ZONA nyaman memang mengasyikkan. Tapi berhati-hatilah, karena zona nyaman bisa melenakan.
Seekor induk ayam tampak lain dari biasanya. Biasanya, ia mengayomi anak-anaknya kemana pun mereka pergi.
Biasanya, sang induk ayam menceker-ceker tanah untuk mencari makanan. Ketika makanan didapat, ia memanggil-manggil anak-anaknya untuk bersantap bersama.
Namun, tidak untuk kali ini. Jangankan menceker-ceker untuk memberi makanan, berdekat-dekatan pun ia tak mau. Yang mana pun dari anak-anaknya mendekat, sang induk ayam akan mematuk.
Ia mengusir semua anaknya yang biasanya memang selalu bersama. Begitulah hari-hari yang berbeda dari induk ayam.
Ia melakukan itu bukan karena tak sayang sama anak-anaknya. Bukan pula karena sudah lupa kalau itu anak-anaknya. Hal itu ia lakukan agar anak-anaknya tidak selalu di zona nyaman, agar anak-anaknya bisa mandiri sebagai ayam ‘dewasa’.
**
Kadang zona nyaman membuat kita layaknya seperti anak-anak ayam yang bergantung pada induknya. Tak perlu kerja keras, tak perlu berusaha sendiri; karena segalanya selalu tersedia.
Kadang, Allah subhanahu wata’ala memberikan kita suasana tak nyaman dengan tujuan yang baik. Misalnya, bencana alam, musibah, dan lainnya.
Hal itu tentu bukan untuk menyakitkan, apalagi menyiksa hamba-hamba-Nya. Tapi untuk memaksa hamba-Nya keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Jangan sia-siakan potensi diri untuk sekadar kenyaman. Berusahalah yang lebih keras lagi, karena boleh jadi, yang sudah Allah sediakan di zona sana jauh lebih baik lagi.
Keluar zona nyaman memang berat dan ‘menyakitkan’. Tapi dengan begitulah, kita bisa lebih berbeda dari sekarang. [Mh]