RAMADAN identik dengan muatan keharmonisan keluarga. Tentunya, tidak semata sebagai bulan ibadah, atau hubungan antara manusia dengan Allah. Namun, uga sarat dengan pembinaan individu sebagai anggota keluarga.
Baca Juga: Nasihat dan Pengingatan, Sumber Motivasi Keharmonisan Keluarga
Ramadan dan Muatan Keharmonisan Keluarga
Muatan-muatan Ramadan yang begitu kental dengan pembinaan keluarga begitu tampak dan berbekas. Setidaknya, dalam ayat tentang Ramadan ini, Allah menyebut dua hal yang berhubungan dengan hal privasi hubungan suami istri.
Ayat pertama tentang seorang sahabat yang mengadu kepada Rasul untuk mengungkapkan taubatnya karena sudah berhubungan suami istri di malam bulan Ramadan.
Waktu itu, di malam hari memang masih dilarang berhubungan suami istei. Dari kasus inilah, Allah mengabarkan kepada sahabat itu, melalui Rasulullah bahwa larangan itu sudah dihapus.
Dan, Allah telah memaafkan dan menerima taubat sahabat tersebut. Ayat kedua adalah berkenaan dengan kegiatan i’tikaf yang dilakukan Nabi di bulan Ramadan.
Di ayat itu, Allah melarang Nabi untuk berhubungan intim di malam bulan Ramadan dengan istri beliau. Hal itu karena beliau sedang melaksanakan ibadah i’tikaf, ibadah yang tidak pernah ditinggal Nabi sejak ayat tentang kegiatan bulan Ramadan ini diturunkan.
Bahkan, Rasulullah memperpanjang ibadah i’tikaf beliau hingga dua puluh hari dari yang biasanya sepuluh hari di saat tahun terakhir kehidupan beliau.
Selain dari dua singgungan di atas sebagai hubungan antara Ramadan dengan kehidupan berkeluarga, berikut ini bisa menjadi hal yang bisa memberikan muatan tersendiri antara Ramadan dengan keluarga. Antara lain.
1. Target utama Ramadan, yaitu ketakwaan, merupakan inti dari mutu seorang hamba Allah swt. Baik ia sebagai individu maupun sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Sebagai anggota keluarga, takwa menjadikan siapa pun: suami, isteri, dan anak, memiliki karakter yang utuh dan berkualitas.
Tidak suka bermanipulasi atau amanah sebagai anggota keluarga. Pembinaan ketakwaan selama satu bulan ini, akan sangat berbekas untuk individu muslim dalam posisinya dalam keluarga. Dan hal itu menjadi bekal untuk sebelas bulan berikutnya.
2. Momen Ramadan yang nyaris tak luput dalam kegiatan keluarga adalah makan bersama. Yaitu, pada kesempatan buka puasa dan sahur.
Kesempatan ini menjadi sangat langka dan hanya ada di bulan Ramadan saja. Betapa sulitnya saat ini, di tengah kehidupan yang dinamis, adanya kesempatan seluruh anggota keluarga makan bersama dalam suasana yang begitu penuh berkah.
Momen makan bersama ini begitu efektif untuk menjadi sarana mempererat jalinan keharmonisan keluarga: komunikasi, saling berbagi, dan lainnya.
3. Bulan Ramadan menghidupkan suasana keluarga yang menjadi dekat dengan Alquran. Ayah, ibu, dan anak-anak saling berlomba memperbanyak bacaan Al-Qur`an mereka. Lantunan tersebut menjadi begitu semarak di hampir tiap ruang rumah.
4. Di bulan Ramadan pula, qiyamul lail atau salat malam menjadi agenda tersendiri keluarga. Sebuah momen yang sangat berbekas untuk semua anggota keluarga, khususnya anak-anak.
5. Di akhir Ramadan, sebagai budaya Indonesia, ada momen untuk keluarga yang begitu spesial. Yaitu, momen silaturahim di awal Idul Fitri.
Momen ini menjadi begitu indah dan sangat bersinergi dengan muatan keluarga. Silaturahim berasal dari kata jalinan dan rahim. Atau dengan kata lain, penguatan jalinan keluarga besar satu kakek atau nenek, dan seterusnya.
Kata rahim inilah yang menjadi pengarah kemana kunjungan dilakukan. Yaitu, kepada anggota keluarga besar. Bukan sekadar kepada teman, tetangga, atau yang lain. [mh/Cms]