribadi menjadi wajib haji.”
ومن شروط وجوب الحج الاستطاعة، فإذا لم يكن عند الزوجة ما يكفي لنفقات حجها فليس الحج واجبا عليها، وليس الزوج ملزما بإحجاجها من ماله، لكنه إن فعل فهو مثاب على ذلك، وله حينئذ مثل أجر حجِها؛ لأنه السبب فيه.
“Dan karena seorang istri menjadi wajib haji saat ia mampu. Pada saat ia tidak mampu sesuai dengan kemampuan finansial pribadinya, maka ia tidak wajib haji. Tetapi pada saat suami menghajikannya, maka itu bagian dari ihsan, keutamaan, membalas kebaikannya, dan mengokohkan sakinah dalam rumah tangga.”
Kedua, pilihan suami menghajikan istri itu pilihan terbaik sebagaimana tuntunan berikut.
(1) Bagian dari al-mu’asarah bil ma’ruf (memberikan perlakuan terbaik kepada istri) yang menjadi kewajiban suami.
Lembaga Fatwa al-Azhar menjelaskan,
إن لم تملك المرأة نفقة حج الفريضة من مالها لم يجب عليها، ومن إحسان زوجها إليها تحمل نفقة حجها
“Jika istri tidak memiliki biaya yang cukup untuk menunaikan ibadah haji, maka ia tidak wajib berhaji. Tetapi sang suami karena budi baiknya dapat menghajikannya (menanggung biaya hajinya).”
Syekh ‘Uwaidhah Utsman (Sekretaris Fatwa Dar al-Ifta Mesir) menjelaskan,
نقول للزوج إن كنت صاحب مال وإن كان لا يؤثر معك هذا فساعد زوجتك وساعد من شئت على أن يؤدى هذه العبادة إن أردت
“Jika suami dalam posisi mampu untuk menyediakan biaya haji istrinya, maka bagian dari keutamaan untuk membantu istrinya agar ia bisa menunaikan ibadah tersebut.”
(2) Mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Majdi Asyur (Penasihat Mufti Mesir) menjelaskan,
بأن يتحملوا نفقات حج زوجاتهم ما داموا مستطيعين، تأسِّيًا بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم
“Menjadi pilihan terbaik saat suami menghajikan istrinya jika mampu sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut.”
“Dari ‘Aisyah ia berkata, ‘Kami keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada yang kami ingat kecuali untuk menunaikan haji.” (HR Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa suami menghajikan istrinya itu dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan dalam beruswah setiap Muslim dan Muslimah.
(3) Bagian dari mengokohkan sakinah keluarga dan membalas kebaikan kepada istri dengan balasan yang sama atau bahkan lebih baik.
Syekh Athiyah Saqr menjelaskan,
أما أن يدفع تكاليف حجها فليس بواجب عليه، فالحج فرض على القادر المستطيع، فإن كانت تملك مالا يكفى للحج وجب عليها الحج من مالها هى، ولا يلزم الزوج بدفع أى شيء لها، ولا يعاقب على التقصير، أما إن تبرع بذلك فهو خير، وله ثواب إن شاء الله، وهو من المعاشرة بالمعروف والتعاون على الخير.
“Suami tidak wajib menyediakan biaya haji istrinya karena haji hanya wajib bagi yang mampu (istitha’ah). Jika istri mampu, maka ia wajib haji dari hartanya. Tetapi suami tidak wajib menghajikan istrinya. Adapun saat suami menghajikan istri, maka itu menjadi keutamaan, kebaikan, berpahala dan bagian dari mu’asyarah bil ma’ruf.”
Wallahu A’lam.
Sumber: Konsultasi syariah Republika online