SEBANYAK 9,48 juta warga kelas menengah turun kelas. Padahal tahun 2024 lalu, tercatat 57,33 juta orang atau setara 21,45% warga kelas menengah di Indonesia.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mengingatkan terkait deflasi tahunan setelah rilis BPS menyebut hal itu pertama kali terjadi sejak Maret 2000.
Sebelumnya, Indonesia sempat mengalami deflasi bulanan berturut-turut pada periode Mei-September 2024.
“Artinya setelah 25 tahun, Indonesia kembali mengalami deflasi tahunan, lembaga eksekutif perlu mendalami situasi ini dan mewaspadainya,” katanya di Jakarta (6/3/25).
Deflasi yang biasanya terjadi merupakan gejala konsumen secara luas tidak bisa mengonsumsi barang dengan wajar atau paling tidak menunda konsumsinya.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menyebut deflasi ini salah satunya disebabkan karena daya beli masyarakat masih melemah.
“Karena rangkaian deflasi ini, terjadi berturut-turut dalam beberapa bulan, sama seperti deflasi 0,76 persen di Januari dan 0,02 persen di Februari,” ujarnya.
Baca juga: Cegah Kelas Menengah Indonesia Jatuh Miskin dengan Membuka Lapangan Pekerjaan
Sebanyak 9,48 Juta Warga Kelas Menengah Turun Kelas
Menurut anggota DPR RI Komisi XI ini meskipun Purchasing Managers’ Index (PMI) kembali naik di periode Februari ada di 53,6 bila dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,9, tetapi dari sisi demand menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang jumlah kelas menengah atau setara 17,13%.
Sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah turun kelas. Padahal tahun 2024 lalu, tercatat di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45%.
“Ini jadi indikator daya beli masyarakat yang turun,” ungkapnya.
Legislator perempuan PKS ini menyebut Kabinet Merah Putih menanggung warisan dampak makroekonomi dari pemerintah sebelumnya.
“Kementerian terkait saat ini harus cermat mengatasi deflasi yang terjadi terus menerus, penurunan harga yang intens bisa berdampak berkurangnya aktivitas ekonomi, sehingga harga semakin jatuh,” katanya.
Meskipun pihak BPS menyebut deflasi kali ini disebabkan diskon tarif listrik, tetapi Anis tetap mendorong program program pemerintah yang mengungkit daya beli masyarakat.
“Pada bulan Ramadan, harapannya, konsumsi masyarakat meningkat seperti kajian yang diungkap Redseer Strategy Consultants yang memperkirakan total belanja masyarakat Indonesia selama Ramadan 2025 akan mencapai setara Rp1.188 triliun, pemerintah harus memastikan diskon tarif transportasi, juga THR para pekerja termasuk ojol, sehingga mendorong permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian,” tutupnya. [ind]