KESERAKAHAN Raja Midas berujung pada kesengsaraan bagi dirinya dan keluarga. Tulisan yang ditulis oleh Djoko P. Abdullah ini berjudul asli “Pasutri yang Fitri”.
Raja Midas, nama seorang yang berhasil menolong dewa dalam cerita mitologi Yunani kuno. Dewa tersebut merasa berutang jasa kepada raja Midas, sehingga dia berkata:
“I will give you everything you want”. (saya akan memberikan apa saja yang Anda inginkan).
Lalu sang raja dengan penuh antusias menjawab, “everything i touch becomes gold” (saya ingin apa pun yang kusentuh akan jadi emas).
Maka mulailah sang raja melakukan aksinya dengan memegang apa saja yang dia inginkan dengan harapan semuanya berubah menjadi emas.
Demikian harapan sang raja, hingga dirinya menjadi orang kaya raya yang semua hartanya terbuat dari emas.
Ketika pada satu situasi saat dirinya hampir puas dengan apa yang dimiliknya, sang raja ingin merayakan kegembiraan bersama istrinya karena telah memiliki banyak emas (celebrate the joy love having a lot of gold), maka dia mendatangi istrinya dan memeluk erat-erat istrinya.
Dan sang raja terkejut ketika istrinya berubah menjadi emas. Dia menyesal kenapa orang yang paling dicintai tiba-tiba berubah menjadi emas?
Sang raja seperti menyesali apa yang dia lakukan kepada istrinya. Lalu segera sang raja ingin curhat kepada putrinya sambil memanggil nama putrinya.
Dan ketika putrinya datang seketika dia memeluk putrinya dan seketika putrinya berubah menjadi emas.
Lengkaplah bahwa keluarga sang raja yang tinggal di istana tersebut sudah berubah menjadi emas.
Dengan wajah sedih sang raja berucap: “Saya sekarang sudah menjadi orang kaya raya namun di balik kekayaanku, all my love has gone“.
Hari ini kita menyaksikan betapa banyak rumah tangga tidak jauh dari drama dalam mitologi Yunani di atas. Harta menjadi sesuatu yang dikejar mati-matian.
Bahkan tidak hanya suami, istrinya pun terlibat penuh dalam pencarian nafkah. Pendidikan anak menjadi suatu yang tidak dianggap esensial.
Pendidikan anak diletakkan pada sesuatu yang artifisial.
Padahal fenomena pernikahan merupakan langkah awal dari pembentukan sebuah peradaban.
Karena dari pernikahan ini akan lahir dan tumbuh generasi baru yang akan memegang kendali zaman dan peradaban baru.
Salah satu kesulitan kita setelah pernikahan adalah menerima pasangan kita apa adanya. Kita kadang terlalu dibebani dengan bayangan ekspektasi tentang pasangan kita sebelum menikah.
Seorang laki laki yang menikah dia harus memiliki kematangan psikologis bahwa sebentar lagi akan ada banyak orang yang akan ‘berlindung’ kepadanya; istri, anak, ipar dan asisten rumah tangga.
Ini artinya, seorang suami akan “naik tingkat”, seiring dengan derivat-derivat yang muncul setelah menikah.
Tanggung jawab seperti ini tentu saja memberikan beban psikologis. Maka sangat dibutuhkan orang yang siap menerima semua beban ini.
Belum lagi dia harus mampu memberikan waktu pribadinya untuk istri, anak dan orang-orang yang dalam perlindungannya.
Seorang yang sudah menikah dia akan mengalami fluktuasi finansial yang lebih cepat dari pada waktu single.
Waktu kita menerima gaji saat single, mungkin kita bisa menabung dengan jumlah yang banyak.
Namun saat kita sudah menikah, ketika anak atau istri sakit, gaji kita dengan cepat tersedot ke biaya pengobatan keluarga.
Berumah tangga adalah kolaborasi antara pekerjaan cinta dan finansial (ekonomi).
Seorang suami yang bisa mencukupi nafkah keluarga, baik susu atau bayaran sekolah anak-anaknya, namun tidak mampu mengatakan “I love you” kepada istrinya setiap hari, itu kering intimacy.
Sebaliknya seorang suami yang bisa mengatakan: “I love you” kepada istrinya setiap hari seratus kali namun tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya, itu hiperbola.
Dalam konteks inilah tugas seorang suami sedang diuji untuk bersikap tawazun tentang cinta dan finansial.
