AI yang meniru gaya Studio Ghibli apakah melanggar hak cipta? Studio Ghibli, Inc adalah studio animasi di Koganei, Tokyo, yang didirikan pada 15 Juni 1985 oleh Hayao Miyazaki, Isao Takahata, dan produser Toshio Suzuki.
Studio ini terkenal dengan film-film animasi berkualitas tinggi yang memadukan fantasi, humanisme, dan pesan lingkungan.
Karya-Karya Ikonik Ghibli antara lain “My Neighbor Totoro” (1988) maskot askot resmi studio, Totoro pun kerap menjadi simbol budaya pop global.
Orang juga mengenal karya kreatif “Spirited Away (2001)”. Studio Ghibli memproduksi film pendek, iklan, dan konten televisi.
Dengan pendapatan global spektakuler, karya-karya mereka tidak hanya sukses secara komersial, tetapi juga diakui secara kritis.
Belakangan fenomena ini berdampak signifikan terhadap ChatGPT. Platform besutan Sam Altman itu mampu membukukan 1 juta akun baru pengguna hanya dalam satu jam.
Chatbot AI seperti ChatGPT juga meraih efek signifikan, seperti dilaporkan Reuter “Ghibli effect: ChatGPT usage hits record after rollout of viral feature” (02/04/2025).
Baca juga: Mahasiswa ITS Ciptakan Alat Deteksi Gula Darah Tanpa Pengambilan Darah
Tengah Marak AI Ghibli yang Melanggar Hak Cipta
Reuter menulis bahwa inovasi alat gambar ChatGPT meningkatkan kunjungan situs web. Sam Altman menyatakan unduhan aplikasi bertambah 1 juta pengguna dalam satu jam.
Rata-rata pengguna aktif mingguan ChatGPT juga menembus angka 150 juta. Reuter dalam laporannya menyebut penggunaan alat AI secara ekstensif untuk efek Ghibli juga menimbulkan pertanyaan tentang potensi pelanggaran hak cipta.
Lanskap hukum gambar hasil rekayasa AI yang meniru gaya khas Studio Ghibli memicu ketidakpastiam hukum hak cipta pada umumnya.
Praktisi Hukum Eva Brown, saat ini hukum hak cipta hanya melindungi ekspresi tertentu, bukan gaya artistik itu sendiri.
Reuter mengatakan OpenAI tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai data yang digunakan untuk melatih model AI-nya dan legalitas seputar fitur terbarunya.
Pendukung Ghibli AI berargumen bahwa AI membuka akses kreativitas bagi orang awam. Sementara penentangnya termasuk Hayao Miyazaki, mengkritik Ghibli AI sebagai penghinaan terhadap kehidupan karena tidak memahami emosi manusia.
Ada juga seniman yang menuduh perusahaan AI menggunakan karya seniman tanpa izin untuk pelatihan model sebagai praktik eksploitasi hak cipta.
Secara hukum, hak cipta melindungi ekspresi konkret. Hak cipta tidak melindungi gaya secara umum.
Hukum hak cipta menurut World Intellectual organization (WIPO) tidak melindungi ide, konsep, penemuan, metode operasi, prinsip, prosedur, proses, atau sistem yang mendasarinya, terlepas dari bentuk yang dijelaskan atau diwujudkan dalam suatu karya.
Namun, instruksi tertulis atau sketsa yang menjelaskan atau mengilustrasikan suatu konsep atau metode dilindungi oleh hak cipta.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Regulasi hak cipta masa depan memiliki beberapa tantangan seperti diuraikan berikut ini.
Pertama, untuk menyeimbangkan inovasi dan perlindungan hak cipta di masa depan, perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti transparansi data, di mana perusahaan AI harus mengungkap sumber data pelatihan.
Kedua, perlu adanya ketentuan secara lebih detail terkait penggunaan wajar (fair use) objek hak cipta dan kaitannya dengan penggunaan dalam platform AI secara komersial.
Ketiga, pengembang AI juga harus berhati-hati dengan masalah pendomplengan ketenaran (passing off) terkait dengan pelanggaran merek. Menyebut dan menggunakan reputasi merek tertentu untuk produknya dapat menjadi cikal bakal persolaan.
Keempat, menghormati hak cipta seniman adalah keniscayaan. Kerja sama pengembang AI dengan pemegang hak cipta adalah awal yang penting dan produktif.
Kelima, diperlukan payung hukum yang jelas terkait Hak Cipta dan AI. Hal ini penting untuk mendorong inovasi teknologi AI di satu sisi, dan melindungi pemegang hak cipta di sisi lainnya agar seniman tak kehilangan spirit kreativitasnya dan terlindungi hak ekonomi dan hak moralnya.
Penggunaan AI juga harus menghargai karya cipta para seniman. Miyazaki, sang tokoh di balik Ghibli mengingatkan, seni sejati lahir dari manusia dan bukan dari algoritma.
Jika AI terus berkembang tanpa regulasi, maka konflik hak cipta dan krisis kreativitas mungkin tak terhindarkan.
Karya seni adalah ekspresi jiwa manusia. Teknologi harus terus berkembang, memperkaya, dan mendorong kreativitas manusia, dan bukan menggantikannya. [Din]