oleh: Zulfa Alya (Penulis Materi Homeschooling)
ChanelMuslim.com–Kenapa saya membahas materi di atas? Karena saya ingin menjelaskan bahwa ketinggian berfikir itu dibangun berdasarkan kedalaman makna.
Kadalaman makna dibangun berdasarkan pemilihan diksi. Yang tepat dan indah.
Nah, di dalam tafsir Alquran, Allah mengajarkan ini. Bagaimana Allah mengajarkan berbagai pemikiran dengan bahasa yang indah.
Agar pengaruhnya kuat dan mendalam.
Kita bisa meniru cara Allah menyampaikan sesuatu kepada manusia dengan pengaruh yang mendalam.
Kita tiru untuk mendidik anak-anak kita. Kita tiru dalam ilmu parenting.
Sehingga akan membentuk anak yang baik atau ahsan bahasanya dan punya pengaruh bahasa yang kuat kepada orang lain.
Dari sinilah kita akan melihat tafsir Alquran. Untuk melihat bagaimana Allah menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang indah dan dalam.
Karena dalam tafsir Alquran akan kita temukan berbagai uslub (cara) Allah menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang indah dan mendalam.
Di dalam melihat tafsir kita harus belajar ini:
Nahwu (tata bahasa arab)
Sharaf (perubahan kata yang memberikan pengaruh pada beragamnya makna)
Balaghoh (seni sastra dalam bahasa Arab)
Kita bisa melihat bagaimana Allah memilih kata-kata tertentu untuk menghasilkan kedalaman makna.
Menghasilkan pengaruh yang kuat pada orang yang mendengar dan membaca.
Contoh:
Bagaimana Allah memilih sebuah kata untuk mengungkapkan sesuatu bisa kita lihat dalam kata-kata di bawah ini.
حت اذا اتيا اهل قرية
Artinya: Hingga keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri. (TQS. Al Kahfi: 77)
اخرجنا من هذه القرية
Artinya: Keluarlah kami dari negeri ini (Makkah). (TQS. An Nisa: 75)
Allah mengambil kata قرية yang artinya kampung.
Arti kata di atas secara hakiki. Karena memang Allah ingin menjelaskan tentang suatu negeri tertentu.
Makna hakiki ini untuk menunjukkan makna sesungguhnya.
Berbeda dengan makna قرية yang ada di bawah ini. Allah menggunakan secara majazi atau perumpamaan.
واسال القرية
Artinya: Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ. (TQS. Yusuf: 82)
Tidak mungkin القرية atau kampung ditanya. Maka yang dimaksud adalah makna majazi yaitu اهل القرية yaitu penduduk kampung. Maknanya bersifat majazi.
Ketika menyebut suatu tempat dengan nama tempatnya yang dimaksud adalah penduduk tempat tersebut.
Majaz tersebut secara sastra menunjukkan keindahan bahasa. Karena menunjuk pada penduduk tertentu dengan menyebut kampungnya.
Atau contoh dalam surat ini. At- Tahrim (66: 6). Allah memilih kalimat yang tegas untuk menekankan sesuatu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴿٦﴾
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Tentang ayat: قُواْأَنفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَاراً
“Jagalah diri dan keluarga kamu dari api (neraka)”
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Talhah, dari Ibn `Abbas radhiallahu ‘anhu: Dia berkata, “Bekerja dalam ketaatan kepada Allah, menghindari ketidaktaatan kepada Allah, dan jagalah keluarga kalian untuk selalu taat dan mengingat Allah, maka Allah akan menyelamatkan kalian dari neraka”.
Mujahid berkata:
“Bertaqwalah kepada Allah dan jagalah keluarga kalian agar bertaqwa kepada Allah”.
Qatadah berkata:
“Dia diperintah untuk taat kepada Allah, untuk tidak mendurhakai Allah, dan dia diperintah agar keluarganya mematuhi perintah Allah, dan dia membantu keluarganya untuk bertindak di atas perintah Allah. Ketika melihat ketidaktaatan, dia cegah keluarganya dan melarang keluarganya dari melakukan hal tersebut”.