Tidak sedikit kasus perceraian disebabkan ketidakmampuan untuk bersikap balanced kepada kedua aspek tersebut. Karena mencintai itu bukan pekerjaan anak-anak, tapi itu ranah orang dewasa.
Dalam mengekspresikan cinta, Gary Chapman melalui karyanya: The Five Love Languages: How to Express Heart felt Commitment to Your Mate (Lima Bahasa Cinta: Cara Mengekspresikan Komitmen Hati Pada Pasangan) memperkenalkan tentang bahasa cinta suami istri dalam sebuah hubungan rumah tangga.
baca juga: 3 Efek Negatif Bullying pada Kesehatan Mental
Keserakahan Raja Midas Mengubah Istrinya Menjadi Emas
Mengucapkan ungkapan rasa cinta itu seperti tanaman, harus dirawat dan dijaga.
Ketika belum menikah, mungkin kita ingin banyak mengungkapkan rasa cinta yang mendalam dengan pasangan kita.
Namun, saat sudah menikah, beberapa orang terkadang mulai merasa terbiasa dengan kehadiran pasangan dan lupa bahwa pengakuan dengan kata-kata tetaplah dibutuhkan oleh pasangan.
Para psikolog sepakat bahwa mengatakan cinta dengan penuh romantis sangatlah penting untuk dilakukan guna meningkatkan kualitas dan kepuasan hubungan.
Selain itu, mengungkapkan perasaan juga sangat membantu untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman sehingga membantu mengurangi stres.
Dalam sebuah penelitian psikologis, wanita yang jatuh cinta mengalami peningkatan aktivitas gen imunitas yang signifikan dibandingkan wanita yang tidak jatuh cinta.
Terdapat sedikitnya lima bahasa cinta menurut para psikolog yakni quality time, pujian
(word of affirmation), pelayanan (act of service), hadiah (gifts) dan sentuhan (physical touch).
Sebuah penelitian yang dilakukan profesor Kory Floyd dari Arozona State University dan rekannya menemukan bahwa mengkomunikasikan perasaan cinta kepada orang lain melalui kata-kata memberikan manfaat kesehatan secara positif seperti menurunkan kadar stres, kolesterol, tekanan darah dan menguatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Floyd menjelaskan bahwa manfaat ini terjadi ketika kasih sayang tidak hanya dirasakan tapi juga diungkapkan.
Ada banyak cara menunjukkan rasa cinta, mulai dari pelukan, belaian di kepala, menggenggam tangan, mencium dan bahkan yang paling sederhana adalah dengan kata-kata yang tulus dari hati.
Ternyata mencium istri selama 30 menit, benar-benar bisa mengurangi gejala Hay fever, alergi yang disebabkan oleh serbuk sari atau debu.
Sejumlah studi psikologi yang dilakukan para peneliti asal Jerman pada 1980-an juga pernah menemukan, para suami yang mencium istrinya setiap hari sebelum pergi kerja cenderung hidup lebih lama, rata-rata lima tahunan lebih panjang, dari pada suami yang tidak melakukannya.
Melakukan Kontak Fisik
Orang-orang yang memiliki bahasa cinta berupa sentuhan fisik akan merasa dicintai melalui kasih sayang yang ditunjukkan dalam bentuk fisik.
Namun hal ini tidak melulu soal seks, mereka juga akan merasa dicintai ketika pasangannya menunjukkan kasih sayang dengan cara seperti saling memegang tangan, membelai, atau memijatnya di pengujung jari.
Cobalah untuk memberikan pelukan di pagi hari atau saat suami berangkat dan pulang kerja. Hal ini bisa menjadi cara untuk menunjukkan rasa cinta kepada pasangan.
Orang Inggris mengatakan stolen kiss is sweeter (mencium dengan cara mencuri jauh lebih indah).
Membantu Pasangan
Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal-hal sederhana untuk membantu istri-istri beliau semisal mengangkat ember dan menjahit bajunya. (HR Ibnu Hibban).
Masya Allah. Di tengah kesibukannya yang luar biasa padat berdakwah, menjaga stabilitas keamanan negara, berjihad, mengurusi ekonomi umat, dan lain-lain; beliau masih bisa menyempatkan diri mengerjakan hal-hal yang dipandang marginal oleh banyak suami di zaman ini.
Andaikan saja para suami mau mempraktikkan hal-hal tersebut, insya Allah keharmonisan rumah tangga akan langgeng.[ind]