ULAMA berperan membimbing umat. Umaro berperan melayani dan melindungi. Tapi kendali tetap di tangan ulama.
Ada sisi lain yang menarik dari para ulama salaf, atau ulama generasi awal setelah masa Sahabat Nabi. Mereka tekun membimbing umat, tapi di sisi lain, tegas terhadap umaro atau pemerintah.
Salah satunya Imam Abu Dawud rahimahullah yang hidup di abad kedua hijriyah. Ulama fikih dan hadis ini pernah ‘didekati’ amir atau penguasa saat itu: Amir Al-Muwaffiq.
Al-Muwaffiq meminta agar Abu Dawud tidak lagi tinggal di Bagdad. Melainkan pindah ke Bashrah. Mungkin hal itu berkaitan dengan permintaannya yang kedua.
Kedua, Abu Dawud diminta bisa mengajarkan secara khusus anak-anak Al-Muwaffiq.
Permintaan pertama disetujui Abu Dawud. Tapi yang kedua ditolak. Guru dari Imam Tirmidzi dan Nasa’i ini menolak mengajar secara khusus keluarga istana.
“Mereka harus duduk bersama-sama dengan umat Islam yang lain,” tegas Abu Dawud.
Akhirnya disepakati, keluarga istana yang ikut pengajian Imam Abu Dawud memang duduk bersama dengan peserta yang lain. Tapi, diberikan tempat khusus yang disekat dengan tirai.
Persoalan ini pula yang dialami Imam Bukhari hingga akhir hayatnya. Beliau tetap menolak mengajar secara khusus keluarga istana, sementara amir saat itu memaksa Imam Bukhari mau datang ke istana.
Karena tidak ada kata sepakat, Imam Bukhari diusir dari wilayah kekuasaan amir itu. Penulis kitab yang berniai sakral kedua setelah Al-Qur’an itu pun meninggal dunia dalam masa ‘pengasingan’ itu.
Begitu pun dengan Imam Malik rahimahullah. Guru Imam Syafi’i ini memberikan dalih ke penguasa saat itu: al ilmu yu’ta walaa ya’ti. Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi.
**
Sedemikian wara’-nya, sedemikian hati-hatinya para ulama salaf dengan istana; mereka tidak ingin memberikan hak istimewa pada keluarga istana dengan mendatangi istana. Meskipun dengan acara mulia, yaitu mengajar ilmu Islam ke keluarga istana.
Kenapa? Karena mereka tidak ingin meletakkan fatwa di bawah kendali istana. Fatwa agama harus di atas segalanya. Termasuk, kebijakan istana.
Jadi, bukan mengharamkan hubungan baik dengan istana. Tapi, lebih karena ingin menjaga kemandirian fatwa yang murni berdasarkan dalil-dalil yang sahih, meskipun akan bertentangan dengan kebijakan istana. [Mh]