Ad-Dahhak dan Muqatil berkata:
“Ini adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengajari keluarga dekatnya, budak-budak laki-laki dan perempuan, terhadap apa-apa yang telah Allah wajibkan bagi mereka, dan apa-apa yang telah Allah larang bagi mereka”.
وَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُ
‘berbahan bakar manusia dan batu’.
Hal ini menggambarkan bahwa manusia, anak cucu Adam, akan menjadi bahan bakar api neraka.
Sedangkan: وَالْحِجَارَةُ
“batu:
Hal ini menggambarkan berhala-berhala yang disembah oleh manusia. Firman Allah Ta’ala:
إِنَّكُمْوَمَاتَعْبُدُونَمِندُونِاللَّهِحَصَبُجَهَنَّمَأَنتُمْلَهَاوَارِدُونَ
“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. (TQS. Al Anbiya: 98)
Atau dalam kisah Lukman yang diabadikan di Alquran. Allah menggambarkan kehalusan dan kasih sayang dengan kalimat ini:
QS.Lukman (31: 13)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖإِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Kata ya’izhuhu terambil dari kata wa’zb yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata “dia berkata” untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukan dari saat ke saat.
Kata “bunnayya” adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah “ibny” dari kata“ibn” yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wudhu’ dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan, jangan mempersekutukan Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.
Atau dalam kalimat ini. Bagaimana Allah menjelaskan ketika mengritik pun dengan kata-kata yang membangun. Bukan sekadar meruntuhkan.
QS.An- Nisa’ (4: 9):
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿٩﴾
Artinya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Dari kata ‘sadidan’ yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya, diperoleh pula petunjuk bahwa ucapan yang meruntuhkan, jika disampaikan harus pula dalam saat yang sama memperbaikinya, artinya kritik yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun atau dalam arti informasi yang disampaikan harus mendidik.
Dari hal-hal di atas kita bisa menyimpulkan:
Ketika kita mengasah bahasa anak, maka orang tua harus menjadi contoh berbahasa.
Kapan berbahasa tegas dan kapan berbahasa halus.
Orang tua harus memilih diksi atau kata dan kalimat yang tepat agar pesannya terhujam ke jiwa anak.
Perlu pembiasaan terus menerus mengasah bahasa ahsan.
Contoh:
Anak malas melakukan sholat.
Orang tua tidak harus marah-marah. Coba ajak anak ke masjid setiap sholat 5 waktu.
Ajak membaca buku cerita tentang sholat adalah tanda bersyukur kepada Allah karena nikmat yang banyak yang diberikan dari Allah.
Mendampingi anak sholat dan melatihnya minimal 6 bulan.
Sambil memilih kata-kata yang memotivasi agar anak selalu disiplin sholat.
Anak berkata-kata buruk.
Orang tua perlu melihat terlebih dulu bagaimana lingkungan bergaul anak.
Kalau buruk, ubah lingkunganya. Cari lingkungan lain.
Perbaiki kata-kata yang buruk yang sudah telanjur masuk ke anak.
Dengan mengatakan, seharusnya adik bicaranya bukan begitu, “sebutkan kata yang buruk”, tapi begini, “sebutkan kata yang baik.
Nah, mengasah bahasa anak, memang perlu program. Tidak serta merta jadi sehari dua hari. Tapi programnya berkesinambungan.
Semoga dengan kita belajar tafsir tadi kita bisa mengambil pelajaran, bagaimana bervariasinya Allah menyampaikan pesan kepada manusia.
Kapan berbahasa halus, kapan keras. Kapan terus terang atau kapan harus bermajaz.
Demikian juga kita orang tua, harus kaya teknik mengembangkan bahasa baik-ahsan pada anak.[ind]
Sumber:
https://parentingonkidspassion.com/parenting-dan-tafsir-al-quran-sebuah-pelajaran-mengasah-bahasa-anak/