RAWATLAH hatimu dengan kebaikan karena Allah Subhanahu wa taala akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu.
Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. menjelaskan mengenai cara merawat hati.
ۙ اِنْ يَّعْلَمِ اللّٰهُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ خَيْرًا يُّؤْتِكُمْ خَيْرًا مِّمَّاۤ اُخِذَ مِنْكُمْ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“…Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan Dia akan mengampuni kamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(Al-Anfal: 70)
Di samping amal perbuatan, hati juga dilihat dan dinilai Allah (Muslim 2564), bahkan niat yang sangat menentukan diterima tidaknya amal perbuatan, itu adalah bagian dari ibadah hati.
Amal perbuatan sekalipun banyak, tidak punya nilai di sisi Allah jika tidak dilandasi niat yang ikhlas. Niat ikhlas membuat amal perbuatan yang sedikit punya nilai besar di sisi Allah.
Karena itu, pahala niat lebih besar dari pahala amal perbuatan itu sendiri karena niat inilah yang menggerakkan semua amal perbuatan.
Perawatan dan perhatian kepada hati harus lebih besar ketimbang perawatan dan perhatian kepada fisik dan tampilan.
Baca Juga: Obati Hati dengan Al-Quran
Rawatlah Hatimu
Faktanya, perawatan dan perhatian manusia kepada fisik, wajah, rambut, pakaian dan asesoris lainnya jauh lebih banyak ketimbang perawatan dan perhatian mereka kepada hati.
Anggaran belanja perawatan fisik, wajah, rambut, make up, perhiasan dan tampilan fisik lainnya jauh mengalahkan anggaran belanja untuk perawatan hati. Padahal hati sangat menentukan nilai semua tampilan fisik.
Waktu yang dluangkan untuk perawatan fisik jauh lebih banyak ketimbang waktu yang dluangkan untuk perawatan hati.
Sebagian orang bahkan tidak pernah meluangkan waktu dan memberikan anggaran belanja untuk perawatan hati.
Waktu untuk perawatan hati seperti menghadiri kajian agama, tilawah al-Quran, membaca buku agama, dzikir, dakwah dan ibadah lainnya sangat minim bila dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk perawatan fisik seperti belanja, bermain, berlibur, bersenang-senang dan lainnya.
Akibatnya, materialisme mendominasi kehidupan manusia, tak terkecuali sebagian Muslim.
Jadi, mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia dari akhirat (al-A’la: 16-17), mudah menukar hidayah dan idealisme dengan kesesatan dan rupiah (alBaqarah: 175), mudah silau dan terkecoh oleh tampilan duniawi (al-Qashash: 79), dan mudah membatalkan janji setianya kepada Allah (ar-Ra’d: 26).
Sudah banyak fakta kehidupan yang menunjukkan bahwa materialisme hanya menghadirkan nestapa dalam kehidupan.
Sudah tiba waktunya untuk membuat titik balik kehidupan dengan kembali memerhatikan hati dan menundukkannya kepada ajaran-ajaran al-Qur’an.
Pada titik inilah al-Quran mengetuk hati kita semua agar segera menyadari kesalahan prinsip hidup materialisme yang menyingkirkan peran hati dalam kehidupan:
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَـقِّ ۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَا لَ عَلَيْهِمُ الْاَ مَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ ۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ
“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka)
dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (Al-Hadid: 16).[ind]
Sumber: robbanimediatama