TATA CARA Pelaksanaan Puasa Syawal, ditulis oleh Ma’ruf Amari, Lc., M.Si. Pada bulan Syawal, ada ibadah sunnah yang sangat populer di kalangan umat muslim, yang dikenal dengan sebutan Puasa Syawal. Dalam perbincangan sehari-hari, sering disebut dengan “Nyawal”.
Rasulullah saw menganjurkan umatnya setelah puasa sebulan penuh di bulan Ramadan untuk berpuasa enam hari di bulan Syawal.
Diriwayatkan dalam hadits shahih dari Abu Ayyub Al-Anshari, bahwa Nabi saw bersabda:
“Barangsiapa puasa Ramadan kemudian dia ikuti (puasa) enam hari bulan Syawal maka dia seperti puasa setahun” (HR. Muslim no 1164, At-Tirmidzi no 759, Ahmad no 23533, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no 3908, Al-Baihaqi dalam Ash-Shaghir no 1409 dan Al-Kubra no 8431, Ibnu Majah no 1716, Abu Dawud no 2433 dan Ibnu Khuzaimah no 2114).
Baca juga: Risalah Puasa Syawal dalam Kitab Bulughul Maram
Bagaimana Tata Cara Menjalankan Puasa Syawal?
Para ulama berbeda pendapat tentang pelaksanaan puasa enam hari Syawal, apakah at-tatabu’ (bersambung) atau mutafariqah (terpisah), atau kedua-duanya dianggap sama?
1. Pendapat Ulama Hanabilah
Keutamaan puasa enam hari Syawal didapatkan baik dilaksanakan dengan bersambung ataupun terpisah (Al-Furu’ juz 5 hlm. 85). Alasan kebolehan puasa enam hari Syawal secara bersambung atau terpisah –seperti yang dinyatakan oleh Abdul Aziz bin Baz, adalah karena hadits Nabi saw tentang keutamaan puasa Syawal tidak menyebutkan bersambung dan tidak pula menyebutkan terpisah (Lihat Majmu’ Fatawa bin Baz no 149).
2. Pendapat Imam Asy-Syafi’i
Pahala sunnah daripuasa Syawal didapatkan dengan melaksanakannya secara mutafarriqah (terpisah/ tidak besambung). Akan tetapi, melaksanakannya dengan tatabu’ (bersambung) lebih utama setelah Hari Raya Idul Fitri dalam rangka menyegerakan ibadah, dan dengan menundanya akan mengalami banyak kendala (Mughnil Muhtaj juz 2 hlm. 184).
3. Pendapat Ulama Hanafiyah
Abu Hanifah mengatakan, makruh menjalankan puasa Syawal baik terpisah maupun bersambung. Menurut Abu Yusuf makruh apabila bersambung, dan menurut pengikut Hanafiyah generasi belakangan mengatakan tidak mengapa (Ibnu Nujaim, Al-Bahrur Raiq juz 2 hlm. 278).
Hukum makruh menurut Hanafiyah tatkala menyambung puasa Syawal dengan Ramadan. Yaitu puasa Syawal diawali dari Hari Raya Idul Fitri dan dilanjutkan lima hari berikutnya.
Puasa Syawal Kurang dari Enam Hari
Seseorang yang tidak genap melaksanakan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal karena udzur syar’i maka dia tetap mendapatkan keutamaan seperti yang disebutkan dalam hadits dan tidak perlu mengqadha di luar bulan Syawal.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “Puasa enam hari bulan Syawal adalah ibadah sunnah bukan wajib. Maka Anda mendapatkan pahala dari yang telah anda kerjakan dan diharapkan Anda mendapatkan pahala sempurna apabila terdapat udzur syar’i yang menghalangi Anda menggenapkannya”.
Selanjutnya Syaikh Bin Baz mengutip hadits Nabi saw, “Apabila seseorang sakit atau musafir maka Allah tulis baginya seperti ia laksanakan sebagai mukim (di tempat tinggal) dan sehat”. (HR. Bukhari no 2996).
Kesimpulan
Pada dasarnya para ulama telah bersepakat atas sunahnya puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa Syawal boleh dilakukan enam hari secara berturut-turut, boleh pula enam hari secara terpisah.
Wallahu a’lam bish shawab.[ind]