AL-QUR’AN itu bukan sekadar di ucapan dan pikiran. Apalagi hanya pajangan. Al-Qur’an itu mesti hidup di dalam hati.
Orang non muslim Barat penasaran dengan keteguhan dan kesabaran orang-orang Hamas dan Gaza. Apa rahasianya?
Jawabannya sederhana. Orang Hamas dan Gaza terbiasa menghafal Al-Qur’an sejak kecil. Hafalan yang mereka lakukan bukan sekadar di lisan dan pikiran. Tapi seperti hidup di dalam hati.
Kebiasaan ini sudah membudaya turun temurun sejak lama. Tokoh yang terkenal asli Gaza di antaranya adalah Imam Syafi’i. Beliau sudah menghafal Al-Qur’an sejak usia enam tahun.
Menghafal di pikiran dan hati itu berbeda. Kalau sekadar di pikiran, Al-Qur’an hanya berwujud teks. Bukan sebuah cahaya yang menerangi jiwa.
Sementara jika di hati, Al-Qur’an menuntun seseorang untuk berperilaku seperti yang dibimbing dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an pun menerangi jiwanya. Dan akhirnya merembes dalam perilaku dan perbuatan.
Jika hati sudah menyatu dengan Al-Qur’an, maka hati secara simultan akan dibersihkan dari berbagai kotoran. Segala penyakit jiwa pun akan terobati.
Hal ini karena setan yang biasa bercokol di hati manusia tak mampu mempengaruhi dan meracuni hati. Cahaya Al-Qur’an seperti api panas yang siap membakar mereka.
Sehingga orang yang hatinya ada Al-Qur’an tidak bersedih dengan kesulitan dunia. Ia baru bersedih ketika cahaya Al-Qur’an mulai redup di dalam hati.
Mereka pun tidak takut dengan apa pun dan siapa pun. Kecuali hanya takut kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kebahagiaan mereka sangat berbeda dengan rasa bahagia orang umumnya. Mereka begitu bahagia ketika sangat dekat dengan Allah subhanahu wata’ala. Yaitu di saat sujud mereka, di saat ibadah mereka, dan di saat pengorbanan mereka.
Tapi bukankah mereka juga manusia yang punya kebutuhan fisik? Tentu mereka juga sama seperti kita yang punya kebutuhan fisik. Mereka butuh makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, keamanan, dan lainnya.
Bedanya, kehidupan yang hakiki buat mereka bukan di dunia ini. Melainkan, di akhirat kelak. Sehingga, mereka tidak merasa perlu menyesal dan bersusah hati jika tak memiliki kehidupan yang layak seperti umumnya orang. Karena Allah sudah menjanjikan kebahagiaan di kehidupan akhirat.
Satu hal yang mungkin jarang tersorot dunia tentang orang Hamas dan Gaza. Yaitu, tentang cita-cita mereka. Cita-cita mereka adalah hidup mulia atau mati sebagai syuhada.
Hidup mulia artinya hidup dalam naungan Islam dan Al-Qur’an. Dan mati sebagai syuhada sudah menjadi cita-cita tertinggi mereka.
Mana ada di dunia ini orang yang cita-citanya berbentuk kematian. Umumnya orang bercita-cita menjadi ini dan itu yang berhubungan dengan duniawiyah. Tapi mereka bercita-cita dengan yang berhubungan akhirat.
Tentu hidupnya Al-Qur’an dalam hati seorang mukmin tidak melulu seperti di Hamas dan Gaza saat ini. Al-Qur’an juga hidup di hati dalam suasana normal.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya seperti apa akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keseharian. Jawabannya, akhlak Nabi adalah Al-Qur’an. Artinya, Al-Qur’an hidup dalam hati Nabi dalam keadaan dan suasana apa pun.
Menghafal Al-Qur’an itu memang luar biasa. Dan akan lebih luar biasa lagi menghidupkan hafalan itu dalam hati kita. [Mh]