Great Mother Great Family
INI adalah tulisan indah seorang penulis, Syifa Kamilatussa’adah tentang ibunya. Setelah menikah, ia harus meninggalkan kampung halaman dan mengikuti suami untuk tinggal di Bali.
Ia menuturkan betapa ibunya telah memberikan teladan yang baik untuk dirinya dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
“Syukur Alhamdulillah dibesarkan di keluarga yang tegas dalam beragama. Memiliki seorang umi yang “tegas” banget mendidik kami dalam beribadah. Tapi lembut dalam bersikap. Kalau yang ini, saya masih harus belajar banyak.
Dulu saya kurang “memperhatikan” dan menganggapnya biasa saja bahkan mungkin menganggap kurang penting pada setiap pelajaran yang umi saya berikan.
Setelah menikah ternyata didikan dan pelajaran umi sangat bermanfaat. Bagaimana ibu menjadi istri yang selalu lembut pada suami, bagaimana umi menjadi pribadi yang tangguh.
Baca Juga: Jadilah Ibu yang Menginspirasi
Great Mother Great Family
Mampu mengatur waktu untuk saya dan keenam adik saya. Menghadapi karakter anak yang berbeda-beda. Menyikapi sikap anak yang bertentangan bahkan sering membuat tangannya mengelus dada.
Tidak sedikit air mata jatuh ketika berdoa. Khusunya di waktu sepertiga malam. Yang saya kagumi, meski kami mengalami masa masa “nakal”, umi selalu yakin kami bisa sholeh dan sholehah.
Bahkan, setelah menikah pun, umi menjadi konsultan untuk anak anaknya. Salah satu jawaban umi yang berkesan ketika saya berkonsultasi adalah,
“Umi dan Abi, nggak pernah ribut besar. Berusaha menciptakan pernikahan sakinah mawaddah warahmah sampai Jannah. Karena umi ingin mencontohkan kepada anak-anak umi, bagaimana menjadi teladan dalam rumah tangga.
Bagaimana menjadi istri yang sholehah bagi suaminya, dan bagaimana menjadi ibu yang sholehah bagi anak-anaknya. Meski berkarir, tidak melupakan kewajiban yang utama. Coba teteh lihat, semua anak anak umi bisa ngaji sama umi. Bukan sama yang lain.”
Bak film lama yang sedang berputar, gambaran itu tampak nyata. Bagaimana umi setiap mau tidur menuntun kami untuk menghafal surat surat pendek.
Pulang dari kantor menyempatkan diri mengajar, tidak hanya kami anak-anaknya. Melainkan teman-teman sekampung kami. Sangat jarang kami mendengar umi mengeluh. Bagi umi hidup itu PROSSES bukan PROTES.
Umi punya prinsip. Malaikat itu datang pada hati yang tenang. Sebisa mungkin ucapan maaf itu muncul tidak hanya ketika lebaran. Melainkan ketika melakukan kesalahan. Baik dari anak ke orangtua maupun orangtua ke anak.
“Umi gak pengen ada dosa, ” ucapnya. Kalimat itu selalu umi sebut tiap kali kami bermaafan.
Mungkin saya menikah terhitung baru, tapi pendidikan keluarga khususnya dari umi saya, menjadi pondasi penting dalam bekal saya untuk berperan sebagai istri maupun sebagai ibu nantinya.
Barakallahu fi umrik umi. Semoga anakmu ini bisa menularkan estafeta pendidikan kepada para cucu mu kelak. [May/Ln]