TAHUKAH kamu, Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu anhu dikenal sebagai Sahabat Penuh Berkah di kalangan para Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Ustaz K.H. Iman Santoso, Lc, M.E.I. menjelaskan sosok Abu Ayyub ini sebagai berikut.
Keberkahan pertama tentu saja ketika beliau masuk Islam, dilanjutkan dengan mengikuti Bai’atul Aqobah kedua. Selanjutnya, keberkahan demi keberkahan beliau dapatkan dalam naungan Islam.
Pembukaan kota Konstantinopel oleh Muhammad Al- Fatih Kholifah Turki Utsmani, dan mengubahnya menjadi Istanbul serta menjadikan Aya Sofya sebagai masjid tidak lepas dari keberkahan sahabat Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu anhu.
Pada saat Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam hijrah ke Madinah adalah saat- saat yang paling menggembirakan Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu anhu sesuatu yang dikenang dalam sejarah itu, karena rumahnya dipilih menjadi tempat singgah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan untaku berjalan, biarkan ia yang memilih. Unta ini ada yang menuntun. Dan, aku akan tinggal di mana aku ditempatkan Allah nanti.”
Baca Juga: Upaya Pembebasan Konstatinopel pada Masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan
Abu Ayyub Al-Anshari, Sahabat Penuh Berkah
Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu anhu, Khalid bin Zaid cucu Malik bin Najjar tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang luar biasa.
Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian mempersilakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masuk ke dalam rumah.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun mengikuti pemilik rumah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan tinggal di rumah itu hingga selesainya pembangunan masjid dan bilik beliau di sampingnya.
Abu Ayub radhiyallahu anhu adalah seorang mujahid sejati. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq.
Bahkan, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah Subhanahu wa taala,
“Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit…” (QS At-Taubah: 41).
Sewaktu terjadi perselisihan antara dua sahabat mulia, Ali radhiyallahu anhu dan Muawiyah radhiyallahu anhu, Abu Ayub berdiri di pihak Ali radhiyallahu anhu tanpa sedikit pun keraguan.
Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu syahid, dan khilafah berpindah kepada Muawiyah radhiyallahu anhu, Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan.
Tak ada yang diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan kaum Muslimin.
Demikianlah, ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan.
Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi.
Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah, “Apakah keinginan anda wahai Abu Ayub?”
Abu Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan.
Kemudian, hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.
Dan sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Yazid.
Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki agung itu.
Jasad suci Abu Ayyub berhari-hari dibawa pasukan perang Islam, mengarungi darat dan laut, tetapi tetap awet dan tidak membusuk.
Hingga sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk Konstantinopel memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci.
Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata,
“Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.”
Jasad Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu anhu masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan gemerincing pedang tak terdengar lagi.
Waktu telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat tujuan. Abu Ayub telah menghadap Ilahi di tempat yang ia dambakan.
Baarakallahu fika wahai Abu Ayyub engkau telah membuka jalan Kholifah Turki Utsmani menguasai Konstantinopel dan Turki modern kembali menuju Islam.[ind]
Sumber: Sharia Consulting Center (SCC)