HUKUM suntikan dan infus saat sedang berpuasa dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Hal ini diperdebatkan para ulama, sebagai berikut:
– Sebagian mereka mengatakan tidak batal sama sekali baik itu berisi makanan atau obat, sebab itu bukan saluran pencernaan.
– Sebagian mengatakan jika isinya obat tidak apa-apa, jika makanan tidak boleh
Syaikh Ahmad bin Umar Asy Syathiriy Rahimahullah menjelaskan tentang suntikan obat:
أما حكم الإبرة قالوا إن الإبرة التى يحقن بها المريض تمر بالعروق و تصل إلى الجوف فتفسد الصوم لكن قال بعض العلماء كل ما يدخل الى الجسم من منفذ غير طبيعى فإنه لا يبطل به الصوم
“Ada pun hukum suntikan, para ulama mengatakan bahwa suntikan yang diinjeksi kepada orang sakit yang melewati urat atau pembuluh darahnya dan sampai ke lambung maka dapat merusak (batal) puasanya. Tetapi sebagian ulama mengatakan semua yang masuk ke tubuh dari jalan yang tidak alami maka itu tidak membatalkan puasa.” (Syaikh Ahmad bin Umar Asy Syathiri, Syarh Al Yaqut An Nafis, Hal. 307).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hukum Suntikan dan Infus Saat Berpuasa
Baca juga: Hukum Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui Menurut 4 Mazhab
Sementara itu Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah, mengatakan bahwa suntikan infus yang dengannya sebagai ganti asupan makan dan minum, menurutnya batal, sebab itu pengganti makan dan minum.
Sedangkan suntikan bukan pengganti makanan tidak apa-apa. (Majalis Syahr Ramadhan, hal. 70).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah juga menyatakan suntikan untuk obat, tidak masalah. (Fatawa Muhamad bin Ibrahim, 4/189).
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan: “Jika suntikan tersebut bukanlah mengandung makanan maka puasanya tidak batal walau diberikannya melalui pembuluh darah. Anda tidak dikenakan kewajiban apa-apa, puasa Anda tetap sah.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 143225).
Sebaiknya, jika dia memang sedang sakit, maka ambil Rukhshah saja untuk tidak berpuasa, agar tidak dipusingkan dengan perbedaan pendapat para ulama, lalu dia qadha di hari lain.[Sdz]