TAKDIR Allah kadang disukai, kadang pula tidak. Tapi berbaik sangkalah, karena semua yang Allah takdirkan adalah yang terbaik.
Ada kisah menarik yang pernah dialami Lukmanul Hakim dan anaknya. Hal ini ditulis oleh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Kitab ‘Uyunul Hikayat.
Lukmanul Hakim menasihati anaknya, “Anakku, semua yang Allah takdirkan adalah yang terbaik untukmu.”
Sang anak menjawab, “Aku belum bisa mengamalkannya sehingga aku bisa membuktikannya.”
Akhirnya, Lukmanul Hakim mengajak anaknya untuk meminta penjelasan lebih lanjut dari Nabi di masanya. Sayangnya, mereka harus menempuh perjalanan yang sangat jauh.
Segala perbekalan sudah disiapkan. Mulai dari dua keledai tunggangan, persediaan makanan dan minuman, dan lainnya.
Mereka pun memulai perjalanan: mengarungi padang pasir yang kering, terik panas yang luar biasa, dan lainnya. Sudah lebih dari dua hari mereka berjalan dan istirahat, tapi tujuan belum juga sampai.
Di tengah perjalanan yang melelahkan itu, Lukmanul Hakim melihat nan jauh di sana sebuah pemandangan warna hitam dan seperti kepulan asam. Tapi, ia tak tahu itu apa. Yang ia tahu, lokasi itu adalah sebuah permukiman yang akan ia lalui.
Karena sangat kelelahan, keledai mereka tak sanggup lagi berjalan. Lukmanul Hakim memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Meskipun, keduanya juga sangat kelelahan.
Ada musibah kecil terjadi pada anaknya. Kaki sang anak menginjak potongan tulang yang tajam. Kakinya terluka. Dengan kata lain, keduanya tidak bisa meneruskan perjalanan untuk sementara.
Pandangan Lukmanul Hakim sesekali masih ke arah asap gelap yang tadi ia lihat. Tapi, asap gelap itu kini tak lagi tampak.
Tiba-tiba, ia melihat dari kejauhan seseorang mengendarai kuda menuju arahnya. “Apa kamu Lukmanul Hakim?” tanyanya setelah dekat.
“Iya. Aku Lukmanul Hakim!” jawab Lukmanul Hakim. Tapi, sosok itu kini tak lagi tampak. Hanya suaranya yang begitu jelas.
“Aku Jibril!” ucap suara itu. Suara itu pun menjelaskan bahwa ia mengabarkan kalau keledai mereka yang kelelahan dan musibah yang dialami anaknya adalah untuk menghambat perjalanan keduanya.
Hal ini agar Lukmanul Hakim dan anaknya tidak terkena azab yang Allah timpakan pada sekelompok orang yang akan dilalui keduanya.
Saat itulah anaknya menjadi paham. Bahwa, apa yang Allah takdirkan, meskipun tidak menyenangkan, adalah yang terbaik untuk mereka.
**
Setiap pergantian detik, selalu ada takdir Allah yang terjadi pada kita semua. Ada takdir yang kita sukai, tidak sedikit pula yang kita benci.
Namun, tetaplah menjaga baik sangka dengan apa yang Allah takdirkan. Boleh jadi, apa yang kita benci adalah hal terbaik yang harus kita alami. [Mh]





