BERPIKIR tidak biasa atau out of the box diperlukan untuk masalah yang luar biasa. Tapi bukan sekadar berpikirnya, melainkan juga kerja kerasnya.
Pada 22 April 1453 masehi terjadi sebuah peristiwa besar bersejarah. Kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam. Komandan penakluknya seorang pemuda usia 21 tahun. Namanya Muhammad Al-Fatih.
Wilayah Romawi Timur atau Bizantium beberapa kali ingin ditaklukan pasukan Islam. Ibu kotanya ada wilayah Turki saat ini dan bernama Istanbul.
Sepanjang sejarah Islam, sejak masa Khilafah Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmani, sekitar 36 kali upaya penaklukan terhadap kota ini. Rentang waktunya sekitar 700 tahun. Tapi, semua upaya itu gagal. Kecuali, yang dilakukan Al-Fatih itu.
Kenapa begitu sulit?
Kota ini hanya bisa ditaklukkan melalui laut. Karena posisinya berada di atas dengan benteng kokoh yang berlapis.
Untuk bisa menaklukan lewat laut harus menembus ‘benteng’ laut di pintu masuk Selat Bosphorus. Lebar selat tidak terlalu besar dan pintu masuk selat ditutup dengan rantai besar. Tidak mungkin kapal-kapal di masa itu menembus rantai besar itu.
Apa tidak mungkin bisa menaklukan pertahanan super kuat itu?
Muhammad Al-Fatih bukan komandan perang biasa. Ia adalah seorang sultan yang meski usianya baru 21 tahun, tapi jam terbangnya sudah 10 tahun. Artinya, ia sudah ‘magang’ menjadi sultan dan komandan sejak usia 11 tahun yang dilatih penuh oleh ayahnya.
Cara berpikirnya tidak lagi biasa. Kalau serangan langsung dari darat tidak mungkin karena tertutup benteng berlapis, dari laut juga tidak mungkin karena dihadang rantai besar sepanjang pintu masuk selat; maka masih ada cara lain.
Apa itu? Inilah cara berpikir yang tidak biasa dari Al-Fatih.
Di sisi daratan yang lain memang tertutup hutan dan bukit. Tapi, di situlah pintu masuknya.
Para prajurit ditugaskan untuk menebang pohon-pohon besar dari laut ke arah bukit tanpa diketahui penjaga di benteng. Penebangan dilakukan untuk ‘jalan’ yang akan dilalui kapal.
Ya, kapal-kapal nantinya harus berjalan melalui daratan yang tertutup hutan, naik ke bukit, dan akhirnya meluncur ke selat Bosphorus atau sisi laut bagian dalam benteng.
Batang-batang kayu yang ditebang dipotong-potong untuk ‘roda’ di alas kapal ketika naik ke bukit. Setiap kapal ditarik ribuan tentara. Ketika sudah berada di atas bukit, kapal akan meluncur dengan ‘roda’ yang sama menuju laut, tanpa harus ditarik lagi.
Jarak perjalanan kapal melalui bukit dan meluncur ke laut sekitar 3 kilometer. Jumlah kapal yang akan ditarik sekitar 70 kapal.
Menariknya, semua kapal itu harus ditarik ke bukit dan diluncurkan ke laut hanya dalam waktu satu malam. Plus dengan seratus ribu prajurit lebih.
Betapa terkejutnya musuh ketika di pagi hari saat mereka bermalas-malasan bangun, ada tujuh puluh kapal yang berisi tentara sudah berada di wilayah pelabuhan mereka. Kapal-kapal itu pun dilengkapi meriam dengan diameter 70 sentimeter untuk menembak sasaran musuh.
Pada tanggal 22 April 1453 masehi, Kota Konstantinopel jatuh. Al-Fatih berhasil menaklukan Bizantium dengan sebuah strategi yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya.
**
Kunci dari berpikir tidak biasa adalah keyakinan diri bahwa semua masalah bisa diselesaikan. Kalau keyakinan itu kuat, maka kegagalan dari satu cara menjadi dasar pengayaan untuk cara-cara berikutnya yang lebih istimewa.
Butuh keyakinan kuat, butuh pemikiran cerdas, dan juga butuh kerja keras. Hambatannya adalah kebalikannya: pesimis, tidak matang dalam berpikir, dan berusaha sekadarnya.
Yakinlah bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Dan sekali lagi: bersama kesulitan selalu ada kemudahan. [Mh]




